Dalam Alkitab, Tuhan sering mengilustrasikan diri-Nya sebagai air. Namun, berapa banyak kita telah meneguk Tuhan? Kita harus sungguh-sungguh percaya, karena memang demikian, bahwa Allah itu ada, Dia hidup. Ironis, tidak banyak orang yang serius merespons Tuhan atau menanggapi Tuhan. Kalau kita percaya Allah itu ada dan Maha Hadir, maka konsekuensinya adalah kita harus berurusan dengan Dia. Masalahnya, berapa persen perhatian kita sungguh-sungguh kita tujukan kepada Tuhan dalam berurusan dengan Dia? Mari kita memeriksa diri sendiri, mengintrospeksi diri sendiri, menilai diri sendiri, seberapa serius kita sungguh-sungguh berurusan dengan Tuhan?
Seandainya kemampuan maksimal kita dipresentasikan dengan 100%, berapa persen kita telah memiliki langkah dalam berurusan dan berinteraksi dengan Dia? Ada banyak hal yang menarik perhatian kita, memikat hati. Banyak hal yang bisa mempesona hati kita, yang tentu membuat fokus kita kepada Tuhan tidak pada proporsinya. Coba periksa, berapa persen kita sungguh-sungguh selama ini memberi perhatian kepada Tuhan? Suatu hari ketika kita berhadapan dengan Tuhan, ketika kita melihat keagungan, melihat kebesaran Tuhan, kita baru sadar bahwa ternyata 100% yang bisa kita persembahkan kepada Tuhan, itu pun tidak mencukupi. Agung-Nya dan mulia-Nya Tuhan, tidak cukup disetarakan dengan 100% persembahan dari segala yang kita miliki. Kalau kita bisa menambahkan, kita mau tambahkan.
Betapa celakanya orang yang selama hidup tidak memperlakukan Tuhan secara patut, dan santun. Bagian yang mestinya kita persembahkan kepada-Nya, tidak kita persembahkan. Allah yang menciptakan langit dan bumi adalah Allah yang memiliki segala kuasa, kemuliaan, dan kerajaan. Sehingga mestinya Dia menjadi segalanya bagi kita. Seperti apa yang dikatakan Tuhan Yesus di Matius 22:37-40, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan.”
Kuasa kegelapan begitu licik dan cerdik bermanuver di sekitar kita. Ia berusaha untuk menarik perhatian banyak orang Kristen kepada banyak objek, supaya hati mereka tidak sepenuhnya terarah kepada Tuhan; mencintai Tuhan. Padahal, firman Tuhan dalam 1 Korintus 16:22 tegas berkata, “Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia.” Seorang yang tidak mengasihi Tuhan, tidak mungkin bisa memuja Dia. Mulutnya bisa saja mengatakan “ku puja, Kau,” namun hatinya dan hidupnya tidak. Itu menipu. Selama ini seakan-akan ia masih dalam keadaan aman, selamat, tenang. Tetapi satu kali, ketika ia ada di pengadilan Tuhan, ketika semua keadaan dibuka dan tidak ada yang tersembunyi, maka akan nampak apakah ia sungguh-sungguh telah memuja Dia atau tidak.
Itulah sebabnya liturgi gereja tanpa sadar sering menjadi sarana Iblis menyesatkan umat. Dengan liciknya, Iblis membisikkan kepada kita, “Yang penting kamu sudah ke gereja, menyembah dengan pujian, kamu sudah memberi persembahan. Tenanglah, kalau kamu mati, masuk surga.” Iblis menipu. Padahal warna hidup kita yang sesungguhnya yang diperagakan di dalam hidup setiap hari, tidak sesuai dengan pernyataan di mulut. Mari kita membangun kegentaran akan Tuhan. Kita bisa menipu manusia, bisa berakting seakan-akan kita memuja Allah, seakan-akan kita menyembah, tetapi sebenarnya kita tidak memuja, menyembah dalam arti yang benar.
Hal ini karena karena kita tidak memberikan porsi yang sepenuh. Maka, jangan berharap kita bisa meneguk Tuhan secara berlimpah. Tuhan tidak akan bisa diteguk oleh orang-orang yang tidak sungguh-sungguh merindukan Dia dan mencintai Dia. “Terkutuklah orang yang tidak mengasihi Tuhan,” bukanlah ayat main-main. Seberapa kita bisa meneguk Tuhan, tergantung respons kita terhadap Dia. Maka pertanyaannya adalah, “Seberapa kita mengasihi Dia?” Persoalkan dan perkarakan ini. Bulatkan hati untuk mencintai Tuhan sehingga Tuhan menjadi segalanya di dalam hidup kita. Jangan main-main. Ini hal yang paling prinsip dalam hidup. Tidak ada yang lebih prinsip dari ini.
Tuhan mau keadaan kita baik-baik, sungguh. Tetapi kalau kita tidak mengasihi Tuhan, maka kita tidak bisa berkeadaan baik-baik. Semua kita mau berkat sebanyak-banyaknya, perlindungan seaman-amannya, jaminan pertolongan Tuhan maksimal, dan mati masuk surga, bukan? Tetapi kalau kita tidak sepenuh hati mencintai Tuhan, lalu Tuhan itu kita anggap siapa? Mestinya Tuhan merasakan cinta kasih kita kepada-Nya. Kalau kita mencintai Tuhan dengan segenap hati, Tuhan akan mengalirkan perasaan-Nya, hadirat-Nya di dalam hidup kita. Allah kaya, limpah, mulia, agung, tetapi Dia tidak akan memberkati orang yang terkutuk.
Ingat! Tidak ada orang yang bisa melarang kita untuk mengasihi Tuhan. Setan pun tidak bisa. Tetapi yang melarang kita mencintai Dia adalah diri kita sendiri. Orang yang tidak menghormati Tuhan sebagaimana mestinya, sejatinya, ia membuat dirinya memberikan porsi yang tidak patut bagi Tuhan. Dia hanya memberikan remah-remah, tidak diberikan segenap hatinya. Mengasihi Tuhan tidak membutuhkan uang, harta, pendidikan, atau apa pun. Hati kita dulu yang harus pecah. Tuhan sudah memberikan kita contoh bagaimana Tuhan mencintai, memperhatikan dan membela kita. Sekarang kita harus balik mencintai, memperhatikan, membela Tuhan, dan mengerti tangisan-Nya dan beban-Nya bagi umat manusia.
Agung-Nya dan mulia-Nya Tuhan, tidak cukup disetarakan dengan 100% persembahan dari segala yang kita miliki.