Skip to content

Terjebak

Ketika kita memperhatikan siklus hidup manusia, kadang kita merasa miris. Kalau di negara Barat kehidupan berjalan dengan tertib, siklus hidupnya tenang. Bangun pagi, kerja, sore kumpul di café bersama teman, malam makan bersama keluarga, menonton film atau berita, lalu tidur. Rumah tidak ada pagarnya, aman dan nyaman. Mereka hanya menunggu tua, lalu mati. Tragis. Pertanyaannya, seberapa nyamannya? Berbeda dengan siklus hidup di Indonesia yang lebih rush, padat.

Mari renungkan, apakah hidup kita hanya begitu saja? Pertanyaan yang kedengarannya filosofis tetapi fundamental adalah: “Apa alasan kita hidup? Apa benar kita punya proyeksi hidup bagi Kerajaan-Nya?” Biasanya, proyeksi manusia hanyalah sesaat. Bagaimana masalah ini selesai, lalu muncul masalah berikut; bagaimana masalah itu selesai? Bagaimana mengganti kendaraan atau punya rumah pribadi? Bukan tidak boleh. Tetapi kita telah tergulung dalam aktivitas dan siklus kehidupan seperti itu. 

Belum lagi kalau terjerat dosa. Itulah hidup wajar menurut kacamata dunia. Bagaimana dengan kita? Apakah sama seperti orang pada umumnya? Karena gaya hidup orang tua, lingkungan, pendidikan, pergaulan bisa tanpa sadar telah menjebak kita. Kalau kita pernah terjebak, maka kita harus belajar untuk keluar dari jebakan. Kita harus meninggalkan kewajaran hidup! Kalau tidak, kita mungkin tidak pernah jadi manusia lebih baik, apalagi sempurna. 

Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia adalah untuk mengubah, supaya kita memiliki cara dan gaya hidup anak-anak Allah. Bukan cara hidup manusia yang bukan anak-anak Allah. Kita harus keluar dari jebakan ini, dan berjuang semaksimal mungkin. Tidak bisa dengan sendirinya kita keluar dari jebakan ini karena ke gereja, atau jadi orang baik-baik. Ingat! Setan jauh lebih cerdik dari yang kita duga. Tetapi kalau kita memiliki tekad kesungguhan untuk keluar dari cara hidup wajar anak dunia, Roh Kudus akan menuntun kita. Roh Kudus memberikan kecerdasan rohani untuk bisa menjalani hidup sesuai Standar Kerajaan Allah (SKA).

Kita harus mulai melangkah keluar, dan itu harus sedini mungkin. Jangan sampai terlambat. Ibarat karet, sudah tidak bisa ditarik panjang. Kalau ibarat tanah, sudah tidak bisa menumbuhkan tanaman dan membuahkan buah yang baik. Kita harus sadar bahwa waktu itu mahal; tidak bisa dibeli dan tidak bisa ditukar. Dalam perjalanan waktu, orang harus mengisi hari hidupnya dengan benar, membentuk atau membangun diri menjadi anak-anak Allah. Hal itu tidak bisa ditukar dengan waktu yang lain. 

Kalau sejak dini orang tidak mengubah diri, tidak berjuang sungguh-sungguh, maka ketika hari tuanya ia mulai sadar, mau bagaimanapun sulit; ibarat karet ditarik ke mana juga tidak bisa panjang. Karenanya, selagi masih memiliki kesempatan, kita harus keluar dari cara hidup yang salah. Firman Tuhan mengatakan, “Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja, aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati.” Ini adalah filosofi hidup manusia yang terjebak dalam siklus kewajaran gaya hidup anak dunia.

Ketika pikiran orang diracuni, seakan-akan yang namanya hidup itu hanya sekarang di bumi, sejatinya mereka telah terjebak. Tetapi bagi umat pilihan, mestinya proyeksi hidupnya itu nanti, bukan sekarang. Namun, mengubah cara pandang ini tidak mudah. Jangan berpikir dengan mendengar khotbah lalu kita berubah, tidak bisa. Ibarat kertas yang sudah ditekuk lama, ketika dibuka pun balik lagi. Mendengar khotbah sedahsyat apa pun, kalau memang dasarnya tidak mau berubah setiap hari, pasti ia balik lagi ke filosofi lama. Kalau kita sudah digores dunia, maka untuk menghilangkan goresan ini tidak mudah

Kita tidak akan bisa mengubah cara dan gaya hidup, kalau cara berpikir tidak kita ubah setiap hari. Pada umumnya, atmosfer pikiran kita adalah seakan-akan kematian itu keadaan tidak hidup. Padahal, kematian justru merupakan konversi atau perpindahan kepada kehidupan yang sesungguhnya. Maka, dimensi hidup kita harus berbeda dengan dimensi hidup yang bukan umat pilihan. Jangan di ujung maut, ketika mau mati baru berusaha mencari Tuhan. Terlambat. Kita tidak mampu menembus batas dalam waktu sekejap. Menembus batas itu lewat perjuangan setiap hari. 

Banyak masalah yang terjadi dalam hidup kita. Tentu harus diselesaikan—tetapi kita jangan terjebak di hal-hal itu. Masih banyak lagi hal lainnya yang bisa menyita pikiran dan perasaan kita, maka kita selesaikan dengan tanggung jawab. Tetapi mestinya proyeksi kita adalah untuk hal yang lebih besar; kekekalan. Kekekalan tidak bisa kita miliki kalau tidak berjuang setiap hari. Namun, karena lipatannya sudah terlalu lama, maka kita harus berjuang dengan sekuat tenaga. Perjuangannya adalah harus mendengar firman yang benar. Sampai kita memiliki karakter kristiani seperti yang Tuhan telah teladankan.

Ketika pikiran orang diracuni, seakan-akan yang namanya hidup itu hanya sekarang di bumi, sejatinya mereka telah terjebak.