Yeremia 11:20, “Tetapi, TUHAN semesta alam, yang menghakimi dengan adil, yang menguji batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku.”
Yeremia 17:10, “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”
Wahyu 2:23, “Dan anak-anaknya akan Kumatikan dan semua jemaat akan mengetahui, bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.”
Anugerah tidak mengubah hidup, tetapi mengubah hubungan kita dengan Allah. Kita menjadi anak-anak Bapa di surga. Ingat, yang diubah hanya relasinya, bukan keberadaannya. Rata-rata gereja selama berabad-abad meyakini keselamatan dengan mudah. “Hanya oleh kasih karunia kamu diselamatkan,” artinya asal seseorang jadi Kristen, percaya Yesus, pasti masuk surga. Kalimat itu baru benar sebagian. Keselamatan bukan karena perbuatan baik, tentu 100% benar. Kalau Yesus tidak mati di kayu salib, maka mau sebaik apa pun, kita tetap binasa. Namun, kita harus belajar mengerti bahwa kematian Yesus tidak secara otomatis mengubah kodrat kita. Maka, Tuhan berkata, “Jadikan semua bangsa murid-Ku.” Sekolah, belajarlah, bertumbuhlah, terima didikan Bapa, supaya kita boleh mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Pertanyaannya, berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk berurusan dengan Tuhan? Apa cukup dengan seminggu sekali kita pergi ke gereja? Tentu saja hal itu tidak cukup. Seluruh hidup kita harus kita arahkan untuk proses ini. Maka, Tuhan Yesus berkata di Lukas 14:33, “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Sadarkah kita bahwa menjadi umat pilihan itu luar biasa? Tidak semua orang menjadi umat pilihan. Hanya orang-orang yang terpilih. Ajaran salah lainnya adalah ketika diembuskan dari mimbar gereja, “Karena Yesus menang, kita pun ikut menang.” Yesus telah menang untuk diri-Nya, supaya Dia menyelesaikan tugas kemesiasan-Nya dan menjadi jembatan agar kita dapat menemui Bapa. Namun, kita belum menang. Kita baru mendapat berkat dari kemenangan-Nya.
Memang ada ayatnya, tertulis di dalam Roma 8:37, “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” Sebenarnya, ayat itu hanya untuk jemaat Roma yang dianiaya, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Sehingga di ayat 38-39 dikatakan, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Maksud kalimat “lebih dari pemenang” itu siapa? Ingat, kita ini belum menang. Kita harus mengerti bahwa yang telah menang adalah Tuhan Yesus, karena Dia berhasil menyelesaikan tugas-Nya di kayu salib. Dari kemenangan-Nya, kita mendapat fasilitas bertemu Bapa dan bisa dididik. Maka, banyak hal, peristiwa-peristiwa dalam hidup ini yang akan kita alami untuk membuktikan bahwa kita juga dapat menang.
Kalau firman Tuhan berkata, “Aku menguji batin.” Apakah Tuhan menguji batin nanti waktu kita sudah mati? Pastinya tidak, tetapi di setiap hari, karena Dia setia. Seperti bapak sayang anak-anaknya atau seperti ibu merawat anak-anaknya, setiap hari dirawat. Apakah ibu mendandani anaknya hanya pada waktu mau pergi pesta atau hanya ketika anak mau pergi ke rumah keluarga? Tentu setiap hari dirawat, itulah orang tua. Tuhan pasti lebih dari itu. Dia menguji batin kita setiap hari. Masalahnya, apa kita serius menghadap Dia untuk diuji batin? Tuhan menguji batin kita, bahkan di setiap saat. Di setiap langkah kita yang salah, Tuhan pasti beritahu.
Kita harus serius berusaha mencari Tuhan, mengalami Tuhan secara riil, bukan hanya karena kita membaca Alkitab, mendengar khotbah atau kesaksian orang, tetapi karena kita sadar benar-benar membutuhkan-Nya, sehingga kita benar-benar dapat mengalami perjumpaan dengan Allah. Tuhan memberi Diri-nya bagi kita tanpa batas. Seberapa kita mau dekat, seberapa kita mau lekat, Tuhan sediakan. Namun, masalahnya ada pada kita. Perjumpaan demi perjumpaan pasti membangun keintiman, kedekatan, kelekatan dengan Tuhan dan kita dapat menemukan frekuensi yang benar.
Kita harus memiliki perjumpaan dengan Tuhan setiap hari, memiliki dialog dengan Tuhan, sehingga kita dapat menemukan bahasa perjumpaan itu, yang masing-masing individu pasti khas, tidak ada yang sama. Tuhan menikmati ketulusan kita. Sebab kalau frekuensi palsu, berarti itu munafik. Tuhan menguji batin, apakah kita sungguh mencari Dia atau munafik.
Tuhan menguji batin, apakah kita sungguh mencari Dia atau munafik.