Salah satu ciri dari kekristenan yang sudah tidak asli adalah kekristenan yang tidak merindukan Kerajaan Surga. Kekristenan yang palsu, yang berubah warna ini, membuat orang-orang Kristen tidak merindukan Rumah Bapa, tidak merindukan pulang ke surga. Sesungguhnya, kalau kita menjadi orang Kristen yang sejati, maka kehidupan kita adalah kehidupan yang meneladani Yesus; makin serupa dengan Yesus. Kehidupan Yesus benar-benar rohani; tidak ada unsur duniawinya sama sekali. Fokus-Nya hanya Kerajaan Bapa, melakukan kehendak Bapa, menyelesaikan pekerjaan yang Bapa berikan. Sering kali kita merasa bahwa berhubung kita ini manusia, maka kita boleh sedikit duniawi atau agak duniawi atau masih berunsur duniawi, lalu kita menolerir hal itu. Padahal, inilah yang membuat banyak orang Kristen terjebak dalam kehidupan wajar anak dunia. Jikalau seseorang terjebak dalam kehidupan anak dunia—yang kompromi dengan hal-hal wajar seperti yang dijalani orang-orang di luar umat pilihan—pasti tidak akan bisa memikirkan hal kekekalan atau Kerajaan Surga. Pastinya ia tidak akan merindukan Kerajaan Allah dan tidak bisa menghayati bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini. Padahal Yesus berkata, “Aku bukan dari dunia, kamu juga bukan dari dunia.”
Oleh karenanya, kalau kita mau menjadi orang percaya yang benar, kita harus sungguh-sungguh mengikut Yesus. Tidak boleh membuka celah unsur-unsur keduniawian masuk dalam hidup kita. Kalau keberagamaan, mereka masih membuka pintu untuk menikmati dunia seperti anak-anak dunia menikmatinya. Tetapi kekristenan yang sejati tidak memiliki celah sama sekali, tidak memberi pintu sekecil apa pun bagi unsur-unsur duniawi untuk masuk. Seseorang bisa dikatakan rohani, kalau ia benar-benar serupa dengan Yesus. Ukuran rohani kita adalah serupa dengan Yesus. Betapa rusaknya gereja kalau yang namanya rohaniwan itu pendeta; sementara jemaat, bukan rohaniwan. Padahal ukuran rohani tidaknya seseorang adalah keserupaan dengan Yesus. Setiap orang Kristen harus serupa dengan Yesus. Jadi, setiap orang Kristen harus menjadi rohaniwan, dan seorang yang patut disebut rohaniwan adalah orang yang fokusnya adalah Kerajaan Allah; sudah memindahkan hati di Kerajaan Surga.
Orang yang tidak memindahkan hatinya di Kerajaan Surga, tidak merindukan Rumah Bapa. Orang yang tidak merindukan Rumah Bapa, tidak mengadakan perjalanan menuju Rumah Bapa. Orang yang tidak mengadakan perjalanan ke Rumah Bapa, pasti tidak memiliki kemajuan dalam kehidupan rohaninya atau tidak makin rohani. Kalau perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah perjalanan menempuh jarak, tetapi kalau perjalanan orang Kristen menuju langit baru adalah penyempurnaan; kesempurnaan, kesucian. Orang di luar Kristen juga bisa mengalami perubahan mental dimana mereka menjadi semakin bijaksana, semakin sabar, semakin mengendalikan diri. Orang-orang di luar umat pilihan, banyak yang baik dan unggul dalam hal tersebut. Tetapi, kekristenan adalah perjalanan menuju langit baru bumi baru dimana seseorang harus berstatus melakukan kehendak Bapa. Kalau tidak melakukan kehendak Bapa, seperti yang ditulis Matius 7:21-23, Tuhan akan berkata kepada mereka: “Aku tidak kenal kamu.”
Kita harus ingat apa yang firman Tuhan katakan bahwa kewargaan kita adalah di dalam surga. Kita harus ingat bahwa kita dalam perjalanan. 1 Korintus 10:5-6 mengatakan bahwa semua itu menjadi contoh bagi kita. Semua yang mana? Kegagalan orang-orang Israel; dimana sebagian besar mereka tidak sampai Tanah Kanaan. Mengapa? Karena mereka tidak dengar-dengaran. Ini berarti tidak semua orang Kristen akan menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah; tidak semua orang Kristen akan masuk surga. Kita harus menjaga diri agar jangan sampai gagal, karena Matius 7:21-23 jelas mengatakan ada orang-orang yang tertolak walaupun mereka sudah berprestasi dalam pelayanan. Harus disadari bahwa musuh Allah—yaitu kuasa kegelapan dengan semua anteknya dan malaikat-malaikat yang jatuh—berusaha untuk menggagalkan perjalanan orang-orang Kristen menuju langit baru bumi baru. Jadi, kegagalan itu adalah sebuah keniscayaan. Jangan dikesankan bahwa orang Kristen yang sudah terpilih, tidak akan bisa masuk neraka. Terpilih untuk mendengar Injil; terpilih untuk diberi kesempatan bertumbuh menuju kesempurnaan, tapi tidak semuanya sukses.
Maka Tuhan Yesus berkata kepada setiap penerima surat di Kitab Wahyu, “Menanglah kamu seperti Aku menang.” Jangan berpikir kemenangan Yesus diskenario sehingga Yesus itu hanya berdrama ria atau berakting. Itu adalah penghinaan terhadap Allah yang agung, mulia, dan luhur. Yesus berjuang dengan air mata, ratap tangis; bukan sandiwara. Makanya firman Tuhan mengatakan di Ibrani 12:2 itu, “Pandanglah Yesus yang membawa iman kita kepada kesempurnaan.” Artinya, yang membuat kita bisa taat seperti ketaatan-Nya. Pandanglah Dia yang begitu tabah, kokoh, dan kuat menghadapi serangan dari pihak orang-orang berdosa. Difitnah oleh orang-orang Yahudi yang membenci Dia, yang menuduh-Nya melarang rakyat membayar pajak kepada kaisar, menuduh Yesus menghujat Allah, dan lain-lain. Namun Yesus tidak membalas. Ia diam, bahkan kemudian mendoakan mereka yang membenci-Nya. Di kayu salib pun, ketika Dia merasa Bapa meninggalkan-Nya, Ia tetap tidak curiga. Dia berkata kepada Bapa, “ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan nyawa-Ku.” Yesus lulus. Kita harus tabah juga menghadapi segala godaan, cobaan, dan tantangan, supaya lulus.
Seseorang yang terjebak dalam kehidupan anak dunia pasti tidak akan bisa memikirkan hal kekekalan atau Kerajaan Surga.