Skip to content

Hidup yang Menjadi Berkat

 

Menjadi berkat bagi orang lain harus menjadi irama tetap dalam hidup kita — sesuatu yang mengalir secara alami, baik kita sadari maupun tidak. Hidup kita seharusnya membuat orang lain merasakan dan menerima kebaikan Tuhan. Hal ini dimulai dari orang-orang terdekat: pasangan hidup, anak, orang tua, keluarga, asisten rumah tangga, sopir, rekan kerja, atasan, maupun kolega bisnis. Di mana pun kita berada, Tuhan ingin menggunakan kita sebagai saluran berkat bagi mereka yang kita jumpai.

Memberkati orang lain tidak harus dalam bentuk materi atau uang. Ucapan, sapaan, sikap, dan tindakan kita dapat membuat orang merasakan kebaikan Tuhan. Tidak ada satu pun kata — baik dalam percakapan langsung, pesan singkat, atau tulisan di media digital — yang seharusnya melukai sesama. Mari kita minta pertolongan Tuhan agar hidup kita sungguh menjadi saluran berkat.

Untuk itu, kita harus dipenuhi oleh Allah. Kita perlu terus belajar firman, menyucikan pikiran dan hati, serta berdoa dengan sungguh-sungguh agar Allah berdiam dalam kita. Sayangnya, tidak sedikit orang Kristen yang justru menjadi penghambat berkat bagi orang lain. Tuhan ingin memberkati orang-orang di sekitar kita, tetapi kita menutup saluran itu dengan hidup yang dipenuhi emosi, dendam, kebencian, pikiran cabul, kesombongan, dan kecintaan terhadap kemewahan dunia.

Ketika kita sibuk menikmati dosa dan kesenangan dunia, berkat Tuhan tidak bisa mengalir lewat hidup kita. Orang-orang yang seharusnya diberkati melalui keberadaan kita tidak merasakannya. Karena itu, jagalah perkataan dan sikap kita agar tidak melukai, tetapi justru meneduhkan dan mengarahkan orang kepada Kerajaan Allah. Kita harus menjadi perekat kasih, penyalur belas kasihan, penghibur, dan bahkan pembagi roti bagi sesama.

Kita belajar dari Yesus, Tuhan dan Juru Selamat kita — menjadi anggur yang tercurah, roti yang terpecah. Jika kita mengakui Yesus sebagai Tuhan, kita harus menaati dan menuruti kehendak-Nya. Jika kita mengakui-Nya sebagai Juru Selamat, maka hidup kita harus memperagakan kehidupan-Nya. Sebab keselamatan berarti dikembalikan kepada rancangan Allah yang semula.

Mengakui Yesus sebagai Juru Selamat berarti kita bersedia menjalani proses pembaruan terus-menerus agar semakin segambar dan serupa dengan Allah. Hanya manusia yang sesuai dengan rancangan Allah — yang memiliki kodrat ilahi — yang mampu memancarkan kemuliaan-Nya dan membagikan pikiran serta perasaan Allah kepada orang lain. Kita harus belajar dengan sungguh-sungguh. Banyak dari kita tertinggal, padahal seharusnya kita sudah lebih sempurna hari ini. Kita seharusnya sudah makin segambar dan serupa dengan Allah, tetapi karena terlalu banyak waktu terbuang sia-sia, pembentukan kita menjadi lambat. Namun sekarang, marilah kita mulai serius belajar untuk menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan-Nya.