Kalau seseorang sejak lahir sudah melihat gaya hidup, pola hidup tertentu, maka dia mendengar suara gembala yang salah. Pada umumnya demikian. Mendengar suara gembala berarti mengerti apa kehidupan itu sesuai dengan kebenaran sang gembala. Tetapi, dunia ini ada banyak gembala; gembala-gembala palsu, yang tentu di atasnya ada gembala besar yang sesat yaitu Iblis, setan. Setan. Ingat, di dalam Injil Matius pasal 16, ketika Yesus berkata kepada Petrus: “enyahlah, Iblis!” Iblis di dalam diri Petrus. Petrus memiliki cara berpikir yang salah, dan itu dibangun dari kecil. Dia terlahir di kalangan orang Yahudi yang memimpikan seorang mesias atau juruselamat. Orang-orang Yahudi itu memimpikan, mengharapkan seorang mesias atau juruselamat, tetapi mesias atau juruselamat versi mereka, bukan versi Allah.
Jadi, tidak heran jika orang-orang Yahudi tidak bisa menerima Juruselamat versi yang diajarkan Tuhan Yesus. Karena, mereka ingin sang Juruselamat itu profilnya seperti Daud yang menggulingkan Goliat, lalu membawa bangsa Israel kepada zaman kejayaan atau zaman keemasan. Cara berpikir yang salah, itulah takhta Iblis. Kalau seseorang dari kecil dibesarkan dalam lingkungan yang salah, melihat gaya, cara hidup orangtua, sementara orangtua-orangtua ini melihat juga orangtuanya terdahulu, dan seterusnya.
Seandainya Adam tidak jatuh dalam dosa, maka yang diwariskan yaitu model hidup yang benar. Tetapi, ini sudah sesat. Belum sampai ribuan tahun, manusia sudah rusak sampai memilukan hati Allah. Begitu membuka mata, anak-anak melihat gaya hidup orangtua, cara hidup orangtua, dan dibimbing oleh gembala yang salah. Alkitab mengatakan semua kita telah sesat, memilih jalan kita sendiri. Yahweh mengutus Putra-Nya, dan menimpakan kejahatan kepada Putra-Nya. Yesus datang bukan hanya menjadi Penebus dosa, tetapi juga Gembala.
Masalahnya adalah bagaimana umat yang ditebus ini mengenal Gembalanya? Sebab, sudah punya gembala-gembala yang salah, di atas gembala yang salah yaitu setan atau Iblis. Jadi cara berpikir yang salah itu yang dibangun dari kecil, yang ada di dalam pikiran Petrus, dihardik oleh Yesus: “Enyah, Iblis!” Ini pikiran Iblis yaitu cara berpikir Iblis. Petrus memiliki cara pandang hidup yang salah. Kalau cara pandang hidupnya sudah salah, itu sesat namanya sehingga dia tidak akan bisa mendengar suara gembalanya, sebab cara hidupnya sudah sesat. Yesus di depan mata, sudah mengajarkan kebenaran, namun Petrus masih belum mengerti. Tetapi puji Tuhan, akhirnya Petrus mengerti.
Masalahnya, dari kecil sudah diajarkan keliru dengan cara berpikir yang salah, prinsip-prinsip hidup yang salah, filosofi-filosofi dunia, sehingga memandang cara hidup ini salah. Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa kita, benar. Tetapi Dia memberikan kepada kita Injil. Dia memberikan kebenaran kepada umat pilihan. Maka mandat-Nya kepada murid-murid: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Ajar mereka,” apa ajaran yang murni dari Injil? Itu masalahnya. Karena masing-masing gereja punya pandangan dan doktrin yang diklaim sebagai ajaran yang paling benar. Di luar ajaran yang mereka yakini benar, itu dianggap sesat.
Jadi sesat atau tidaknya hanya dilihat dari perspektif atau sudut pandang doktrin. Padahal, mestinya sesat adalah tidak mengenal suara gembala. Lalu, bagaimana kita bisa mengenali? Bagaimana kita bisa mengenali ajaran yang benar, yang membuat kita bisa memiliki cara pandang hidup yang benar? Ajaran yang benar akan membuat seseorang mengenal suara Gembala. Hal ini tidak bisa dialami oleh orang-orang yang tidak mencari Tuhan dan tidak bisa dimiliki orang-orang yang tidak haus dan lapar akan kebenaran.
Setiap orang pasti mendapat kesempatan untuk mencari Tuhan. Suatu hari nanti, baru akan dibuka oleh Tuhan, bahwa Tuhan pernah mengingatkan orang itu, menyadarkan orang itu akan adanya kehausan di dalam dirinya. Mestinya, waktu itu dia mulai mencari Tuhan. Orang yang mencari Tuhan, pasti menemukan Tuhan. Menemukan pendeta, hamba Tuhan, mentor, yang akan membawanya kepada kebenaran supaya mengenal suara Gembala. Kalau tidak ada, Tuhan akan mengajar dia sendiri. Tuhan tidak bisa dipersalahkan karena memang Dia tidak pernah salah. Jika dihakimi, Dia tidak bisa salah.
Orang-orang yang diberi Tuhan kesempatan untuk mencari Dia, pasti nanti ada satu momentum, ada suatu saat di mana akan diingatkan Tuhan untuk mencari Dia. Ada kehausan atau pertanyaan yang muncul, dan jika pada waktu itu dia mengambil keputusan: “ya, aku mencari Tuhan,” Alkitab pasti akan membuktikan kebenarannya. “Siapa yang mencari Aku, akan menemukan.” Ia pasti dipertemukan dengan pendeta atau hamba Tuhan yang mengenal kebenaran, supaya bisa memandang hidup dari cara pandang yang benar. Kalau terus belajar kebenaran sampai cara memandang hidupnya berubah, dia bisa mengenal suara Gembala. Barulah ini yang disebut “lahir baru.”
Sesat yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak mengenal suara Gembala.