Skip to content

Menoreh Jejak Anak-anak Allah

 

Banyak pelayan Tuhan berhasrat mengembangkan gereja yang dipimpinnya agar bertambah besar, jumlah jemaat meningkat, serta menyelenggarakan berbagai acara yang menarik. Semua itu dianggap sebagai prestise, bahkan bisa menjadi sumber nafkah. Namun setelah Tuhan menyingkapkan begitu banyak kebenaran firman, kita mengerti bahwa yang terpenting adalah bagaimana setiap individu mengalami perubahan hidup. Allah kita besar, Allah kita dahsyat, Allah kita luar biasa. Maka kehidupan kita sebagai anak-anak Bapa tidak cukup hanya disejajarkan dengan kehidupan orang beragama yang baik manapun, tapi harus diimbangi dengan kehidupan yang menyukakan hati Bapa, dan standarnya itu adalah Yesus Kristus.

Karena itu kita harus mengubah kodrat dari kodrat manusia menjadi kodrat ilahi. Memang ini bukan perkara mudah dan tidak ada cara cepat, tetapi bergantung pada bagaimana kita mengisi hidup kita. Jika hari-hari kita hanya diisi dengan menjalani hidup sebagaimana orang lain menjalaninya, maka kita pasti menyesal. Sebab kita akan pulang ke rumah kekekalan dalam keadaan miskin: tidak membawa selembar benang, tidak membawa selembar rupiah, tidak membawa kebesaran apa pun. Tetapi jika kita belajar mengenakan hidup seorang anak Allah, maka kita menorehkan jejak anak Allah dalam hidup kita. Seperti Tuhan Yesus menorehkan jejak-Nya dalam Alkitab, demikian pula kita menorehkan jejak anak-anak Allah dalam Kitab Kehidupan Anak Domba.

Jangan main-main dengan hidup ini. Dalam Galatia 2:20, firman Tuhan berkata: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku…” Jika kita sudah ditebus oleh Tuhan Yesus, maka hidup kita bukan milik kita lagi. Bila kita masih menganggap hidup kita milik kita sendiri, berarti kita menolak penebusan itu. Jangan keraskan hati. Jangan keras kepala. Jangan sombong. Apa implikasinya? Hidup kita harus diambil alih oleh Tuhan. Ini bukan soal uang, bukan soal status full-timer atau pendeta. Ini soal bagaimana hidup kita dijalani sepenuhnya dalam penurutan kepada kehendak-Nya. Yang kita kenakan bukanlah pribadi Yesus secara harfiah—sebab kita tidak mungkin memiliki dua pribadi—melainkan spirit-Nya, gairah-Nya. Karena itu jangan mengenakan gairah bangsa Israel atau gairah siapa pun, melainkan telitilah bagaimana kehidupan Yesus. Apa yang Dia ajarkan, itulah yang harus kita kenakan dalam hidup kita. Dan setiap kita yang sungguh-sungguh akan dipimpin oleh Roh Kudus untuk itu.

Paulus melanjutkan: “..Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah …” Iman di sini berarti penurutan kepada Anak Allah, bukan sekadar percaya secara nalar. Jangan mengira bahwa dengan mengaku Yesus sebagai Juru Selamat kita otomatis sudah beriman. Itu belum. Harus ada isi dari pengakuan iman kita, dan isinya adalah ketaatan kepada kehendak-Nya. Yakobus 2 menegaskan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati, sama seperti tubuh tanpa roh. Lihatlah Abraham. Ia berkata percaya kepada Elohim Yahweh, tetapi buktinya hidupnya disita sepenuhnya oleh ketaatannya untuk melakukan kehendak Allah. Itulah iman sejati: penurutan terhadap kehendak-Nya.

Kemudian, “… yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menebus kita, sehingga kita bukan milik kita lagi. Tetapi ego kita—keakuan kita—begitu kuat. Monster dalam diri kita ingin tetap hidup, ingin menjadi raja. Karena itu kita harus menundukkan diri di bawah kaki Tuhan, tunduk kepada kehendak-Nya, hidup dalam penurutan. Artinya, kita menjalani hidup seperti yang Yesus jalani. Ini lebih dari sekadar menjadi orang baik yang tidak melanggar hukum. Dalam segala hal yang kita lakukan, kita harus menyukakan hati Bapa. Dan bila kita bisa menyukakan hati Bapa di setiap menit, di setiap langkah, itu adalah hal yang luar biasa.

Jangan menghindari panggilan ini. Di potongan umur yang singkat dan hanya sekali ini, mari kita berjuang agar setiap langkah hidup benar-benar menyukakan hati Bapa—seperti yang telah dilakukan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus.