Skip to content

Titik Zenit Masalah

Allah menentang orang sombong. Kata “menentang” di dalam teks aslinya adalah antitasetai. Orang yang sombong adalah orang yang terkutuk, karena orang sombong pasti tidak menghormati Tuhan. Sebenarnya apakah inti, nafas, jiwa dari kesombongan? Inti kesombongan pada dasarnya adalah ketika seseorang merasa bisa hidup tanpa Tuhan; ketika seseorang bisa menjalani sesuatu tanpa Tuhan. Sebaliknya, kerendahan hati pada intinya adalah sikap hati di mana seseorang merasa tidak bisa hidup tanpa Tuhan. Jadi, memang dalam segala hal kita harus bergantung kepada Tuhan, sebab pada akhirnya irama hidup yang bergantung kepada Tuhan itu membawa kita ke Rumah Bapa. 

Kalau kita belajar bergantung kepada Tuhan, belajar mengandalkan Tuhan dalam segala perkara, maka irama hidup mengandalkan Tuhan akan membawa kita sampai pada puncak masalah, titik zenit masalah, yaitu mengenai kekekalan. Banyak orang bisa menangani semua masalah tanpa Tuhan, dan dia merasa bahwa semua itu adalah karyanya. Dan memang, itu bagian dari karyanya. Kalau kemudian orang itu menjadi sombong dan merasa bisa menanggulangi semua masalah sampai titik zenitnya nanti, dia tahu bahwa ada satu masalah yang tidak bisa dia tanggulangi, yaitu masalah kekekalan. 

Jadi bukan tanpa alasan kalau Alkitab berkata, “Allah, menentang orang sombong, terkutuklah orang yang mengandalkan manusia,” karena orang-orang seperti ini memiliki irama yang pada akhirnya ia tidak merasa membutuhkan Tuhan. Padahal, hanya Tuhan yang bisa menyelesaikan masalah kekekalan. Dalam hal ini, kita bisa melihat betapa liciknya Iblis waktu ia berkata kepada Tuhan Yesus, “Sembah aku, kuberikan dunia kepada-Mu.” Di balik pernyataan itu, secara implisit terkandung pengandalan kekuatan dunia. Iblis menawarkan dunia yang dapat membahagiakan, menjamin, melindungi. 

Kenyataannya, hari ini kita melihat fakta bahwa kekuatan uang itu nyaris tidak terbatas. Bisa membeli kedudukan, bisa mengatur keputusan hakim, bisa menguasai atau mengatur penguasa, dan lain sebagainya. Maka banyak orang menyembah Iblis. Memang tidak langsung menyembah Iblis, sebab Iblis memasukkan dirinya pada materi. Sebagai manusia modern, kita tidak percaya hal-hal yang bersifat mistik. Juga sebagai orang yang santun, beradab, beragama, tentu kita tidak menyembah Iblis secara langsung. Tapi ketika kita merasa kurang nyaman, kurang aman, kurang terjamin, kurang tergaransi tanpa kekuatan-kekuatan itu, kekuatan materi, sejatinya kita menyembah Iblis.

Sekalipun Tuhan tidak menolong kita dalam masalah-masalah hidup, tapi jangan sampai kita lepas dari pelukan Tuhan di kekekalan. Sementara kita hidup di bumi ini, tentu kita akan terjamin kalau kita mengandalkan Tuhan. Yeremia 17:5-8 mengatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh daripada Tuhan! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan. Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air dan yang tidak mengalami datangnya panas terik. Yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”

Orang yang tidak 100% mengandalkan Tuhan, tidak mungkin hidup bersih. Sebaliknya, orang yang sepenuhnya mengandalkan Tuhan, ia dikondisi untuk hidup suci, tidak bisa hidup tanpa Tuhan, dan dikondisi untuk merapat terus.  Sehingga ia akan takut menghadapi hidup tanpa berjalan dengan Tuhan. Dan kalau kita merapat terus, kita tidak mungkin ceroboh hidup, tidak mungkin kita berbuat dosa sembarangan. Jadi, seseorang tidak mungkin hidup kudus, kalau ia tidak 100% mengandalkan kepada Tuhan. Dan seseorang tidak mungkin mengandalkan Tuhan dengan benar kalau ia tidak mengaitkan dengan kekekalan. 

Jadi, kalau kita bergantung kepada Tuhan, itu bukan sekadar karena kita akan menghadapi krisis ekonomi, virus pandemi, dan masalah-masalah hidup lainnya, melainkan karena kita memang tidak bisa hidup tanpa Tuhan, menjawab masalah kekekalan nanti. Maka kalau irama hidup kita sekarang sudah irama hidup yang merasa bisa hidup tanpa Tuhan, itu bahaya. Kita tidak punya keterikatan dengan Tuhan, kehausan jiwa kita tidak terpenuhi oleh Tuhan, tetapi selera jiwa kita dipenuhi oleh dunia, dan itu membuat seseorang menjadi mempelai dunia.