Skip to content

Untuk Kekekalan

Sejatinya, Tuhan sungguh menginginkan agar keadaan kita baik-baik, karena Allah adalah Allah yang baik dan Dia menghendaki supaya keadaan kita baik-baik. Namun, kita juga harus mau memahami dan mengerti, apa dan bagaimana baik menurut pandangan Tuhan. Kadang dari sudut pandang kita, Tuhan itu seakan-akan berubah, tetapi sebenarnya tidak. Seperti seorang anak kecil yang memandang bahwa yang baik itu gulali, permen, coklat, dan mainan. Pasti orang tua akan memberikan apa yang anak-anak pandang baik dan yang dirasa sebagai kebutuhan yang dapat menyenangkan hatinya. Namun, orang tua yang baik, tentu tidak akan bersikap terus-menerus begitu. 

Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia anak, maka orang tua bisa mulai berubah. Di sini bukan berarti orang tua tidak konsisten, tetapi orang tua pasti memiliki tatanan dan kebijaksanaan. Sebenarnya, perubahan orang tua itu demi kebaikan anak, bukan demi selera orang tua. Lalu, kalau anak itu sudah mulai usia remaja, orang tua bisa berubah lagi. Yang tadinya boleh main-main, sekarang tidak boleh main-main dengan sesuka hatinya. Apalagi kalau orang tua memiliki bisnis atau usaha yang anak-anak harus terlibat, maka anak-anak tentu harus mulai membantu orang tua. 

Demikian pula dengan kehidupan kita dalam kekristenan. Ketika seseorang baru menjadi Kristen, bicaranya selalu mukjizat, keajaiban-keajaiban Tuhan, serta pertolongan Tuhan dalam hidupnya yang menakjubkan, dan mereka menilai kebaikan Tuhan dari pengalaman hidup itu. Namun, setelah dipandang Tuhan harus akil balik, Tuhan tidak akan dengan mudah menjawab doa. Kadang-kadang Tuhan membiarkan orang Kristen tersebut berlarut-larut dalam persoalan hidup, dalam pergumulan, dalam kebutuhan. Ketika mereka berdoa, Tuhan juga tidak kunjung menjawab. Tuhan mulai membawa orang Kristen tersebut kepada keadaan hidup di mana dia harus melewati hari-hari yang tidak menyenangkan, keadaan yang tidak nyaman, bahkan penderitaan. 

Namun, ternyata itu yang baik. Sebab Tuhan memberikan yang baik kepada orang-orang yang dikasihi-Nya dari perspektif Allah, bukan dari perspektif kita. Maka, kita harus memahami hal itu dengan benar. Kita tidak boleh memandang satu kasus dari perspektif kita; harus dari perspektif Tuhan. Kita harus mengerti apa yang dipandang baik menurut Tuhan, bukan menurut kita. Firman Tuhan mengatakan, “Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” 

Percayalah, Tuhan tidak pernah bertindak tanpa rencana, sebaliknya, Ia bertindak dengan suatu maksud; ada tujuan ilahi. Kita bersyukur memiliki Allah seperti ini. Ini sebenarnya luar biasa. Kalau kita melihat penyembahan dalam agama-agama primitif, yang mereka persoalkan adalah jalan keluar dari persoalan hidup yang mereka hadapi sekarang ini di bumi. Sakit, lalu datang kepada sesembahannya minta kesembuhan. Mengalami paceklik, tidak ada hujan panjang, minta kepada sesembahannya agar hujan panjang dan panen yang baik. Bangsa Israel pun masih memiliki pola mirip itu. Sebab, mereka memiliki orientasi berpikir masih kepada berkat jasmani atau berkat fisik. Namun, bagi umat Perjanjian Baru adalah umat yang memang didesain untuk mewarisi dunia yang akan datang; langit baru bumi baru. 

Allah merancang keadaan baik untuk kekekalan, bukan hanya sekadar hari ini, kebutuhan terpenuhi, dan tubuh sehat. Namun, bagaimana umat pilihan yang sangat dikasihi oleh Tuhan itu memiliki masa depan yang penuh harapan. Jadi apa yang kita alami, itu bukan sesuatu yang tidak bernilai, karena di sana pasti ada rancangan ilahi. Ingat, tidak ada sesuatu yang terjadi di luar rancangan Allah, bagi orang yang mengasihi Tuhan. Memang, di sini kita melihat kenyataan adanya orang-orang Kristen yang mengalami keadaan sulit dan menilainya sebagai sebuah kecelakaan. Padahal itu pasti ada di dalam bingkai Allah, tentu bukan rancangan kecelakaan melainkan rancangan damai sejahtera. Tentu damai sejahtera, yang pertama, tidak boleh dilihat dari versi dunia. Yang kedua, damai sejahtera ini bukan sementara, melainkan untuk kehidupan yang akan datang. 

Jadi, sekarang kita harus serius berusaha untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki di balik semua ini. Tanpa bertanya kepada Tuhan, tanpa datang kepada Tuhan, tanpa memperkarakan kepada Tuhan dalam doa, duduk diam di kaki Tuhan, kita tidak akan pernah menemukan jawabannya. Jadi, harus ada momentum di mana kita ada di hadirat Tuhan untuk memperkarakan atau mempersoalkan perjalanan hidup yang sedang kita jalani. 

Allah merancang keadaan baik untuk kekekalan.