Orang Kristen abad pertama, murid-murid Yesus dan pengikut Yesus, awal di abad pertama, mereka hidup di dalam penganiayaan yang sangat berat; dalam persekusi, penganiayaan yang sangat berat. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka, melepaskan kebahagiaan dan kenyamanan hidup mereka, demi memercayai Yesus. Memercayai Yesus sebagai Kurios, Tuhan, dan Juruselamat. Dengan harga yang sangat mahal, yaitu seluruh kehidupan mereka. Bagi orang Kristen yang benar-benar mencintai Tuhan pada waktu itu, penderitaan bisa menjadi kesukaan karena di balik penderitaan tersebut mereka memiliki kemuliaan.
Seperti yang dikatakan dalam Roma 8:18 bahwa, “Penderitaan zaman sekarang ini tidak ada bandingannya, tidak setara dengan kemuliaan yang akan diperoleh bagi orang-orang yang menderita bersama Tuhan Yesus atau menderita bagi Tuhan.” Orang Kristen bisa menikmati penderitaan sebagai berkat, sebagai jalan untuk memperoleh kemuliaan. Jadi mereka tidak menolak, bahkan seakan-akan mereka sengaja menantang. Sebab memang tidak ada pilihan, mengikut Yesus harus menderita. Demikian dikatakan di dalam surat 2 Timotius 3:12, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.”
Jadi inilah yang harus dialami oleh para murid Tuhan Yesus. Dan yang ajaib, luar biasa, menakjubkan adalah mereka tidak takut menghadapi keadaan-keadaan yang sulit itu; “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Tim. 3:12). Pertanyaannya bagi kita, penderitaan apa yang kita alami sebagai pengikut Kristus di abad 21 ini? Kalau mereka mengalami penderitaan aniaya fisik; apa yang kita peroleh, apa yang kita alami? Ini yang menjadi masalah bagi kita. Apakah kita tidak mengalami penderitaan? Pasti harus dialami.
Kalau mereka menghadapi aniaya fisik, kita mengalami aniaya batin, aniaya jiwa. Ketika kita menolak kenikmatan hidup, ketika kita menolak hidup wajar seperti manusia lain, ketika kita menolak dosa dengan melukai daging kita, membunuh nafsu-nafsu dalam diri kita yang tidak sesuai dengan kesucian Allah; itu menyakitkan. Tetapi kita harus melakukannya. Kesediaan menjadi orang yang tidak dihormati, kesediaan untuk menjadi orang yang dihina, diinjak-injak, dilecehkan tanpa membalas. Kesediaan untuk menjadi orang yang dianggap tidak penting, direndahkan tapi tidak membalas; inilah penderitaan yang kita alami dan juga kita nikmati.
Kecuali ketika kita dilukai, kita membalas dengan kemarahan, membalas dengan perkataan, hal itu mungkin dinikmati juga tetapi itu menikmati dosa. Kita mau belajar menikmati sikap kita yang meneladani Yesus ketika diludahi, ditempeleng. Yesus berkata, “Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Ini adalah sikap yang benar. Ketika kita punya kesempatan berbuat dosa, kita menolak, sakit daging kita. Tetapi dengan cara ini kita memberi diri mengikut Yesus. Kalau orang-orang Kristen abad mula-mula, mereka menderita penderitaan fisik, penderitaan badani; kita menderita penderitaan jiwa, batin. Dan itu indah, karena semua ini mengerjakan kesempurnaan di dalam hidup kita.
Mungkin sebagian kita bukan orang yang tidak bermoral, melainkan orang yang sangat bermoral, santun, baik, bahkan pendeta, tapi ada bagian-bagian hidup kita yang harus disalibkan. Yang itu tidak akan pernah kita ketahui kecuali kita duduk diam di kaki Tuhan, menghayati kekudusan, kesucian Allah, dan Tuhan mencerahi kita. Kalau hanya ilmu teologi yang kita klaim sebagai kebenaran, kalau hanya teori-teori tentang Tuhan yang kita bisa rangkai dari ayat ke ayat, dengan latar belakang bahasa asli dan lain sebagainya, hal itu tidak membuat mata hati kita tercelik untuk melihat kelicikan-kelicikan dan kesombongan-kesombongan terselubung di dalam diri kita.
Dan ini sejujurnya yang kita lihat dalam kehidupan hamba-hamba Tuhan yang baik, tetapi ada kesombongan terselubung, ada kebanggaan terselubung. Coba, kalau dia dilukai atau dihina, ya mungkin juga tidak bereaksi, tetapi ada kemarahan; tidak di dalam kekudusan. Kenapa kita bisa berkata demikian? Karena kita tentu mengalami hal ini. Kita tidak melakukan pelanggaran umum, bermoral baik, beretika, dan santun di mata manusia, tetapi sebenarnya kita tidak santun di hadapan Allah, tidak hidup di dalam kekudusan yang sesungguhnya. Ayo, kita terima penderitaan mengikut Yesus dalam versi kita di zaman modern di abad 21 ini. Kita harus berani memilih jalan ini, sebab memang tidak ada pilihan bagi kita yang mau hidup berkenan.