Skip to content

Tragis

Mari kita terus mengingat bahwa hidup ini tragis. Tidak mungkin tidak tragis. Sebab, kehidupan ini merupakan produk yang sudah dirusak; produk yang digagalkan oleh manusia sendiri. Kehidupan seperti yang kita miliki hari ini sebenarnya bukan kehidupan yang dirancang Tuhan. Ini adalah kehidupan yang sudah merosot nilainya, tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menciptakan kehidupan. Apa ada tenangnya hidup ini? Yang ditunggu manusia itu satu, masalah; dua, menjadi tua dan sakit; tiga, mati. Terkesan fatalistik, tapi memang hidup ini fatalistik. 

Tuhan sudah memperingati, “Sebab pada hari manusia makan buah itu, manusia mati,” artinya manusia terpisah dari hadirat Allah, bumi terkutuk. Oleh kurban Yesus Kristus, manusia dapat diperdamaikan kembali dengan Allah, tetapi bukan berarti kutukan atas bumi ini diangkat. Bumi tetap menjadi planet yang terkutuk, terhukum. Menimbulkan onak dan duri, yang akhirnya nanti pasti akan menjadi lautan api. Lalu manusia, walaupun dia orang Kristen, tidak lolos dari masalah. Manusia sekitarnya bermasalah, dunia bermasalah, dunia krisis, maka orang Kristen juga kena krisis. Tidak bisa tidak. Tetapi ini luar biasa, krisis yang kita alami bisa menjadi sarana Allah mendewasakan kita

Orang lain mengalami krisis, kita juga bisa mengalaminya. Namun, yang membedakannya adalah lewat krisis tersebut, kita didewasakan. Jadi, naif kalau ada orang Kristen berkata, “Puji Tuhan saya menjadi Kristen. Sejak jadi Kristen, saya tidak punya masalah. Kalau ada masalah, cepat selesai, Tuhan buka jalan. Doa-doa saya selalu dijawab.” Mungkin benar, untuk sementara waktu, ketika seseorang jadi Kristen baru, tetapi setelah dewasa, pasti Tuhan proses. Jadi, jangan mimpi karena menjadi orang Kristen, kita bebas dari masalah. Tidak mungkin. Di dalam 1 Korintus 10:13 dikatakan bahwa pencobaan-pecobaan yang kita alami adalah pencobaan-pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia. Kalau dikatakan “kekuatan manusia,” artinya bukan hanya orang Kristen, melainkan semua manusia. 

Jangan kita merasa sebagai orang Kristen, kita bisa bebas dari masalah. Itu penipuan. Kalau sampai ada hamba Tuhan yang berkhotbah bahwa menjadi orang Kristen artinya jadi pemenang, selalu bisa tidak punya masalah atau terhindar dari masalah atau kalau punya masalah, cepat dapat menyelesaikannya, itu bohong. Pasti salah. Tuhan berkata, “Allah bekerja dalam segala sesuatu,” dengan kata lain “Allah bekerja dalam segala masalah.” Di dalam masalah, Allah bekerja. Berarti ada masalah dan berarti Allah memakai masalah untuk mendewasakan kita agar kita serupa dengan Yesus. Ayat yang lain mengatakan juga, “Ucapkan syukur dalam segala hal.”  Berarti kita pasti punya masalah, persoalan, tetapi kita harus tetap mengucap syukur. 

Selanjutnya dalam 1 Petrus 1:6 dikatakan, “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.” Jadi, pasti ada masalah. Jangan berpikir kita tidak akan punya masalah atau kita adalah orang paling malang karena kita punya masalah, sementara orang lain tidak punya masalah. Sejujurnya, kita tidak tahu hidup orang itu, bukan? Mungkin saat ini dia juga punya masalah, hanya tidak dia ungkapkan atau orang tidak tahu. Mungkin saat ini dia tidak punya masalah, tetapi dia baru saja melewati masalah atau akan sedang menghadapi masalah. Hidup ini tragis. 

Mungkin tanpa sadar orang percaya berurusan dengan Tuhan karena berharap hidupnya akan running well, lebih smooth, tanpa masalah. Ini salah. Masalah itu harus kita anggap sebagai nutrisi. Kalau seorang anak diberi nutrisi yang baik, ia akan bertumbuh sehat dan kuat. Kita kalau diberi masalah—yang adalah nutrisi iman—maka rohani kita akan bertumbuh dewasa atau menjadi berkenan kepada Tuhan. Ayo, coba kita teduh dulu. Masalah apa yang kita hadapi saat ini yang membuat kita merasa ‘hidup segan mati tak mau’? Jadi sekarang, mari kita melihat hidup ini dengan kacamata yang jujur. Hidup ini pasti bermasalah. 

Namun, semua pasti berakhir. Jadi, semua pesta dan semua derita pasti berakhir. Karena memang hidup ini tragis. Hidup menjadi tidak tragis ketika kita memiliki pengharapan; pengharapan kehidupan yang akan datang. Baru tragisnya hidup ini dapat diantisipasi, dapat disembuhkan, dapat diselesaikan dengan satu kata: langit baru bumi baru. Jadi, terimalah kenyataan bahwa hidup ini tragis. Maka, jangan coba membangun Firdaus di bumi. Tidak bisa. Firdaus kita hanya pada Tuhan. Jangan berpikir untuk bahagia di bumi ini, karena kita akan berkhianat kepada Tuhan. Tidak ada sesuatu yang bisa membahagiakan kita, kecuali Tuhan. Itu prinsip yang paling penting, walau tidak mudah. Apa pun, yang penting bisa dilewati saja. Hidup yang sesungguhnya itu nanti, di langit baru bumi baru. 

Hidup menjadi tidak tragis ketika kita memiliki pengharapan; pengharapan kehidupan yang akan datang.