Mari kita sungguh-sungguh mempersoalkan apa sebenarnya inti dan tujuan hidup kekristenan kita ini? Kedengarannya hal ini sudah sangat populer, dan rasa-rasanya kita mau menoleh ke belakang dan beranjak dari pengajaran dasar atau pengajaran mula-mula. Tetapi, inilah yang harus terus diingatkan kepada kita semua, supaya kita masing-masing tetap berjuang untuk mewujudkan maksud atau tujuan keselamatan itu, dalam hal ini secara pribadi/individu. Tetapi secara komunitas—yaitu gereja sebagai representatif atau perwakilan Tuhan untuk menjalankan pelayanannya—harus melayani dengan dan terus ada di dalam di jalur maksud tujuan kekristenan tersebut. Jangan sampai menyimpang. Kekristenan bukan agama semata-mata, melainkan jalan hidup. Bagaimana jalan hidup ini tetap dikenakan, semakin berkualitas tinggi atau semakin tepat sesuai dengan kehendak Allah, dan gereja benar-benar menggerakkan semua kegiatan untuk maksud tujuan kekristenan itu supaya semua kita, baik para hamba Tuhan, aktivis, majelis gereja, dan jemaat, hidup sesuai dengan maksud tujuan kekristenan itu diadakan atau maksud tujuan keselamatan itu diberikan.
Orang yang tidak memahami hal ini, seperti seseorang yang mengadakan perjalanan tanpa tujuan. Jika orang tidak memahami inti dan tujuan hidup kekristenan atau pernah memahami tetapi tidak tetap hidup sesuai dengan maksud keselamatan itu diberikan, berarti hidup di dalam kesesatan. Seorang yang berkelas rasul seperti Paulus berkata dalam 1 Korintus 9:26-27, “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” Memang di ayat-ayat sebelumnya Paulus berkata, “aku menjadi seperti orang Yahudi bagi orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat.” Memang di ayat 19 Paulus berusaha untuk menjadi hamba dari semua orang, “Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang,” dalam konteks supaya ia bisa diterima semua orang untuk memberitakan jalan keselamatan.
Namun di ayat ke-23, Paulus menjelaskan alasannya, “Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian di dalamnya.” Selanjutnya di ayat 24, ia bicara mengenai seorang atlet dalam gelanggang pertandingan. Semua turut berlari, tetapi hanya satu orang saja yang mendapat hadiah. Maksudnya adalah kompetisi yang begitu berat. Dan ayat 25 lebih tegas lagi berbicara mengenai mahkota abadi. Sudah tidak lagi bicara mengenai diterima atau tidaknya oleh orang. Ia bahkan tidak peduli diterima rasul-rasul atau tidak. Paulus tidak peduli ada saudara-saudara palsu yang tidak menerima dia. Tetapi yang ia perhatikan ialah agar jangan sampai ia ditolak oleh Allah. Memang kenyataannya, hari ini banyak orang Kristen yang sebenarnya hidup di dalam kesesatan tanpa mereka sadari. Betapa celakanya kalau gereja yang mestinya sebagai perwakilan Tuhan, juga menjadi sesat karena tidak mengerti inti dan tujuan hidup kekristenan. Begitu banyak kegiatan, tetapi tidak mengarahkan umat untuk hidup sesuai dengan tujuan keselamatan diberikan.
Allah Bapa, Elohim Yahweh, Allah Israel, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub; Allah yang menemui Musa di padang Median, adalah Allah yang sangat baik. Allah menghendaki agar umat Israel yang adalah keturunan Abraham—yaitu keturunan yang benar sebagai anak perjanjian dari Ishak dan Yakub—dikehendaki untuk menemukan negeri yang berlimpah susu dan madu. Karenanya, Allah mau mereka meninggalkan Mesir yang disebut sebagai tanah perbudakan. Kegagalan mereka sampai Tanah Kanaan, itu bukan karena kesalahan Tuhan, juga bukan karena ketidaksanggupan Tuhan membawa mereka sampai ke Tanah Kanaan. Kegagalan mereka itu disebabkan karena mereka sendiri. Mereka sendiri yang tidak dengar-dengaran kepada Allah, tidak hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Bumi sudah terkutuk, tidak bisa menjadi hunian yang ideal. Allah menghendaki supaya kita keluar dari tanah perbudakan bumi ini untuk menetap di negeri yang Tuhan Yesus katakan, “Aku sediakan tempat bagimu. Supaya di mana Aku ada, kamu ada.” Tapi kalau orang Kristen keras kepala, tegar tengkuk, tidak hidup dalam penurutan kepada Allah, tidak dengar-dengaran, maka mereka juga tidak akan sampai.
Seperti banyak orang Israel yang tidak sampai Tanah Kanaan pada zaman ketika Allah melepaskan bangsa Israel dari tanah perbudakan Mesir, demikian pula banyak orang Kristen yang tidak sampai ke Yerusalem Baru. Mungkin itu termasuk kita. Kita harus selalu mempertimbangkan adanya kemungkinan itu. Perkarakan diri dan keadaan kita di hadapan Tuhan dengan serius. Jangan sampai kita merasa kita sudah teguh berdiri, padahal tidak. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas dan mengarahkan hidup ke tujuan itu, pasti hidup berjaga-jaga dan berhati-hati. Jadi kalau ada orang yang tidak sampai ke tujuan, itu bukan karena kesalahan Tuhan atau ketidaksanggupan Tuhan menyelamatkan, melainkan karena respons yang salah dari orang yang dipanggil tersebut.
Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas dan mengarahkan hidup ke tujuan itu, pasti hidup berjaga-jaga dan berhati-hati.