Skip to content

A Man after God’s Own Heart

 

Sebagai orang tua, kita pernah merasakan satu kebahagiaan ketika anak memberikan atau melakukan tindakan yang menyenangkan atau membahagiakan hati kita. Entah memberi hadiah, mengajak jalan-jalan, melayani kebutuhan orang tua yang dalam keadaan sakit atau membutuhkan sesuatu. Atau kalau kita belum pernah menjadi orang tua, tentu kita pernah mendapat perlakuan yang menyenangkan, membahagiakan dari seseorang, sehingga orang itu benar-benar menjadi kebahagiaan kita. Anak bisa menjadi kebahagiaan bagi orang tua. Juga kita bisa merasakan kebahagiaan dari sahabat, teman dekat atau siapa pun. Namun, pernahkah kita benar-benar berusaha untuk bisa menyentuh kedalaman hati Allah sampai Allah merasa senang, merasa sukacita, merasa bahagia? Di tengah-tengah kejahatan dunia ini, seharusnya Allah merasa terhibur karena perbuatan kita kepada-Nya. Pernahkah kita berusaha demikian? 

Ironis, banyak orang yang hanya mau memanfaatkan Allah, memanfaatkan kasih dan kuasa-Nya saja. Mereka beragama, bertuhan hanya karena bisa menikmati berkat Allah dari kuasa Allah yang hebat tak terbatas, tapi tidak sungguh-sungguh menyadari bahwa Allah adalah Pencipta yang menciptakan kita untuk menyenangkan, membahagiakan Dia. Kita diciptakan, dibuat eksis, dibuat ada, dihadirkan dalam kehidupan ini untuk Sang Khalik atau Sang Pencipta kita. Jika bukan karena Tuhan kita tidak ada sama sekali. Jadi, kalau kita eksis, kita ada, ini karena Allah menghendaki kita ada untuk kesukaan, untuk kebahagiaan Dia. Pernahkah kita berusaha untuk menyenangkan hati Allah? Ada satu tokoh di Alkitab, yang tidak sempurna, tapi hidupnya itu berkenan di hati Allah, yaitu Daud. Daud seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Daud bukan orang sempurna, namun Daud seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Ia bisa menjadi kekasih Tuhan, menjadi seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Juga Abraham; seorang yang bisa benar-benar menyenangkan hati Allah, sehingga Abraham disebut sahabat Allah.

Maka kita harus berusaha bagaimana memiliki hati yang berkenan di hadapan Allah. Kalau kita punya niat, punya tekad yang sungguh-sungguh, Roh Kudus pasti akan menolong kita. Roh Kudus tidak mungkin tidak menolong kita. Roh Kudus pasti akan menuntun kita dan kita akan menjadi “a man after God’s own heart;” manusia yang berkenan di hadapan Allah. Ayo, kita berjuang untuk itu dan ini akan sangat menyenangkan, ini akan sangat membahagiakan kita. Namun harus ada tekad dulu, niat yang kuat bahwa kita memilih menjadi seorang yang berkenan di hadapan Allah. Mari kita berjuang untuk bisa menyentuh hati Allah dan membuat senyum Tuhan. Bapa tersentuh hati-Nya oleh tindakan kita, oleh perilaku kita. 

Jangan sebaliknya, kita menyentuh hati setan karena jahat, menyakiti sesama, melukai sesama, mendatangkan ancaman, bahaya, penderitaan, kesengsaraan orang lain; sehingga setan berkata, “Ini sahabatku.” Itu artinya kita menjadi musuh Allah. Tapi kita mau menjadi seorang yang menyentuh hati Allah dan Allah bersukacita, Allah senang. “Ini benar anak-Ku, ini benar sahabat-Ku.” Jangan kita menjadi musuh Tuhan karena perilaku kita yang jahat terhadap orang lain. Hati-hati, kepada siapa pun kita yang pintar berbicara, pintar berargumentasi, kita akan bisa lebih jahat dari orang yang tidak pintar berargumentasi. Sebab dengan argumentasi-argumentasi, kita bisa membenarkan tindakan-tindakan yang itu bisa menyakiti hati Allah. 

Kalau kita bisa benar-benar memiliki keinginan menyentuh hati Allah, menyenangkan, membahagiakan Dia, maka kita akan menjadikan Tuhan itu kesukaan kita yang tak tergantikan, Allah menjadi kebahagiaan kita satu-satunya. Kita merasakan membutuhkan Dia lebih dari udara, oksigen yang kita hirup. Kita membutuhkan Dia lebih dari air yang kita minum, bahkan lebih dari darah yang mengalir di dalam tubuh kita ini. Kita membutuhkan Tuhan lebih dari membutuhkan apa pun dan siapa pun. Kiranya renungan ini menggerakkan kita untuk menjadi orang yang bertekad, berusaha sungguh-sungguh bagaimana menyenangkan hati Allah. Jangan meninggal dunia sebelum menjadi seorang yang ada di hati Tuhan atau menjadi seorang yang berkenan di hadapan Tuhan; a man after God’s own heart. Sehingga pastinya hidup kita akan lain rasanya, akan berbeda warnanya. Mari kita berusaha mulai saat ini menyentuh hati Allah, bisa membahagiakan Dia, menyenangkan Dia.