Skip to content

Teologimu, Perilakumu

Di dalam Matius 7:21-23 Tuhan berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Dengan kalimat lain Tuhan seakan berkata, “Mengapa kamu memanggil aku ‘Tuhan, Tuhan’ tapi kamu tidak melakukan kehendak Bapa?” Sebab jika kita hanya memercayai Allah itu ada, untuk apa? Allah tidak membutuhkan hanya diyakini bahwa Dia ada, Dia esa. Iman bukan hanya menyangkut keyakinan tentang keberadaan Allah, melainkan juga relasi atau hubungan antara subjek, kita yang percaya, dengan Allah, objek yang kita percayai. Roh-roh jahat juga percaya, dan mereka gemetar. Tetapi relasinya sebagai oposan; musuh. Tetapi kita submit, tunduk seperti Abraham yang disuruh apa pun, dia lakukan. 

Jadi kalau sekarang kita menyerahkan diri kepada Yesus, artinya kita memberi hidup, kita memperagakan hidup-Nya. Maka di Alkitab dikatakan kita harus sepikiran, seperasaan dengan Dia (Flp. 2:5-7) agar kita menjadi serupa dengan Yesus (Rm. 8:28-29). Kita tidak lagi mengenakan diri kita, tapi Kristus yang hidup di dalam diri kita; hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku. Kolose 3:1-4 mengatakan kita sudah mati dan hidup kita tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Dengan demikian, pada intinya hidup kekristenan itu perjuangan untuk terus-menerus mengalami perubahan agar kita mengenakan dan memperagakan kehidupan Yesus. Jadi kita jangan tergoda, terjebak dalam perdebatan Yesus 100% Allah, 100% manusiakah? Di sejarah gereja, ini sudah didebatkan. Yang dianggap salah, dikucilkan bahkan sampai dibakar. Yang penting, kita mengenal dengan benar siapa Tuhan Yesus, karena kita harus meneladani hidup-Nya. Kita mau debatkan Dia itu Allah, sejajar dengan Allah atau tidak, tapi kalau kita tidak mengenal Yesus, siapa dan bagaimana Dia untuk kita teladani, percuma. 

Percaya kepada Yesus berarti serupa dengan Dia. Tidak serupa dengan Yesus, berarti belum percaya. Yesus itu 100% manusia yang dalam segala hal disamakan dengan kita (Ibr. 2:17). Kalau Ia tidak dalam segala hal disamakan dengan kita, maka kita tidak bisa meneladani Dia. Maka yang penting adalah bagaimana kita bisa mengenali dan mengenakan perilaku Yesus di dalam hidup kita. Sampai kita bisa berkata, “seandainya Yesus hidup sekarang di tengah-tengah kita, Dia seperti ini.” Karena kita sudah sering melihat diri kita gagal untuk hidup di dalam ketaatan kepada Bapa, belum lagi kita dicemari dengan banyak ajaran yang membuat kita bermental blok, kita tidak berani mengatakan itu. Sekarang sebelum kita meninggal dunia, mumpung masih ada kesempatan, kita usahakan. Usaha untuk mengenakan perilaku Yesus tidak boleh dan memang tidak bisa digantikan dengan mengisi pikiran dengan ilmu teologi. Kita bukan sedang kepahitan dengan para teolog. Karena para teolog ini adalah panglima Tuhan yang berdiri di gugus depan, mengajar. Namun, kita melihat bangkrutnya kekristenan di Eropa dan di banyak negara. Padahal, yang ada di depan mereka adalah para lulusan Sekolah Tinggi Teologi, bukan orang-orang awam. Mau tidak mau, kita harus mencari kausalitasnya. Dan kenyataannya, prinsip mengenakan perilaku Yesus digantikan dengan mengisi pikiran dengan ilmu teologi. 

Sejatinya, jika ajarannya benar, maka hal itu dibuktikan dengan perilaku yang benar. Dan perilaku yang benar itu ditunjukkan dengan tutur kata, sikap, perbuatan. Dengan sikap yang salah seperti itu, tanpa mereka sadari, mereka menyesatkan orang. Dengan mengisyaratkan bahwa dengan mengikuti ajaran mereka, berarti sudah jadi Kristen sejati. Perhatikan orang-orang seperti ini. Pertama, mereka akan menyerang ajaran orang lain. Kedua, mereka akan menyerang lembaganya sendiri untuk membuktikan ajaran mereka benar, ajaran yang lain salah. Ketiga, menyerang pribadi. Jangan marah, ini bukan urusan kita dengan mereka. Mereka urusannya sama Tuhan. Namun ironis, banyak orang Kristen telah disesatkan oleh para teolog yang mensakralkan doktrin. Mereka menyesatkan umat dengan membangun pemikiran bahwa ukuran benar atau salahnya orang Kristen; atau sesat, tidak sesatnya orang Kristen; berkenan, tidak berkenannya orang Kristen di hadapan Allah tergantung pengajaran benar atau tidak. Tentu sesuai dengan benar menurut dia. Benar menurut ukurannya. Padahal mestinya, lebih dari sekadar pengertian di dalam pikiran, sesat atau tidaknya seseorang; benar atau tidaknya seseorang di hadapan Allah; berkenan tidaknya seseorang di hadapan Allah, tergantung dari perilakunya apakah dia makin seperti Yesus atau makin seperti yang lain. Jadi kalau Saudara percaya Tuhan Yesus, hiduplah seperti Dia hidup. Bersediakah Saudara? 

Lebih dari sekadar pengertian di dalam pikiran, berkenan tidaknya seseorang di hadapan Allah, tergantung dari perilakunya apakah dia makin seperti Yesus atau makin seperti yang lain.