Hal yang harus membedakan kita dengan mereka yang bukan orang percaya adalah gaya hidup. Gaya hidup Abraham sangat berbeda dengan manusia di sekitarnya pada zamannya, dan gaya hidup orang Kristen pada abad mula-mula juga begitu berbeda sehingga mereka disebut sebagai orang Kristen. Dengan menerima panggilan sebagai orang beriman, Abraham menghabiskan seluruh hidupnya untuk proyek Tuhan. Namun justru karena itulah ia menjadi bapa orang percaya, sebab hidupnya menjadi pola bagi orang beriman yang benar. Jadi, jika hidup kita belum habis untuk kepercayaan ini, berarti kita belum beriman dengan benar. Pola siapa yang sebenarnya kita ikuti?
Apabila Alkitab mengatakan bahwa seseorang “dibenarkan karena iman” dan hal itu diartikan seakan-akan mempermudah orang untuk diselamatkan, maka pengertian itu keliru. Justru pernyataan itu memperberat jalan keselamatan, sebab keselamatan berarti dikembalikan kepada rancangan semula Allah. Dengan menerima panggilan istimewa dari Tuhan, Abraham harus membayar panggilan itu dengan segenap hidupnya. Hidupnya penuh risiko. Namun sesungguhnya, adakah hidup yang tanpa risiko? Semua hidup pasti berisiko. Pertanyaannya sekarang: risiko yang mana yang kita pilih untuk kita pikul?
Coba kita renungkan. Orang-orang di Ur Kasdim pada waktu itu yang tidak mengikuti jejak Abraham juga memiliki risiko. Demikian pula kehidupan manusia hari ini. Apakah seseorang mau mengikuti panggilan Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh atau tidak, keduanya sama-sama berisiko. Karena itu, sungguh bodoh jika seseorang tidak mau all out bagi Tuhan. Jika kita memilih Tuhan, kita tidak boleh memilih dunia—sama sekali tidak. Ketika kita memilih Tuhan, maka studi, bisnis, karier, dan apa pun yang kita lakukan haruslah menjadi sarana untuk menunjang pergumulan kita mengenal Tuhan secara kognitif, mengerti kehendak-Nya, dan melakukan kehendak-Nya. Akhirnya, kita akan mengabdi kepada-Nya dengan segenap hidup tanpa batas. Itulah arti sebenarnya dari memilih Tuhan, namun sayangnya, hal seperti ini amat langka.
Sebelum terlambat, kita harus sadar bahwa hidup ini memang berisiko. Apakah kita mau menjadi Kristen yang sungguh-sungguh atau tidak, tetap berisiko. Maka, mengapa kita tidak memilih Tuhan dengan segala risikonya? Jika seseorang telah menemukan Allah yang dahsyat, ia pasti berhenti dari segala keinginan duniawi, atau setidaknya lebih mudah melepaskan keinginan itu. Jagat raya yang tak terbatas ini diciptakan oleh Bapa. Bapa menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya—lalu, apa lagi yang kita cari? Kedahsyatan Allah itu luar biasa. Karena itu, jika kita mau mengikut Tuhan, hendaknya dengan sungguh-sungguh; kalau tidak, lebih baik tidak usah sama sekali.
Jadi, mengapa kita tidak memilih dan berani mengambil risiko untuk hidup beriman kepada Tuhan Yesus secara benar? Kini kita berhadapan dengan Tuhan Yesus yang memanggil kita, “Ikutlah Aku!” Apakah kita mau seperti Abraham yang menuruti panggilan-Nya? Kita telah banyak melakukan kesalahan. Selama ini kita hanya beragama; sebaik-baiknya hidup kita, kita baru menjadi orang baik. Tetapi jika hanya menjadi orang baik, banyak orang non-Kristen yang juga baik, bahkan sangat baik. Target kita bukan sekadar menjadi orang baik, melainkan mengenakan kodrat ilahi. Karena itu, kita harus mengikut Tuhan sepenuhnya, apa pun risikonya.
Roma 8:17–18 mengatakan: “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”
Jadi, sebesar apa pun risiko dari kehidupan seorang yang beriman, tidak ada artinya dibanding kemuliaan yang akan diperoleh ketika perjalanan hidupnya berakhir. Seberat apa pun masalah kita, jangan tenggelam; sejahat apa pun musuh yang memusuhi kita, jangan membenci. Mari kita berubah dan membenahi hidup kita. Sebab banyak di antara kita yang akan dipakai Tuhan kelak menjadi orang-orang penting-Nya di dalam Kerajaan Surga.