Tujuan kita menjadi orang Kristen adalah agar kita menjadi manusia baru di dalam Tuhan. Bukan hanya menjadi anggota gereja tertentu. Bukan hanya, dulu agamanya A sekarang ikut agama Kristen. Tentu tidak cukup demikian. Bahkan, tidak cukup walau dinilai baik menurut kacamata manusia, tetapi sebenarnya kita ini bobrok, hanya tidak ketahuan saja. Dulu main judi, sekarang tidak main judi. Dulu diam-diam selingkuh, berzina, sekarang tidak. Tidak cukup sampai di situ. Manusia baru itu tentu harus berproses tiada henti. Jadi terus berproses, tidak boleh berhenti; harus di-upgrade terus.
Paulus menulis, “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” Mari kita melihat dengan iman istilah “apa yang tidak kelihatan” yang dimaksud oleh Paulus. Yang tidak kelihatan adalah Kerajaan Surga. Ironis, banyak gereja dan persekutuan Kristen yang tidak mengajak jemaat melihat “yang tidak kelihatan” itu. Sebaliknya, yang diperhatikan hanya kehidupan hari ini yaitu di bumi saja. Bagaimana rezeki lancar, sukses dalam studi dan kariernya, kebutuhan terpenuhi, punya berbagai fasilitas. Memang hal itu tidak salah, karena kita memang harus memperhatikan itu. Namun, itu semua bukan tujuan yang benar dalam iman kekristenan.
Ada yang tidak kelihatan, yaitu Kerajaan Surga. Di mana, Tuhan akan bertakhta sebagai Raja. Sekarang memang tidak kelihatan, tetapi tempat itu sungguh-sungguh ada. Tergantung kita yang mau percaya atau tidak. Sebagian kita yang telah mengalami perjalanan panjang hidup ini, pasti mengalami Tuhan. Apalagi orang yang rajin berdoa. Ada suasana-suasana tertentu, pengalaman-pengalaman tertentu yang bersifat luar biasa, spektakuler. Allah itu ada dan nyata, tetapi Ia tidak murahan, maka Dia tidak bisa dialami oleh sembarang orang. Kalau kita memperhatikan hal-hal yang tidak kelihatan, punya tujuan hidup di kekekalan, hidup kita pasti berubah.
Maka, mau tidak mau kita harus di-upgrade untuk menjadi lebih benar, lebih rendah hati, lebih suci, sabar, lebih mengerti orang lain, dan lebih mengampuni. Hal itu tidak pernah berhenti sampai kita meninggal dunia. Makanya di dalam 2 Korintus 4:16 dikatakan, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” Secara lahiriah memang sudah tidak secantik dulu, tetapi belas kasihannya untuk sesama semakin besar. Nah, orang-orang seperti ini yang layak untuk masuk surga. Jadi, yang penting bagi kita adalah hari ke hari bisa dilewati, bisa makan-minum, dan hati kita tidak terikat dunia.
Hal ini tidak main-main dan bukan hanya untuk orang tua, tetapi untuk orang muda juga. Sebab kita pasti mati. Jadi kita mestinya siap-siap. Kapanpun kita meninggal, kita memiliki kepastian diterima di Rumah Bapa. Lebih baik kita takut sekarang, tetapi berubah menjadi benar daripada kita tidak pernah takut sehingga kita hidup sembarangan. Kita harus mau belajar untuk mengerti, percaya, dan menerima realitas bahwa ada kehidupan yang akan datang. Di luar sana, orang tidak memikirkan kekekalan. Namun, jangan sampai kita terbawa arus mereka. Ingat, jangan sampai ketika berada di ujung maut kita bingung: “Aduh, aku diterima gak ya?”
Di dalam kekristenan, kita diajar bukan untuk ragu-ragu, spekulasi, untung-untungan. Keselamatan adalah sebuah kepastian. Namun, bagaimana cara kita memastikannya? Keselamatan menjadi milik yang pasti apabila setiap hari kita lulus ujian. Kalau tes harian kita sudah jelek, mana mungkin bisa masuk surga? Tersinggung sedikit, langsung marah. Kita kalah. Tetangga cerewet, kita ikut cerewet; dia menjahati kita, kita lawan. Kita kalah lagi. Maka, kita harus selalu bersedia di-upgrade. Pasti kita tidak bisa membayangkan apa yang Tuhan sediakan untuk kita.
Maka, jangan takut, jangan kita khawatir akan hari esok. Kalau kita jadi kekasih Tuhan, jadi biji mata-Nya, tidak ada yang bisa lawan kita. Memang kelihatannya, kita seperti tidak maju dibanding yang lain, tidak istimewa. Misalnya, sebagai seorang istri, kita mengalah ketika suami kasar. Kita diam, teraniaya tidak apa, karena hidup di bumi ini tidak lama. Kebesaran jiwa kita, indah dan berharga di mata Tuhan. Ini praktik hidup yang konkret untuk menjadi manusia yang unggul. Kalau kemarin kita gagal sabar, sekarang kita harus upgrade untuk bisa sabar. Kalau kemarin kita berbuat dosa, hari ini kita berkomitmen berhenti berbuat dosa karena demi kekekalan.
Kalau kita memperhatikan hal-hal yang tidak kelihatan, punya tujuan hidup di kekekalan, hidup kita pasti berubah.