Skip to content

Yang Terhilang

Ciri atau standar dari orang yang terhilang, bukan hanya tidak ke gereja atau hidup dalam perbuatan-perbuatan yang melanggar moral. Sebenarnya, standar yang benar atas orang yang terhilang adalah ketika orang tersebut tidak hidup menurut kehendak Allah. Maka, di dalam konteks Kristen, konteks anak-anak Allah, walaupun dia orang yang bermartabat baik, santun, tetapi kalau dia tidak berjalan sepikiran dan seperasaan dengan Tuhan, berarti dia terhilang. Sebab, standarnya adalah sepikiran dan seperasaan dengan Tuhan. Ini tidak berlebihan, karena Tuhan Yesus berbicara kepada kita: “Kamu harus sempurna seperti Bapa.” Jadi, tidak boleh meleset. 

Sempurna seperti Bapa bukan bermaksud kita mau menyaingi Bapa yang adalah Allah, tetapi segala sesuatu yang kita pikirkan, renungkan, ucapkan, dan putuskan harus selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dengan kalimat lain, kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus, seperti yang dikatakan dalam Filipi 2:5-7, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Ingat, ciri orang yang tidak terhilang adalah dia tahu ke mana dia pulang dan merindukan rumah. Ironis, sedikit sekali orang Kristen yang bergumul untuk memiliki kehidupan yang sepikiran dan seperasaan dengan Allah, karena menganggap itu bukan hal penting; dianggap murahan atau dianggap sukar. 

Siapa yang mau mengikuti hal ini? Seperti barang; sudah mahal, tidak jelas kegunaannya, maka pasti tidak akan diminati. Namun, kalau barang itu dipandang berguna dan berharga, mahal pun dibeli. Apa pun dipertaruhkan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa kesehatan adalah harta termahal. Maka, berapa pun anggaran yang harus dianggarkan—biaya menjauhi kematian—orang berani pertaruhkan. Berbeda halnya kalau sesuatu sudah tidak dipandang berharga, murah pun tidak dibeli; bahkan diberi gratis pun tidak diterima. Apalagi mahal. 

Pertanyaannya, “Hidup sepikiran dan seperasaan dengan Allah, sempurna seperti Bapa, hidup dalam kekudusan dan kesucian,” apakah kita pandang berharga? Apakah kita pandang penting? Kalau kita pandang penting dan berharga, maka seharusnya berapa pun kita bayar, bagaimana pun kita usahakan. Sadarkah kita bahwa ketika kita memandang kesucian bukan hal yang berharga, sejatinya kita melecehkan dan merendahkan Allah? Kesucian itu martabat Tuhan. Jadi, kalau kita tidak memandang kesucian itu berharga dan mahal, berarti kita tidak menghormati Tuhan. Jadi, jangan berharap dihormati Tuhan, kalau kita tidak menghormati Dia. 

Orang yang tidak menghormati Tuhan akan dibuang menjadi sampah abadi, jadi kayu di api kekal. Sebagian kita adalah orang-orang yang hidupnya tidak bersih, tetapi merasa aman dan nyaman. Walaupun rajin ke gereja setiap hari, tetapi kalau hidup kita tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, kita terhilang. Kalau kita tidak hidup dalam kekudusan Allah, kita terhilang dan bukan orang terhormat. Kalau sekarang masih dipandang terhormat, karena masih ada kesempatan bagi kita untuk jadi terhormat. Ciri dari orang terhilang sangat jelas, yaitu ia tidak tahu pulang ke mana. Gejala orang yang tidak tahu pulang ke mana adalah tidak ingin pulang

Bandingkan dengan Paulus yang mengatakan, “Mati adalah keuntungan. Kalau aku disuruh memilih, aku memilih bersama Tuhan.” Kematian seharusnya menjadi momentum yang ditunggu, tetapi dalam kehidupan manusia pada umumnya, itu justru merupakan hantu yang menakutkan. Termasuk bagi orang-orang Kristen yang terhilang. Kalau kita bicara mengenai hari depan, itu adalah hari depan di balik kubur; after the grave, bukan before the grave. Jangan sampai kita ditipu manusia lama kita yang di dalamnya Iblis berpangkalan. Jadi, setelah membaca renungan ini, kita bisa berkata, “Benar juga, ya.” Tetapi besok, lenyap. Atmosfer dari kebenaran yang menusuk hati, hilang. Kita kembali kepada tekukan, kebiasaan lama, karena kita tidak menyimpannya dalam hati. 

Jadi, kalau Tuhan berkata, “Pikirkan perkara yang di atas,” itu maksudnya di kekekalan, bukan yang ada di bumi. Karena dari kecil memang dilingkupi atmosfer suasana dunia dan kondisinya, manusia hanya dibawa kepada atmosfer berpikir duniawi ini, sehingga tidak pernah bisa melintas batas. Ingat, dunia kita ini suatu hari akan menjadi lautan api. Kita tidak tahu sampai kapan rentang waktu yang tersisa. Peta hari esok kita, ditentukan oleh apa yang kita lakukan hari ini. Setan menipu dengan mengatakan, “Itu kan nanti, kita masih di bumi. Realistislah.” Justru yang realistis itu proyeksinya di kekekalan. Kalau proyeksi kita hanya dunia hari ini, kita tidak realistis. Pada waktu kita mati, kita tidak membawa apa-apa, dan kita menghadapi kekekalan. Pikirkan itu!

Ciri dari orang terhilang sangat jelas, yaitu ia tidak tahu pulang ke manaGejala orang yang tidak tahu pulang ke mana adalah tidak ingin pulang.