Skip to content

Atmosfer Kekudusan Allah

Saudaraku,

Seiring dengan berjalannya waktu dimana kita setiap hari berdoa, maka kualitas pujian dan penyembahan kita pun juga meningkat. Kita tidak berurusan dengan manusi—walau tentu bagaimanapun kita terkait—tetapi urusan kita adalah dengan Tuhan. Jika kita tetap setia berdoa, sepanjang hari kita menjaga kesucian—menjaga hati kita agar tidak terikat dengan percintaan dunia, materi dan keindahan dunia—maka kualitas pujian dan penyembahan kita akan meningkat. Kalau orang berkata, “Allah mencari penyembah dan pemuji,” itu bukan sekadar mencari orang yang bisa nyanyi atau yang bisa mengikuti liturgi ibadah, melainkanTuhan mencari orang yang hatinya pecah. Dan hati bisa pecah kalau ia benar-benar dalam kesucian setiap saat.

Kita tidak bisa menjadi suci dalam sekejap atau hanya sesaat. Ketika kita menjaga kesucian hidup, di situ kita terus mengobarkan cinta kita kepada Tuhan. Kita hidup suci, bukan karena kita mau diberkati dengan berkat-berkat jasmani, melainkan karena kita mau menyenangkan hati Allah. Sampai kesucian hidup itu menjadi atmosfer yang membahagiakan kita, di mana kita bisa hidup dan menikmatinya. Kalau kita meleset, kalau kita melakukan sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki, kita akan merasakan atmosfer asing dan itu menyakitkan. Kita harus membiasakan diri selalu berada di dalam atmosfer kekudusan Allah. Ini hal yang tersulit dalam hidup, tetapi ini satu-satunya tujuan hidup. Sebab, kalau orang tidak hidup dalam atmosfer kekudusan Allah, tidak mungkin dia bisa masuk surga.

Sebab, surga dipenuhi dengan atmosfer kekudusan. Tidak ada atmosfer yang lain. Jadi kalau kita berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu,” itu berarti kita menghadirkan atmosfer kekudusan Allah. Jadi ketika kita tidak membuka diri terhadap dosa berarti kita menghadirkan atmosfer kekudusan Allah, sampai kita terbiasa hidup di dalam atmosfer itu dan bisa menikmatinya. Sampai kita menjadikan atmosfer kekudusan Allah itu sebagai habitat dan itu adalah habitat kekekalan. Atmosfer kekudusan itu harus kita jaga dan perlu kecakapan, yang karenanya kita perlu latihan. Sebab, mungkin kita tidak lagi meleset dalam perbuatan yang melanggar hukum atau yang hina, tetapi kita masih meleset untuk hal-hal yang kelihatannya itu bukan kesalahan, tapi di mata Tuhan hal itu merupakan “ketidaktepatan.”

Kita harus mengalami bahwa Allah itu hidup dan maha hadir. Tapi ironis, sangat sedikit orang yang mengalami hadirat Allah. Dan tiket untuk menghampiri hadirat Allah adalah darah Yesus. Tetapi kelayakan untuk masuk di hadirat Allah, kita yang harus bayar. Masalahnya, banyak orang Kristen berpikir bahwa Yesus telah bayar tiketnya. Sehingga dengan gratis kita menghadap Allah. Akses itu gratis, pintu terbuka. Tetapi apakah kita layak masuk di situ, kita harus bayar tiketnya, yaitu dengan kesucian hidup. Atmosfer kekudusan Allah bisa dihadirkan kalau kita membayar harganya, yaitu kesucian hidup.

Dan orang yang benar-benar menikmati hadirat Allah, mengerti hadirat Allah, tidak mungkin tidak tergetar. Air mata merupakan bahasa perasaan yang tersentuh. Jadi, kita harus ada di atmosfer kekudusan Allah setiap hari. Dan terkait dengan hal ini, maka kita tidak tertarik lagi dengan keindahan dunia. Tidakada lagi tempat yang membuat kita nyaman, karena kita selalu mau ada di hadirat Allah. Ke mana pun kita melangkah, kita membawa hadirat Allah. Kita akan takut pergi ke tempat-tempat yang tidak patut untuk kita. Kita tidak akan berbuat dosa karena kita takut dan mulai ada kesadaran. Selain hadirat Allah, kesadaran adanya malaikat-malaikat kudus bersama kita, itu sudah cukup membuat kita malu berbuat dosa. Kita tidak memberi lagi ruangan untuk siapapun dan apa pun. Kita hanya memberikannya untuk Tuhan.

Ketika hati kita pecah di hadapan Tuhan, maka kita baru bisa mengecap manisnya madu Tuhan. Kenapa orang tidak bisa berdoa, tidak tahan berdoa lama-lama, tidak suka ke gereja? Sebab dia belum mengecap manisnya madu Tuhan. Allah memang tidak kelihatan, tapi Dia bisa dinikmati. Jika tidak, pasti tidak ada Firman Tuhan yang mengatakan, “Kecaplah…” Kita bisa menikmati Tuhan.Jadi, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk menikmati Tuhan, jangan sia-siakan kesempatan itu. Selagi kita memiliki kesempatan untuk hidup di hadirat Allah, ada di habitat kekudusan Allah, kita biasakan sehingga kita pasti layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.

Teriring salam dan doa,

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Atmosfer kekudusan Allah bisa dihadirkan

kalau kita membayar harganya, yaitu kesucian hidup.