Tidak berlebihan kalau kita mengingatkan diri kita sendiri bahwa betapa jahatnya Iblis atau setan itu; melampaui yang kita duga dan pikirkan. Dia adalah kejahatan itu sendiri. Kejahatan puncak, kejahatan klimaks, kejahatan absolut. Dan tentu kebalikannya, adalah Allah yang Mahabaik, yang kebaikan-Nya tidak terduga; melampaui yang kita duga dan pikirkan. Berbicara mengenai Iblis atau setan yang jahat itu, kita dapat menghubungkannya dengan sikap dari oknum ini yang tidak menghargai manusia. Setan atau Iblis ini tidak menghargai manusia; tidak memandang manusia sebagai berharga. Ini kebalikan dari Allah yang memandang manusia sebagai makhluk yang berharga di mata-Nya. Iblis tidak memandang manusia sebagai makhluk yang berharga, karenanya Iblis berusaha untuk membinasakan. Membinasakan artinya membuat hidup manusia menjadi tidak bernilai.
Bicara mengenai hidup kekal, sebenarnya bukan hanya bermaksud mau menunjukkan hidup terus-menerus secara waktu nanti atau mengenai panjangnya hidup, melainkan dalamnya atau kualitas hidup itu. Hidup kekal artinya hidup yang berkualitas atau bermutu. Dan itu dimulai dari sekarang, bukan nanti. Maka, Tuhan Yesus berkata, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, tidak akan mati tetapi beroleh hidup yang kekal.” Artinya bukan hanya secara waktu atau ditinjau dari waktu, nanti mengalami kesadaran terus-menerus, tapi sejak di bumi, kita sudah memiliki hidup kekal itu. Sama seperti keselamatan itu bukan hanya nanti pada waktu kita sudah di surga, keselamatan juga bisa ditinjau dari waktu sekarang. Justru orang yang memiliki keselamatan sejak sekarang ini, maka dia akan mengalami keselamatan kekal. Jika seseorang tidak memiliki hidup yang berkualitas sejak sekarang ini, ia tidak akan memiliki hidup yang berkualitas di dalam kekekalan.
Iblis tidak menghargai manusia; ia membuat hidup manusia menjadi tidak bernilai, sejak di bumi ini, sekarang ini. Membuat hidup manusia tidak di dalam persekutuan dengan Allah; dan sebaliknya, supaya hidup manusia itu dalam persekutuan dengan dirinya. Sebab Iblis juga mau menggunakan manusia untuk kemuliaan dirinya. Sebab sebenarnya Iblis itu tidak bermaksud mau masuk neraka. Siapa yang mau masuk neraka? Neraka itu mengerikan. Iblis memang menghendaki surga, namun surga di mana dia menjadi pemimpinnya. Dan itulah sebabnya, ia memberontak kepada Allah. Ia menyeret malaikat-malaikat untuk masuk dalam persekutuan dengan dirinya untuk memuliakan dirinya. Padahal, dia tidak berhak. Dan dia tidak bisa memberikan kehidupan. Dia tidak berhak menerima kemuliaan, dan dia tidak mampu memberi kehidupan.
Berbeda dengan Allah; Allah menghargai manusia, Allah membimbing manusia untuk memiliki hidup yang berkualitas sejak sekarang ini. Dan sebagai Sang Khalik, Dia layak dimuliakan dan Dia dapat memberi kehidupan kepada manusia. Jadi kalau seseorang mau jadi gubernur, tidak salah. Tapi bukan kedudukan gubernur itu yang mestinya dia bidik, melainkan tanggung jawab yang dia penuhi. Tidak salah menjadi pendeta, gembala sidang, atau ketua sinode. Tapi, jangan karena kedudukan itu, melainkan untuk tanggung jawab dimana ia sebagai pendeta benar-benar bisa membimbing umat kepada jalan kehidupan, jalan kebenaran yang membawa umat kepada kehidupan. Dunia sudah begitu rusak, sehingga orang masuk sekolah teologi, memikul gelar, ia memiliki kehormatan dari gelar itu, lalu ingin menjadi gembala, ketua wilayah, ketua provinsi, atau ketua sinode. Ini adalah karakter dan gairah Lusifer. Dalam kegiatan-kegiatan yang nirlaba, organisasi, yayasan, juga di gelanggang politik, kita melihat itu.
Yohanes 1:3-4 mengatakan, “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Dia adalah The Owner; Dia Pemiliknya. “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.” Terang (Yun. phos φῶς) kalau bagi orang Yahudi sebenarnya lambang kebahagiaan. Jadi di dalam kitab Mazmur kita menemukan kalimat, “the Lord is my light; Tuhan adalah terangku,” itu sama dengan “Tuhan adalah kebahagiaanku.” Dalam Dia ada hidup, hidup itu terang, bisa memberi kebahagiaan. Kalau Iblis, dia mau dimuliakan, namun dia tidak bisa memberi kehidupan, malah dia merampas kebahagiaan. Makanya kalau kita melihat pemimpin-pemimpin yang memang tidak layak jadi pemimpin, dia memanfaatkan orang yang dipimpinnya untuk kepentingannya. Dia bukan mau mengabdikan dirinya untuk orang-orang yang dipimpinnya, tetapi justru dia mengeksploitasi.
Tuhan sangat menghargai manusia, dan Ia mengajar manusia untuk menghargai dirinya sendiri. Jadi mengapa ada orang yang tidak menghargai dirinya? Sampai “tidak siap jadi manusia?” Ini karena si Iblis. Dan banyak orang hari ini sebenarnya tidak siap menjadi manusia, apalagi menjadi anak-anak Allah. Tetapi Tuhan itu mengajarkan kepada kita untuk menghargai diri kita dengan benar. Maka di dalam Matius 22:39 Tuhan berkata, “Kasihilah sesamamu manusia, seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.” Kalimat “kamu mengasihi diri sendiri” memuat maksud “hargai dirimu.” Penuhi apa yang menjadi kebutuhan diri kita sendiri, baru kita bisa menghargai orang lain dan memenuhi kebutuhan orang lain. Kita mengerti tidak, apa yang kita butuhkan? Seseorang yang tidak bisa mengasihi diri sendiri, bagaimana mengasihi orang lain? Setan membuat seseorang tidak menghargai dan mengasihi dirinya sendiri secara benar. Sehingga bagaimana mungkin dia bisa mengasihi orang lain?
Iblis tidak menghargai manusia; ia membuat hidup manusia jadi tidak bernilai, sejak di bumi ini