Skip to content

Memilih Menolak

 

Lebih dari apa pun yang kita upayakan, kita harus menjadi manusia yang melakukan kehendak Allah. Itulah maksud dari firman yang berkata, “Bekerjalah bukan untuk roti yang dapat binasa, melainkan untuk roti yang tidak dapat binasa.” Usahakan supaya kamu tidak binasa. Setan menyesatkan banyak orang. Manusia berjuang keras untuk banyak hal, tetapi tidak mengupayakan hal yang paling penting—bahkan satu-satunya yang terpenting—yaitu kemampuan untuk melakukan kehendak Allah. Dalam kehidupan orang Kristen, jarang sekali ditemukan keyakinan atau optimisme bahwa seseorang benar-benar dapat melakukan kehendak Allah.

Sebaliknya, banyak orang Kristen justru meragukan perkataan Tuhan Yesus, “Kamu harus sempurna seperti Bapamu yang di surga sempurna,” dan juga, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” Rasul Petrus menambahkan, “Kalau kamu memanggil Allah sebagai Bapa, hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia ini, sebab Ia menghakimi orang berdasarkan perbuatannya.” Itulah ukuran kehidupan orang yang memanggil Allah sebagai Bapa. Karena itu, patutlah kita hidup dengan rasa takut dan gentar di hadapan-Nya. Namun mengapa banyak orang gagal?

Pertama, karena banyak orang tidak mengusahakan kesucian—entah karena tidak tahu, atau tidak mau tahu. Mereka menutup mata terhadap kebenaran. Di satu sisi, gereja juga sering kali tidak berbicara keras dan tegas mengenai hal ini.

Kedua, banyak orang salah paham karena menganggap kesucian hanya dapat dicapai nanti di surga, dan kesempurnaan tidak mungkin diraih di dunia ini. Pemahaman ini menyesatkan banyak orang.

Ketiga, ada yang merasa tidak mampu, sehingga menjadi pesimis. Mereka tahu bahwa Tuhan menuntut kesempurnaan, tetapi merasa mustahil untuk mencapainya. Padahal, kita tidak boleh menilai apakah seseorang sudah melakukan kehendak Bapa atau belum, sebab kesempurnaan setiap orang berbeda. Yang diberi banyak akan dituntut banyak.

Setiap orang memiliki persoalan, beban, dan pergumulan yang berbeda-beda. Kesempurnaan berarti lengkap, utuh, lulus, menang. Proses menuju kesempurnaan ini tentu tidak sama bagi setiap individu. Namun kita perlu mengingat bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melebihi kekuatan kita. Masing-masing orang akan diproses untuk terus meningkat menuju kesempurnaan yang dikehendaki Allah.

Keempat, karena trauma akibat kegagalan. Ada orang yang pernah jatuh, kemudian menyerah, dan berkata dalam hatinya, “Aku memang tidak akan pernah bisa sempurna.” Ini adalah pekerjaan kuasa gelap yang menipu manusia, membuatnya kehilangan harapan dan tidak lagi mau memperbarui hidup. Ia terkurung dalam kebodohan dan keputusasaan. Padahal, jika gagal, seharusnya kita bangkit kembali. Jika putus asa, kita tidak akan berlatih, belajar, atau mencoba lagi.

Kelima, ada yang sengaja menolak. Ini yang paling berbahaya. Orang-orang seperti ini memilih untuk tidak melakukan kehendak Allah. Biasanya mereka sudah terikat oleh cinta dunia sehingga tidak lagi memiliki kehendak untuk melakukan kehendak Bapa. Kehendak bebas yang diberikan Tuhan disia-siakan.

Tuhan mengetahui keadaan seperti ini. Maka oleh ilham Roh Kudus, penulis Kitab Ibrani menulis dalam Ibrani 12:3–6: “Ingatlah selalu akan Dia yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya kamu jangan menjadi lemah dan putus asa. Dalam pergumulan kamu melawan dosa, kamu belum sampai mencucurkan darah. Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepadamu seperti kepada anak-anak: Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.”

Jangan putus asa. Standar kita adalah iman yang sempurna. Lihatlah Yesus, yang juga bergumul sampai berdarah-darah, namun Ia menyelesaikannya dan kini duduk di sebelah kanan takhta Allah. Jangan menganggap enteng didikan Tuhan. Artinya, jangan menganggap remeh proses pembentukan yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Sebab melalui didikan itu, kita dikehendaki untuk bertumbuh dan menjadi dewasa, agar kita dapat mengukir sejarah Tuhan dalam kehidupan kita—yaitu ketika perasaan dan pikiran-Nya diterjemahkan melalui diri kita, di tengah berbagai pergumulan dan persoalan hidup yang beraneka ragam. Dan itulah kemuliaan Allah.