Kita harus sungguh-sungguh bertanya kepada diri kita sendiri dan mempertimbangkan apa penilaian orang lain terhadap kita; penilaian dari pasangan, anak, saudara, tetangga dan lainnya. Memang kita tidak boleh bergantung pada penilaian orang, sebab orang bisa suka-suka sendiri menilai kita. Memang faktanya, tidak jarang orang lain yang membuat warna atau cerita sendiri mengenai kita. Tetapi kita juga harus serius mempertimbangkan, “Mengapa orang bersikap demikian terhadap saya? Mengapa anak-anakku tidak berubah?” Kita harus mempertimbangkan hal ini dengan serius. Kalau kita percaya Allah itu hidup, Allah itu nyata, maka kita harus sungguh-sungguh berjuang untuk benar-benar bersentuhan dengan Allah dan mengalami perjumpaan dengan Allah.
Setiap orang pasti memiliki pengalaman pribadi yang khas, unik, dan tidak ada duanya. Faktanya, tidak ada dua orang yang karakternya sama persis, dan tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman hidup yang sama, maka setiap orang punya karakter, karakteristik yang unik, yang tidak ada duanya, dan memiliki pengalaman yang berbeda dalam menjalani hidup. Di dalam setiap pribadi, Allah mau berurusan dengan masing-masing individu itu. Maka, kita harus serius untuk benar-benar mengalami Allah. Kita harus ke gereja untuk mendengar tuntunan, bimbingan dari hamba Tuhan yang sudah mengalami Tuhan. Bukan sekadar memiliki gelar, lalu memindahkan isi buku, isi literatur dalam khotbahnya.
Pertama, ia harus benar-benar menyampaikan suara Tuhan. Dan yang kedua, pasti ada spirit dari hamba Tuhan itu yang akan memengaruhi pendengarnya; ada impartasi spirit. Terlebih lagi, kalau hamba Tuhan tersebut berinteraksi dengan Allah, maka dia pasti membawa kehadiran Tuhan; shekinah glory. Sesungguhnya, hal ini yang seharusnya menjadi persoalan dan tanggung jawab berat bagi para hamba Tuhan. Bagaimana kehadirannya menjadi kehadiran Tuhan, menjadi jurubicara Tuhan. Jadi kalau pemberitaan Firman hanya menyampaikan apa yang ada di buku, maka hal itu tidak menggerakkan jemaat untuk mencari Allah dan berinteraksi dengan Allah, sehingga jemaat hanya memiliki pengalaman keagamaan, pengalaman liturgi, tetapi tidak ada pengalaman dengan Tuhan.
1 Petrus 2:9 mengatakan, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Terang dalam bahasa Yunaninya adalah phos thaumaston (Ingg. marvelous light). Masalahnya, bagaimana kita dapat memancarkan terang Tuhan?
Kita tidak perlu mencari situasi, atau menskenario keadaan supaya terang kita dapat dilihat orang. Karena firman Tuhan mengatakan Tuhan tidak akan menaruh pelita di bawah gantang atau mangkuk besar. Tetapi akan ditaruh di tengah rumah untuk menerangi sekitarnya. Jadi sebenarnya kita cukup berkata, “Pakailah aku, Tuhan.” Tuhan pasti lebih bersemangat, lebih bergairah, lebih antusias dari kita untuk memakai kita. Masalahnya, apakah kita bisa ditampilkan?
Maka, yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita benar-benar mencari Tuhan. Mendengar Firman yang baik, yang menggerakkan kita, mendorong kita untuk berinteraksi dengan Allah dalam hari-hari hidup kita. Sebab teologi yang benar akan memaksa orang untuk mengimplikasikan pengajaran itu. Jadi bukan hanya menjadi khasanah dalam kognitif pikiran kita, tetapi menggerakkan kita dalam perbuatan yang nyata.
Ketika Musa turun dari Sinai, wajahnya bercahaya sampai orang Israel tidak sanggup melihat wajahnya, dan mereka menutupi mata mereka. Begitu terangnya cahaya itu. Orang yang berinteraksi dengan Allah, pasti memiliki terang yang menakjubkan. Sehingga, orang bisa mengatakan, “Sungguh Allah nyata di dalam hidupmu.” Tentu orang-orang yang memang layak diberkati. Tetapi pasti juga ada orang-orang yang memandang bukan Allah yang menyertai kita, melainkan setan; karena mereka memandang secara negatif.
Tidak apa-apa, nanti kita akan membuktikan, apakah Yahweh yang kita sembah benar atau tidak. Waktu nanti yang akan menjawab. Kita tidak perlu berkelahi. Allah itu nyata, Allah itu hidup. Yang memprihatinkan adalah ketika perjumpaan lewat pengetahuan tentang Tuhan, ternyata tidak mengubah orang karena memang banyak pengetahuan tentang Tuhan yang hanya menjadi pengetahuan di pikiran. Bahkan pada akhirnya, membangun kesombongan, keangkuhan, tetapi tidak mengubah hidupnya dan hidup orang yang mendengarkannya.
Kita harus mengukir sejarah hidup kita dalam jejak Tuhan di pengalaman hidup kita yang unik; yang tidak ada duanya dalam kehidupan karakteristik kita yang unik. Seperti yang dialami oleh Abraham, Ishak, Yakub, Daud, Daniel, Elia, Paulus, Petrus dan banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Masing-masing tokoh ini tentu memiliki pengalaman yang khusus dengan Allah karena pengalaman mereka juga berbeda. Artinya, jalan hidup yang mereka jalani itu berbeda, tetapi ada jejak Tuhan di perjalanan hidup mereka.
Orang yang berinteraksi dengan Allah, pasti memiliki terang yang menakjubkan.