Tuhan tidak menghendaki dan Tuhan tidak merencanakan satu pun dari kita menjadi gagal. Allah memiliki rancangan atas setiap individu, atas setiap kita. Seandainya kita dapat melihat, menyaksikan, dan tahu rancangan-rancangan apa yang ada pada Allah mengenai kita masing-masing, percayalah kita akan menjadi takjub. Kita akan terpesona betapa indahnya rancangan Allah tersebut dan betapa sempurnanya. Dan itu di luar perkiraan, perhitungan, dan pertimbangan kita. Karena firman Tuhan mengatakan Dia berkuasa melakukan lebih dari yang kita minta atau bayangkan. Jadi, jangan sampai ada di antara kita yang memiliki perasaan pesimis melihat masa depan. Jangan ada yang berpikir bahwa kita tidak akan pernah menjadi orang yang sukses, berhasil, dan unggul. Jangan pernah berpikir menjadi sampah yang dibuang.
Rancangan Allah atas setiap kita adalah rancangan agar kita bisa menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Pasti rancangan tersebut bukan sekadar membuat kita menjadi orang yang sukses untuk diri kita sendiri, namun kita sukses bagi kemuliaan Allah. Artinya, kita pasti berguna bagi pekerjaan Tuhan. Karena kita dirancang untuk menjadi berkat. Abraham dipanggil untuk menjadi berkat, Yusuf dipilih untuk menjadi berkat, Daud dari padang rumputnya dipanggil untuk menjadi berkat. Demikian pula Musa dan tokoh-tokoh iman yang lain. Satu kepastian bahwa Tuhan mau menjadikan kita ini unggul di mata Allah dan kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Tetapi masalahnya memang terletak pada masing-masing kita. Apakah kita layak menjadi alat bagi Allah? Tergantung kita.
Hidup ini bukan spekulasi atau untung-untungan, sebab Tuhan telah membuat tatanan. Maka kalau kita memahami tatanan tersebut dan kita sungguh-sungguh memenuhinya, pasti kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan sesuai dengan apa yang Dia rancang. Sebab setiap kita dipakai Tuhan sesuai dengan kualitas yang kita miliki; apakah kualitas tanah, kayu, perak, atau emas. Lalu, bagaimana kita menjadi seorang yang berkualitas? Apa dan bagaimana kita bisa menjadi alat di dalam tangan Tuhan? Tergantung diri kita. Kenapa kita sekarang tidak berambisi untuk memiliki kualitas hidup setinggi-tingginya, sehingga kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan yang efektif? Seperti yang firman Tuhan katakan, kalau kita ini adalah emas, maka kita dipakai untuk maksud-maksud yang mulia, untuk pekerjaan-pekerjaan yang mulia.
Kalau kita sungguh-sungguh memiliki ambisi yang kudus seperti ini, pasti kita akan mencari wajah Tuhan. Sebab kalau kita mau menjadi alat di dalam tangan Tuhan, maka kita akan pasti mencari wajah Tuhan, berusaha menemui Tuhan. Kita akan berusaha bagaimana bisa menyenangkan hati-Nya dalam kehidupan kita setiap hari. Ini bukan spekulasi atau untung-untungan, ini pasti. Mestinya kita sudah punya kepastian setiap hari bergaul dengan Tuhan, dan setiap doa kita didengar. Kalau kita setiap hari berjalan dengan Tuhan, sungguh-sungguh berusaha untuk melakukan yang Dia kehendaki, menyenangkan hati-Nya, maka kita boleh yakin bahwa Tuhan pasti menyertai kita. Yakin bahwa Tuhan pasti mengurapi, karena Allah memang menghendaki demikian. Tetapi, kalau kita tidak menyenangkan Tuhan setiap hari, tidak hidup dalam keberkenanan di hadapan Tuhan, maka Tuhan tidak bisa mengurapi kita.
Walaupun ini untuk kepentingan Tuhan, tapi Tuhan tidak bisa menyangkali hukum atau tatanan-Nya. Ia menghendaki kita kudus seperti Dia kudus. Kalau kualitas diri kita rendah, tidak mungkin Tuhan mau memakainya untuk pekerjaan mulia. Kalau kita adalah anak-anak Yahweh yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya, maka tidak ada yang kita butuhkan lagi. Dia cukup, Dia lebih dari segalanya. Tidak ada yang kita takuti, tidak ada. Tapi, hal itu juga membuat kita menjadi takut dan hormat akan Allah. Jangan berbuat dosa sekecil apa pun, sehalus apa pun. Warisan yang kita peroleh adalah kerajaan kekal bersama Tuhan Yesus; luar biasa. Dunia menjadi pudar keindahannya di mata kita. Maka kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus kita selama masih siang. Sebab akan datang malam di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja.
Jadi, selagi masih ada kesempatan untuk menyelamatkan jiwa, mencelikkan mata orang, mari kita bekerja selagi siang sebagai anak-anak dari Allah Bapa di surga. Jadi, penghayatan bahwa kita anak Allah harus kita tangkap dengan satu dimensi hidup yang telah kita mesti miliki. Dimensi hidup di mana kita sudah tidak lagi memiliki kesenangan apa pun. Dimensi hidup di mana kita berusaha, dan sedang berusaha, hidup sekudus-kudusnya sehingga sisa umur hidup kita ini hanya untuk menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Bagaimana kita berguna bagi pekerjaan Tuhan? Jangan khawatir tentang apa yang kita perlu dan butuhkan. Kalau kita benar-benar anak-anak Allah, melakukan kehendak Allah, dan benar-benar mau menyelesaikan pekerjaan-Nya, maka Dia tidak mungkin mempermalukan kita. Kalau kita menyediakan diri menjadi alat yang efektif bagi Tuhan, yaitu seperti perkakas yang terbuat dari emas, pasti kita dipersiapkan untuk pekerjaan-pekerjaan besar.