Skip to content

Tuhan Pegang Hari Esok

Allah yang Maha Cerdas menciptakan kehidupan dengan tatanan. Di kekekalan pun ada tatanan. Kalau tidak ada tatanan, kehidupan akan seperti bola liar yang menggelinding ke mana pun dia mau, tak terkendali. Betapa kacaunya kalau kehidupan tanpa tatanan. Maka, segala sesuatu itu bisa dipetakan. Keadaan manusia itu bukan berada di bawah takdir yang tidak jelas, tetapi di bawah tatanan. Celaka atau tidak celaka, itu bisa dipetakan. Kalau kita berpikir bahwa hari esok itu seperti sebuah teka-teki, keadaan seseorang ditentukan oleh takdir yang dia sendiri tidak tahu, lalu biasanya untuk menjadi lebih rohani atau lebih menghormati Tuhan, ia berkata, “Ya, terima saja apa yang akan terjadi.” 

Tuhan kita bukanlah Tuhan yang seperti itu, yang mengendalikan manusia suka-suka sendiri dengan penuh misteri, dan manusia harus menerima apa yang telah digariskan, ditetapkan seperti sebuah skrip, skenario, yang seseorang harus menjalani sesuai dengan skrip itu. Manusia harus menentukan, memetakan takdirnya sendiri. 2 Samuel 22:25 merupakan nyanyian Daud waktu Tuhan melepaskan dia dari cengkeraman semua musuhnya, termasuk dari Saul. Tidak diragukan, Daud adalah seorang yang bergaul dengan Allah. Kalau dia tidak bergaul dengan Allah, anak muda yang hanya bergaul dengan domba, tidak mungkin berani berlaga melawan Goliat yang tingginya hampir 3 meter. Sementara sekian ribu tentara Israel, takut. Daud—tanpa pakaian perang, tanpa senjata perang—berani melawan Goliat. 

Daud berkata, “Kamu datang dengan tombak dan lembing, aku datang dalam nama Tuhan. Kamu punya kesaktian, aku punya kesaktian juga. Ayo, kita adu mana yang lebih sakti,” kira-kira begitu. Daud memang sakti dan kesaktiannya sudah teruji. Yang dihadapi Daud ini bukan kelinci, ular kecil, tikus atau kecoa. Yang dihadapi itu beruang dan singa, waktu dia menggembalakan domba. Singa dan beruang pun takut. Senjatanya bukan M-16, namun semacam ketapel  Kita pasti bisa membayangkan, pada waktu Daud mendekati singa, tidak mungkin dalam jarak 20-30 meter. Dia pasti mencoba sedekat mungkin. Jadi, dia sudah melatih imannya. Di 2 Samuel 22 tertulis, “Tuhan itu pelindungku, kekuatanku.” Jangan berpikir itu iman dadakan. Dia sudah berlatih. Iman itu dilatih. 

Daud menulis seperti itu karena Daud punya pengalaman. Dia bukan sembarang manusia, dia manusia unggul yang bergaul dengan Allah. Biar anak kampung, tukang angon, tetapi dia manusia unggul. Orang yang bergaul dengan Tuhan pasti unggul. Sebaliknya, orang yang tidak punya jam doa tiap hari, tidak mungkin unggul. Biarpun dia seorang pendeta, teolog yang dari pagi sampai sore ada di perpustakaan, tetapi kalau tidak bertemu dengan Tuhan setiap hari, tidak mungkin unggul dan tidak mungkin rohani. Juga, tidak mungkin hidup suci dalam standar Allah, karena dia tidak bersentuhan dengan Yang Maha Kudus. 

Kita sering lupa—atau bahkan tidak tahu—bahwa sesungguhnya kita lebih kuat dari apa yang kita duga, kalau Allah ada di dalam kita. Ironis, banyak orang tidak yakin Allah bahwa itu ada. Dari gaya hidupnya, kita bisa membaca bahwa mereka hanya setengah percaya. Kalau seseorang yakin bahwa Allah itu ada, ia pasti berurusan dengan Dia. Mari kita memetakan hidup kita, baik di bumi maupun di kekekalan. Terlebih lagi untuk kekekalan. Di bumi, apa pun yang terjadi tidak masalah. Punya jodoh atau tidak, punya anak atau mandul, kaya atau miskin. Apa pun yang terjadi, tidak masalah. Masalah besar hanya satu, yaitu kalau seseorang terpisah dari hadirat Tuhan. Akhiri jalan hidup kita di hadirat Tuhan.

Yang menentukan segala sesuatu adalah Tuhan karena Dia mempunyai segala kuasa, kerajaan, dan kemuliaan. Dia tidak bertindak tanpa aturan. Di dalam 2 Samuel 22:25 dikatakan, “Karena itu, TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucianku di depan mata-Nya.” Sementara setan bicara, “Ya, mudah-mudahan hari esokmu bagus. Memang hidup ini tidak jelas. Tidak jelas nasibmu bagaimana. Maka, tanya peramal, bintangmu apa, tanya saja.” Kita tidak perlu begitu sebab kepastian di tangan kita. Ada Tuhan yang punya tatanan, mari ikuti tatanan-Nya. Masalahnya, apakah hidup kita sudah benar-benar benar, belum? 

Tanya pada diri sendiri, “Masih adakah sesuatu yang salah yang kulakukan? Kalau besok aku tidak bangun, aku menghadap Tuhan, puaskah Tuhan dengan keadaanku?” Kita adalah manusia yang bisa berbuat salah, tetapi kita bisa tidak berbuat salah, dan kita memilih itu. Kita lihat, kita hitung dari hari ke hari, apa yang masih salah yang kita lakukan. Tuhan tidak mungkin tidak memberitahu. Kalau itu kesalahan, berhenti. Kesucian itu bukan mistik. Praktis dan natural, teknis dalam sikap kita setiap hari. Kalau kita bilang “belum, belum, belum” begini terus, Tuhan beri kesempatan untuk berubah, tidak berubah, maka masa depan kita gelap. Maka, “belum”-nya hari ini, harus beda dengan “belum”-nya minggu depan, apalagi bulan depan. 

Kita bisa memetakan masa depan dalam kesucian dan kebenaran. Kita tidak perlu takut, Allah kuat. Segala kuasa di surga, bumi ada di dalam tangan-Nya. Tuhan cerdas, ada tatanan. Kalau taat, berkat. Tidak taat, laknat. Daud punya pengalaman, maka ia tidak takut menghadapi Goliat. Dia tahu dia pasti bisa. Demikian juga kita, dalam menghadapi hari esok, kita yakin Tuhan pegang hari esok, asalkan kita hidup dalam kebenaran dan kesucian. 

Dalam menghadapi hari esok, kita yakin Tuhan pegang hari esok, asalkan kita hidup dalam kebenaran dan kesucian.