Seharusnya kita tidak perlu menjadi orang yang gagal hidup, menderita, atau kecewa terlebih dahulu baru meninggalkan dunia. Tidak harus begitu—bahkan jangan. Mengapa harus menunggu penderitaan dulu baru sungguh-sungguh mencari Tuhan? Itu berbahaya, sebab korbannya bisa terlalu besar.
Lebih baik kita tetap sehat dan berkecukupan, tetapi benar-benar meninggalkan dunia, lalu melayani sesama agar mereka juga dibawa kepada langit baru dan bumi baru. Yesus berkata: “Orang kaya sukar masuk Kerajaan Surga.” Sukar bukan berarti mustahil. Namun memang orang yang masih memiliki banyak harapan dan keterikatan pada dunia, akan sulit masuk surga. Jangan salah paham: bukan berarti orang miskin otomatis lebih mudah masuk surga. Tidak juga. Sebab orang miskin yang serakah dan ingin kaya pun tidak akan masuk surga.
Sejatinya, ada kekosongan dalam jiwa manusia yang hanya bisa diisi oleh Sang Pencipta. Karena itu, jangan biarkan kekayaan dan kesenangan dunia mengisi kekosongan itu. Jika hati kita dipenuhi dunia, kita akan merasa cukup tanpa Tuhan. Jiwa kita menjadi tumpul, cita rasa kita terarah kepada dunia, sampai tidak bisa diperbaiki lagi.
Ironisnya, banyak orang Kristen—termasuk pendeta, aktivis, atau pelayan—tidak sungguh-sungguh memedulikan hal-hal rohani, walaupun rajin ke gereja. Mereka lebih sibuk mempersoalkan perkara duniawi. Dari luar, mereka tampak seolah-olah rohani, tetapi hati mereka sudah dicengkeram percintaan dunia. Bahkan pelayanan pun bisa menjadi “kesenangan duniawi”: sarana untuk memperoleh nilai diri, menyibukkan diri, atau mencari pertolongan Tuhan semata.
Namun sejatinya, mereka belum meninggalkan dunia. Orang-orang seperti ini tidak layak melayani Tuhan, sebab masih memandang rendah Allah. Yang mereka hormati sebenarnya bukan Tuhan, melainkan kekayaan dunia. Akhirnya, hidup mereka tidak mengubahkan siapa pun. Bagaimana mungkin mengajak orang lain meninggalkan dunia, sementara dirinya sendiri masih terikat?
Memiliki rumah tidak salah. Tetapi jika berpikir bahwa rumah itu membuat hidup lebih lengkap, berarti kita belum menghormati Tuhan. Inilah tanda orang yang belum meninggalkan dunia. Sia-sia memuji dan menyembah Tuhan bila hati masih melekat pada dunia. Kehidupan seperti itu hanyalah kehidupan wajar, sama seperti anak-anak dunia lainnya. Mereka tidak bersedia meninggalkan dunia, sebab sudah nyaman dengan dunia yang menjadi “kerajaannya” sendiri.
Itulah sebabnya di GSKI kita diajar untuk memberikan segenap hidup, sebab seluruh hidup kita memang milik Tuhan. Kita patut bersyukur karena Tuhan berkenan membuka pikiran kita akan hal ini. Sekarang kita harus menetapkan hati untuk benar-benar meninggalkan dunia. Jika sampai kita tidak rindu bertemu Tuhan, kita harus menegur diri sendiri. Itu adalah sinyal bahwa hati kita sedang mulai tertarik kepada dunia. Kalau kita tidak merindukan perjumpaan dengan Yesus, pasti ada yang salah dalam hidup kita. Bersyukurlah, bila melalui pengalaman pahit kita justru diajar Tuhan untuk memiliki kehidupan yang indah: kehidupan yang meninggalkan dunia.
Jangan sampai kita meninggal dunia, tetapi belum meninggalkan dunia. Tuhan akan memperkarakan spirit atau gairah apa yang menguasai hidup kita. Pada akhirnya, setiap orang hanya memiliki dua kemungkinan: apakah gairah hidupnya makin tertuju kepada Tuhan, atau makin terikat kepada dunia. Spirit dunia membawa kepada kebinasaan. Spirit seseorang tidak terbentuk dalam sehari, melainkan melalui perjalanan panjang sejak kecil. Bila sejak kanak-kanak seseorang lebih banyak diasup hal-hal duniawi, maka jiwanya pun akan bercorak dunia. Banyak orang, khususnya kaum wanita, tanpa sadar telah terikat dengan asupan dunia yang memperkuat gairah duniawi.
Karena itu, sekarang kita harus belajar kebenaran firman Tuhan, supaya arah hidup kita tertuju kepada Kerajaan Allah. Sebab orang yang hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsunya dan mengikatkan diri kepada dunia, pada akhirnya membinasakan dirinya sendiri.