Jika kita masih menikmati tontonan-tontonan tertentu yang dianggap wajar, kita perlu waspada — karena Iblis bekerja dengan sangat cerdik melalui berbagai celah. Banyak hal yang ditawarkan oleh dunia adalah distraksi yang merusak, yang secara halus namun konsisten menggerus kemurnian iman kita tanpa kita sadari. Namun, kalau kita memiliki persekutuan dan perjumpaan dengan Tuhan, makin hari kita akan semakin peka melihat gerakan, manuver kuasa kegelapan itu.
Kita harus berani merenungkan: “Seandainya Yesus hidup di zaman ini, apa yang akan Dia lakukan?” Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan sederhana, melainkan pertanyaan yang membuka pintu bagi bimbingan Roh Kudus. Bayangkan jika Yesus hidup sebagai kita — sebagai seorang pengusaha, pendidik, ibu rumah tangga, atau pelayan jemaat — bagaimana Ia akan bertindak, berbicara, memilih, dan memutuskan sesuatu? Iblis tidak merasa terancam oleh orang Kristen yang hidup wajar-wajar saja, tapi Iblis merasa terancam kalau ada orang Kristen yang militansinya tinggi dan melahirkan “kristus-kristus,” artinya orang-orang yang bisa berkata, “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.”
Sudah terlalu lama, banyak orang Kristen hidup dalam kompromi. Mereka tidak memiliki positioning yang jelas menurut Standar Kerajaan Allah (SKA). Kita harus memahami seperti apa SKA itu, dan itu dimulai dari kehidupan sehari-hari, menit demi menit, dengan terus bersedia naik ke atas mezbah — dikorbankan demi kemuliaan Allah. Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati agar bisa menghasilkan buah, demikianlah kita harus rela untuk selalu berubah dan diperbarui.
Ingat, kita dikepung oleh kuasa kegelapan. Iblis bukan makhluk yang bodoh. Ia memiliki pengalaman ribuan tahun dalam menggoda manusia. Ia mengenal kelemahan dan luka batin kita, mengenali masa lalu dan titik lemah yang kita miliki. Tanpa pertolongan Tuhan, kita tidak akan sanggup bertahan.
Karena itu, bayangkanlah diri kita menjadi orang saleh. Seperti atlet yang membayangkan berdiri di podium juara, atau musisi yang membayangkan mengalunkan melodi indah, bayangkan kita hidup sebagai orang kudus Tuhan, yang keharuman hidupnya dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Imajinasikanlah hidup yang serupa dengan Kristus — tanpa cacat dan cela, penuh kasih dan kebenaran — yang menyenangkan hati Bapa dan mendatangkan sukacita bagi surga.
Di tengah gempuran dunia yang mencemari pikiran, membentuk kebiasaan buruk, dan membangun sistem nilai yang bertentangan dengan Kerajaan Allah, kita memilih untuk mengasingkan diri dari dunia. Kita mengasingkan diri bukan dalam arti literal, tetapi secara mental, emosional, dan spiritual — dengan tidak membiarkan dunia membentuk cara berpikir dan hidup kita.
Roh Kudus akan menolong kita. Ia akan memampukan kita untuk melarikan diri dari situasi yang rawan, krisis, dan mengancam kemurnian iman. Ketika kita berseru, “Tuhan, aku perlu Engkau. Aku tidak dapat hidup tanpa-Mu,” itu keluar bukan karena kita sedang di-bully, difitnah orang atau ada dalam masalah berat. Dunia berusaha mewarnai kita agar kita serupa dengannya — bukan serupa dengan Yesus. Dan ini bisa masuk melalui lagu, tontonan, pergaulan, iklan, dan berbagai aspek kehidupan modern yang tampak sepele namun menyusupkan nilai-nilai duniawi secara halus.
Namun kita memilih menjadi orang saleh — menjadi kesenangan hati Allah, menjadi saluran berkat bagi sesama, dan mendatangkan senyum di wajah Bapa. Kita hidup menit demi menit dalam kesadaran akan hadirat-Nya. Dan ketika saatnya tiba kita dipanggil pulang, malaikat akan menjemput kita untuk dibawa ke Rumah Bapa. Maka mulailah dari sekarang.