Mari kita hayati bahwa sejatinya, Allah yang Mahacerdas dan bijaksana tidak mungkin menciptakan kehidupan bagi makhluk yang segambar dengan diri-Nya dalam keadaan spekulatif, dalam keadaan untung-untungan, seperti orang bermain lotere. Allah memiliki tatanan, dan manusia sebagai makhluk ciptaan yang segambar dengan Allah, harus memahami tatanan itu. Sebab itu, ia harus menentukan nasibnya, menentukan dirinya, memetakan hidupnya. Maka, manusia harus melakukan apa yang benar; sesuai dengan kehendak Allah agar dapat hidup di dalam kelimpahan-Nya. Sebab, Allah tidak pernah merancang yang buruk bagi makhluk ciptaan-Nya. Allah tidak menghendaki kerusakan, kehancuran, kebinasaan, dan penderitaan. Tetapi manusia harus menentukan keadaannya, karena Allah yang cerdas dan bijaksana itu memberikan aturan main, hukum, tatanan pada manusia yang berkeadaan segambar dengan Allah. Yang oleh karenanya, manusia memiliki pikiran dan perasaan untuk mempertimbangkan sesuatu.
Kalau kita membaca di dalam kitab Kejadian 3:6, perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya. Bagaimana ia bisa tahu? Ia mempertimbangkan. Mestinya dia menundukkan pertimbangannya itu kepada apa yang Allah katakan, “Jangan makan buah ini. Karena pada hari kau makan buah ini, mati kamu!” Tetapi ia punya pertimbangan sendiri, dan itu yang membuat celaka. Dalam Kejadian 1:2 ditulis, “bumi belum berbentuk, dan kosong gelap gulita menutupi samudera raya.” Hal ini menunjukkan bahwa keadaan dunia kacau balau secara materi. Kemudian Allah mengubah dan menyusun keadaan kacau-balau tersebut menjadi bumi yang berkeadaan tertib, teratur, indah. Yang kemudian Allah mengatakan setelah mengevaluasinya, “sungguh amat baik.” Kemudian Allah juga menciptakan manusia untuk mendiaminya. Manusia ditempatkan di bumi yang berkeadaan sangat tertib, teratur, dan indah.
Allah menciptakan segala sesuatu secara sangat teratur dengan segala tatanan dan hukumnya. Belum lagi setiap planet memiliki kekuatan magnet tertentu, dan mereka beredar sesuai dengan orbitnya. Allah memberikan oksigen yang melimpah kepada bumi. Air diserap matahari di atas, diturunkan lagi. Itu semua tatanan. Maka dikatakan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan perbuatan tangan-Nya. Demikian pula dalam kehidupan manusia secara rohani. Allah juga menciptakan atau menyusun atau membangun tatanan, demi keteraturan. Kalau benda, tidak usah diperintahkan, mereka teratur sendiri. Berbeda manusia; diberi tatanan, tetapi bisa dilanggar atau dipatuhi. Manusia yang harus menentukan, apakah dia hidup di dalam tatanan itu, atau tidak.
Maka, manusia yang memiliki pikiran dan perasaan mestinya bertumbuh dewasa, memiliki kecerdasan seperti Allah, kebijaksanaan seperti Allah, sehingga sempurna seperti Bapa. Dan segala sesuatu yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Tetapi manusia telah jatuh dalam dosa, kehilangan kemuliaan Allah, artinya tidak sanggup mengikuti aturan yang orisinil itu. Keselamatan dalam Yesus Kristus, Allah Bapa mau mengembalikan kita pada tatanan semula itu. Jadi, tatanan harus tergelar dan manusia harus memahami. Jika tidak demikian, kehidupan ini menjadi kekacauan yang tidak memiliki kepastian. Di dalam tatanan yang Allah ciptakan tersebut, manusia harus mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan pertimbangan sendiri, apakah mau mengikuti kehendak Allah yang adalah standar tatanan itu, atau mengikuti standar sendiri. Hidup di bumi ini, kita tidak bisa mengharapkan Firdaus; kenyamanan yang ideal, yang sempurna.
Karenanya, kita hanya mau mempersiapkan diri untuk masuk kehidupan yang sesungguhnya, yang Allah rancang di langit baru bumi baru seperti rancangan semula ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Oleh karenanya, kita harus menjadi ciptaan sesuai rancangan Allah semula, untuk mendiami negeri yang sempurna di langit baru bumi baru. Jadi dalam tatanan tersebut, manusia harus mengambil keputusan: mengikuti tatanan Tuhan atau tidak. Dan itu menentukan keadaan dirinya. Dengan demikian, hidup ini bukanlah sandiwara, melainkan sebuah gelanggang pergumulan antara taat atau tidak taat. Taat, memperoleh berkat dan rahmat; tidak taat, laknat atau kutuk. Ada tiga pihak yang hadir dalam kehidupan ini. Yang pertama, Allah; yang kedua, Iblis; yang ketiga, manusia. Jelas, Iblis adalah musuh Allah, seteru Allah. Dan manusia harus memilih, bertindak sesuai dengan standar aturan Allah yaitu kekudusan-Nya, atau suka-suka sendiri yang berarti menjadi temannya setan.
Jika Allah menentukan segala sesuatu tanpa peran manusia, Allah tidak perlu memberikan pikiran dan perasaan yang dapat membuat seseorang memiliki kehendak. Justru karena Allah memberi kehendak bebas, manusia bisa mempertimbangkan sesuatu, lalu mengambil keputusan. Maka, manusia berperan atas nasibnya atau keadaannya. Manusia bisa menentukan keadaan dirinya sendiri, tidak tergantung faktor di luar dirinya. Manusia dapat membangun kedewasaan dalam dirinya untuk sempurna seperti Bapa, dan menghayati kekekalan. Makanya, kita syukuri bahwa kita jadi manusia. Jangan terintimidasi oleh pengalaman masa lalu sehingga kita memiliki gambar diri yang rusak. Manusia lebih dari makhluk manapun. Kita berharga di mata Allah. Apalagi kita yang mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang akan mengembalikan kita ke rancangan semula. Kita bisa gagal dalam hidup ini, dinilai buruk, tidak berharga, tidak bernilai, dinista, berkeadaan papa, hina, tidak menjadi masalah, asalkan kita berkenan di hadapan Allah semesta alam.
Allah memiliki tatanan, dan manusia sebagai makhluk ciptaan yang segambar dengan Allah, harus memahami tatanan itu, sebab ia harus menentukan nasibnya, memetakan hidupnya.