Bagi orang yang tidak memercayai Allah, Ia seakan-akan mati, seakan-akan tidak ada. Orang yang demikian, tidak akan sanggup memercayai Allah. Bahkan sampai pada tingkat usia tertentu, tidak mampu lagi memercayai bahwa Allah itu ada. Tetapi bagi orang yang terus mengembangkan keyakinannya akan Allah bahwa Allah itu hidup, Allah itu hadir, Allah itu nyata, Allah itu ada, ia akan ada dalam atmosfer kehadiran Allah. Hal ini harus kita kembangkan dalam diri kita. Kalau kita mau mendengar suara Tuhan, tidak bisa tidak, hati kita harus bersih. Allah tidak bisa menyangkali hakikat dan kodrat-Nya, serta tatanan yang dibangun dan ditentukan oleh Ia sendiri. Terang tidak bisa bersekutu dengan gelap. Kalau Tuhan berkata: “kuduslah kamu sebab Aku kudus,” di balik pernyataan itu seakan-akan bermakna demikian: “kalau kamu tidak kudus, Aku tidak bisa bersekutu dengan kamu.”
Hal yang dapat memisahkan antara Allah dan umat-Nya adalah dosa. Sebenarnya telinga Tuhan tidak kurang tajam mendengar, dan tangan-Nya tidak kurang panjang untuk menolong. Tetapi yang menjadi pemisah antara kita dengan Allah adalah segala dosa kita. Jadi, hidup kita harus bersih. Sehingga kita bisa menyadari bahwa kesucian adalah segalanya bagi orang percaya. Tidak ada sesuatu yang bisa menaklukkan atau mengalahkan orang yang suci hatinya. Lawanlah segala masalah yang kita miliki, segala ketidakadilan, segala fitnah, aniaya yang kita terima saat ini dengan kesucian. Dengan demikian, niscaya kita akan menang.
Ketika kita menghadapi orang-orang yang bermaksud untuk menghancurkan hidup kita, menghancurkan pelayanan kita, ada satu cara yang paling efektif untuk melawannya: kesucian. Diam, jangan kita banyak bicara, bahkan tidak berbicara sama sekali, tidak membela diri. Diam saja apa pun keadaannya; apakah kita sebenarnya benar atau tidak benar; salah atau tidak salah, diam saja. Lalu, kita berserah dan mengandalkan Tuhan. Lawan semua itu dengan kesucian. Masalah hidup kita itu sebenarnya bisa diselesaikan dengan kesucian. Di dalam kesucian maka seseorang bisa mendengar suara Tuhan.
Tuhan tidak akan berbicara kepada orang yang hatinya kotor dan najis. Tuhan tidak bisa bersekutu dengan orang-orang seperti itu, sebab Ia memiliki tatanan. Tuhan dalam integritas-Nya yang sempurna, pasti Ia memenuhi tatanan tersebut. Sehingga tidak bisa tidak, kita harus hidup di dalam tatanan Tuhan, yaitu kesucian. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena ia akan melihat Allah,” begitu dikatakan di dalam firman Tuhan. Maksud “suci hati” di situ adalah kehidupan yang bersih di hadapan Allah, sehingga kesucian hidup itu membuat seseorang mampu melihat Allah. Dalam bahasa aslinya, “melihat” di situ adalah opsontai (ὄψονται); melihat dengan mata hati, bukan dengan mata jasmani. Orang yang suci hatinya akan peka mendengar suara Tuhan.
Hati yang kotor, tidak bisa menangkap suara Tuhan, tidak bisa menangkap kehadiran Tuhan. Jadi kalau kita mau mendengar suara Tuhan, maka percayai bahwa Allah Mahahadir, dan seluruh jiwa kita dicengkeram oleh kehadiran-Nya. Berikutnya, jagalah kesucian hati kita. Jangan sampai ada dosa, jangan juga ada kesalahan. Terutama bagi para pelayan Tuhan, hal kesucian ini menjadi sangat mutlak, sebab terutama para hamba Tuhan yang berdiri di mimbar, akan menyampaikan firman Tuhan. Jemaat berdoa dan berharap bahwa apa yang disampaikan oleh pembicara tersebut benar-benar dari Tuhan.
Jika hamba Tuhan tersebut tidak bersih hidupnya dan dia hanya menyampaikan pengetahuan tentang Tuhan yang diperoleh melalui bangku Sekolah Tinggi Teologi, pendidikan formal, membaca buku, atau kata orang, dan dia tidak mendengar sendiri suara Tuhan, betapa berbahayanya pembicara seperti ini. Diyakini sebagai wakil Tuhan untuk menjadi jurubicara Tuhan, namun ia sebenarnya berbicara dari dirinya sendiri karena tidak mendengar suara Tuhan. Selain meyakini, menghayati kehadiran Allah, suci hati, serta bersih hati, inilah yang harus diajarkan kepada semua mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi yang suatu hari akan menjadi pendeta dan berbicara di mimbar-mimbar gereja. Mereka harus dilengkapi dengan pimpinan Roh Kudus dari kesucian hidupnya.
Lalu, bagaimana kita bisa mendengar suara Tuhan? Kita bisa mendengar suara-Nya jika hati kita tidak terikat dengan kesenangan-kesenangan dunia. Orang yang hidupnya mencicipi kesenangan dunia semata-mata, hidup hanya untuk kesenangan diri sendiri atau masih memiliki ruangan menikmati dunia seperti anak dunia, tidak akan mendengar suara Tuhan. Firman Tuhan juga mengatakan dalam Lukas 16:11, kalau orang tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, dia tidak akan memperoleh harta yang sesungguhnya. Harta yang sesungguhnya itu Firman Tuhan. Kalau kita masih materialistis, terikat dengan percintaan dunia, kita tidak akan bisa mengerti firman Tuhan.
Tidak ada sesuatu yang bisa mengalahkan orang yang suci hatinya.