Rata-rata orang merasa berhak punya kesenangan sesuai versinya. Padahal, versinya itu versi dunia. Karena dari kecil sudah dididik, diasuh oleh dunia. Jadi, kalau kita belum memindahkan hati kita di Kerajaan Surga, artinya kita belum rohani. Maka, proses perubahan itu harus berlangsung sejak kita hidup di dunia ini. Hati kita harus sudah di surga sebelum kita menginjak surga. Bangsa Israel itu kalau hatinya di tanah Kanaan, di tanah yang Allah janjikan kepada Abraham, pasti mereka tidak akan mengomel di perjalanan. Namun, kita dapat melihat di 1 Korintus 10, ternyata mereka mengingini hal-hal yang jahat. Sehingga banyak di antara mereka atau sebagian besar mereka tewas di padang gurun. Mengapa? Karena mereka mengingini hal yang jahat, artinya mengingini apa yang Tuhan tidak kehendaki untuk diingini. Apa pun itu.
Semakin hari kita harus semakin ekstrem; ekstrem positif. Memang justru itu yang wajar bagi kita sebagai umat pilihan. Jangan kita melihat sesuatu yang Tuhan tidak ikut menikmatinya. Jangan mengingini sesuatu yang Tuhan tidak suka kita mengingini hal itu. Memang hal ini berat, bahkan sangat berat, terutama bagi kaum muda. Tetapi kalau suatu hari nanti, kita melihat kemuliaan Allah, keagungan Allah, dan keindahan Kerajaan Surga, maka kita tidak akan menyesal melepaskan apa pun dan berapa pun saat kita masih hidup di bumi, karena pasti tak sebanding dengan kemuliaan Tuhan. Jadi, mumpung kita masih hidup, mari kita memindahkan hati di Kerajaan Surga. Sebab kalau sudah mati, sudah tidak ada perhitungan dan perubahan lagi. Maka, selagi kita masih hidup di dunia, kita harus berkomitmen sungguh-sungguh untuk hal itu.
Alkitab berkata, “Kamu sudah mati, hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Orang Kristen yang benar ditandai dengan tidak mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, tetapi kita tetap bisa menikmatinya. Kalau kita masih mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, itu gejala kita berkhianat kepada Tuhan. Masih gejala, karena Tuhan masih memberi kesempatan. Maka, berubahlah. Kita tidak akan pernah rohani kalau hati kita tidak kita pindahkan di Kerajaan Surga. Banyak orang perhitungan dengan Tuhan. Mereka tidak berani ‘boros’ untuk Tuhan, tetapi boros untuk diri sendiri. Untuk Tuhan, hanya diberi remah-remah. Orang seperti ini akan sangat menyesal kalau nanti melihat keagungan Tuhan.
Tidak jarang orang Kristen yang memandang Tuhan itu seperti gembel, seperti pengemis yang diberi satu gepok uang, cukup atau puas dengan sepersepuluh. Padahal, kita memberi 99 % pun kurang. Bahkan seluruh harta kita berikan pun, tetap masih kurang. Uang kita terbatas, harta kita terbatas, tetapi cinta kita kepada Tuhan bisa tidak terbatas. Kalau kita cinta Tuhan, kita bisa berkata, “Apa pun yang Tuhan perintahkan untuk kulakukan, kulakukan. Bahkan apa yang tidak bisa kulakukan, tetap aku lakukan kalau Engkau memerintahkannya, Tuhan.”
Kalau dari menit ke menit kita tidak melakukan kehendak Allah—masih melakukan sesuatu yang Tuhan tidak berkenan, mulut bocor, pikiran kotor, sewenang-wenang terhadap orang lain—maka kita tidak akan bisa mengerti rencana Allah dalam hidup kita. Kalau kita masih sibuk dengan perasaan kita yang masih tersinggung, masih pahit, mau balas dendam, melukai orang, maka Tuhan tidak bisa memercayai proyek apa yang seharusnya kita selesaikan.
Dunia kita hari ini seperti yang tertulis di dalam 2 Timotius 3:1-4, dunia yang jadi egois dan materialistis. Ini yang membuat orang tidak mudah memindahkan hatinya di Kerajaan Surga, karena terpapar materialisme ini, plus egois. Lengkap sudah kerusakannya. Virus ini lebih jahat dari COVID. Napas rohani kita bisa pendek dan mati. Kita tidak punya sayap untuk terbang menuju kemuliaan-Nya. Dalam Wahyu 17 ditunjukkan bahwa yang paling membahayakan di akhir zaman itu “pelacur-pelacur” di mana raja-raja dan para bangsawan melacurkan diri. Ini bukan bicara pelacur seks; ini perzinaan rohani, yaitu orang terikat dengan dunia, tidak sanggup berpikir hal Kerajaan Surga.
Hidup kita itu sangat fragile, rentan. Kita juga punya masalah. Setiap insan, setiap manusia suatu saat akan sampai pada titik nadir atau titik habis, titik tunduk, titik takluk. Entah karena sakit, kecelakaan, jatuh miskin dan lain sebagainya. Hal yang mengerikan adalah ketika ada di hadapan Allah, lalu kita tidak dapat mengelak dan harus mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Maka, jangan sombong. Ingat! Allah menentang orang sombong, tetapi memberikan anugerah kepada orang yang rendah hati. Tuhan hanya mau melihat batiniah kita itu cemerlang. Maka, segera benahi diri dan cintailah Tuhan dengan sungguh-sungguh; tanpa batas.
Uang kita terbatas, harta kita terbatas, tetapi cinta kita kepada Tuhan bisa tidak terbatas.