Skip to content

Tidak Bisa Ikut-ikutan

 

Sejujurnya, kita dapat melihat bagaimana banyak orang Kristen mengalokasikan waktu untuk berbagai hal duniawi secara berlimpah, tetapi untuk membaca Alkitab, berdoa, dan mempelajari firman Tuhan, hanya sedikit sekali yang melakukannya. Bahkan ada yang sama sekali tidak pernah membaca Alkitab, tidak pernah mengerti apa itu jam doa atau meditasi menyembah Allah. Namun demikian, mereka tetap rutin ke gereja dan merasa diri orang Kristen, sebab sejak kecil memang sudah menjadi Kristen. Mereka tidak pernah memilih menjadi orang Kristen; kekristenan itu sudah melekat dalam diri mereka sejak lahir. Tetapi pasti, orang-orang Kristen yang seperti ini tidak pernah sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah. Mungkin mereka menjadi orang Kristen yang baik dan bermoral, tetapi belum tentu melakukan kehendak Allah dalam standar yang dikehendaki oleh-Nya — yaitu memiliki pikiran dan perasaan Kristus, kecerdasan rohani, sehingga setiap tindakannya selaras dengan pikiran dan perasaan Allah.

Tidak heran bila ada orang Kristen yang moralnya justru lebih buruk dari orang non-Kristen. Karena itu, harus ada pilihan yang sadar untuk mengikut Kristus. Bila selama ini kita menjadi orang Kristen sejak lahir namun tidak sungguh-sungguh, maka mulai hari ini kita harus berubah. Sebab jika tidak, kita akan ditolak di kemudian hari. Standar orang yang masuk Kerajaan Surga — dalam konteks keluarga Kerajaan Allah — adalah orang yang melakukan kehendak Bapa. Pertanyaannya, apakah kita sudah melakukannya? Sulit menjawab, bukan? Karena kenyataannya, banyak yang tidak pernah memilih Yesus secara pribadi. Mereka menjadi Kristen bukan karena keputusan sendiri, melainkan karena pilihan orang tua. Kekristenan mereka hanyalah warisan, bukan hasil penyerahan diri.

Seseorang tidak bisa menjadi pengikut Kristus hanya karena ikut-ikutan. Mengikut Kristus harus menjadi pilihan yang lahir dari hati dan kesadaran pribadi. Beragama Kristen bisa terjadi tanpa pilihan — sekadar terbawa arus, hanyut dalam tradisi keluarga — tetapi mengikut Yesus tidak bisa demikian. Mengikut Yesus itu berat dan sukar, karena membutuhkan komitmen dan tekad yang kuat. Seseorang harus mengagendakan untuk belajar kebenaran firman setiap hari. Bagi orang percaya sejati, satu-satunya agenda hidupnya adalah mengikut Yesus. Tidak ada agenda lain. Mengikut Yesus berarti menyembah Allah, memberi nilai tertinggi kepada-Nya. Tetapi faktanya, banyak orang Kristen justru memberi nilai tertinggi pada hiburan, tontonan, harta, dan kemewahan dunia.

Banyak orang Kristen sejak kecil diajar bahwa menjadi orang Kristen itu menyenangkan: mati pasti masuk surga, kalau sakit bisa disembuhkan karena bilur-bilur Yesus berkuasa, sebab Allah itu baik dan penuh kasih. Akibatnya, muncul generasi orang Kristen oportunis — orang yang memanfaatkan Tuhan demi keuntungan diri sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan Allah. Mereka tidak pernah memilih untuk mengikut Yesus secara pribadi, tetapi tetap ingin menikmati semua keuntungan rohani. Bahasa keagamaan mereka dangkal, sebatas ungkapan emosional: “Allah itu baik, Ia menyayangiku, Ia melindungiku, Ia menyimpan air mataku di dalam kirbat-Nya.”

Cara berpikir seperti ini membuat banyak orang Kristen berhenti bertumbuh dan terparkir dalam kekanak-kanakan rohani. Hal itu mungkin bisa dimaklumi jika masih baru bertobat, atau masih anak-anak Sekolah Minggu, tetapi tidak bagi mereka yang sudah dewasa. Seiring bertambahnya usia biologis, seharusnya kedewasaan rohani juga bertumbuh. Jika seseorang sudah dewasa, maka yang harus dipersoalkan bukan lagi apakah Tuhan menjaga kita, tetapi apakah kita menjaga diri dari pengaruh dunia. Apakah kita menjaga mata kita dari hal-hal yang tidak patut dilihat? Apakah kita menjaga hati agar tidak menampung hal-hal yang najis?

Orang-orang Kristen yang menjadi Kristen karena keturunan sering kali bukanlah orang yang tidak setia dalam ukuran umum. Mereka bisa sangat setia, bahkan fanatik membela kekristenan. Tetapi fanatisme bukanlah kesetiaan sejati yang dikehendaki Tuhan. Kesetiaan sejati hanya dapat lahir dari keputusan pribadi untuk mengikut Yesus dengan segenap hati. Tuhan tidak menghendaki orang yang hanya mewarisi agama, melainkan orang yang dengan sadar memilih untuk menjadi murid Kristus dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.