Pengajaran atau doktrin yang mengatakan, “Allah sudah membenarkan kita, Allah melihat darah Yesus yang membungkus, jadi kita sudah masuk surga, jangan pakai usaha sendiri karena keselamatan itu anugerah” adalah kalimat yang menyesatkan. Benar-benar menyesatkan! Allah benar-benar telah membenarkan kita oleh darah Yesus, betul. Tetapi, Allah tidak hanya melihat bungkus darah Yesus yang melingkupi kita. Allah juga mau inward, inner man kita yang harus diubah, memiliki pikiran, perasaan Kristus. Bukan hanya darah Yesus yang membungkus, tetapi manusia batiniah kita harus memiliki pikiran, perasaan Kristus.
Penyesatan ini sudah berlangsung berabad-abad. Banyak doktrin yang mengisyaratkan demikian. Hal ini harus diperbaiki, diluruskan, direvisi, dikritisi. Kata lain yang mungkin lebih tegas “digugat” karena pernyataan tersebut salah. Sebenarnya, harus ada perjuangan yang memadai untuk bisa memiliki kehidupan yang tak bercacat, tak bercela di hadapan Allah. Seiring kita menghayati hidup ini tragis, kita bisa mendengar Bapa bicara, “Aku ingin kamu di tempat-Ku. Betapa Aku ingin kamu di tempat-Ku. Tetapi sekarang belum bisa, karena keadaanmu belum bisa masuk di tempat-Ku.”
Allah memiliki integritas dan tatanan yang sempurna. Maka, kita harus berubah. Maka firman Tuhan mengatakan di 1 Petrus 1:16, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” Jangan setengah-setengah untuk hidup kudus. Jangan main-main lagi, bagi para pendeta, hamba Tuhan, aktivis, jemaat, usahakan jangan menyentuh apa yang najis. Buang semua pikiran kotor, kesombongan, ketidaktulusan!
Ada satu yang kita harus takuti. Kalau selevel kita seperti hari ini berani berbuat salah, maka pukulan keras Tuhan akan luar biasa. Jadi, jangan coba-coba berbuat salah. Sudah jalan sejauh ini, jika kita berbuat salah, sungguh itu mengerikan sekali! Kalau dulu kita berbuat salah, kita masih dijewer, lalu merah kuping kita. Tetapi kalau sekarang kita berbuat salah, kita digampar, bisa putus kepala kita. Jangan main-main dengan Tuhan! Maka, kita harus berbuah-buah. Kita adalah manusia yang rentan. Tidak perlu menunggu jatuh dari pesawat terbang. Misalnya, kita terpeleset dari tangga saja, bisa mati. Kalau sudah mati, kita bisa apa? Biar pangkat kita tinggi, biar gelar kita banyak, biar uang kita “segudang”, semua itu tidak akan ada artinya. Kita tetap manusia yang terbatas, yang hanya setingkat lebih tinggi dari hewan.
Tetapi kalau kita menjadi anak-anak Allah, maka kita menjadi mulia dalam pemandangan mata Allah Yang Maha Besar. Jangan sia-siakan kesempatan untuk bertobat. Sayangnya, tidak banyak orang yang masih memiliki kesadaran untuk mengerti hal ini, mau merespons kebenaran, dan berubah. Banyak sekali orang Kristen di dunia ini, tetapi yang benar-benar layak masuk Rumah Bapa, sedikit. Bahkan di akhir zaman ini, seperti yang dikemukakan Tuhan kita, Yesus Kristus, “Kalau Anak Manusia datang, apakah Dia mendapati iman di bumi?” Artinya tidak banyak orang yang beriman kepada Yesus secara benar. Banyak orang beragama Kristen, tetapi di dalam pandangan mata Allah, tidak beriman. Bukan orang yang beriman, artinya bukan orang yang layak menerima keselamatan.
“Diselamatkan oleh iman.” Iman itu bukan hanya keyakinan pikiran atau pengaminan akali, bukan hanya persetujuan akal pikiran kita melainkan tindakan. Siapa yang berani percaya bahwa ada surga? Abraham, bapa orang percaya, memberi contoh. Ia pertaruhkan semuanya demi negeri itu. Maka, Abraham disebut sebagai sahabat Allah. Abraham itu percaya penuh kepada Bapa. Kalau kita percaya Tuhan Yesus, maka kita harus mengikut jejak-Nya. Tetapi, sedikit sekali yang berani bertaruh untuk sungguh mengikut Yesus dan meneladani gaya hidup-Nya.
Kalau kita membaca dalam Alkitab, adanya pesta perkawinan Anak Domba, itu bukan perkawinan dalam arti seks, melainkan perjumpaan antara Yesus, Putra Tunggal kesayangan Yahweh, dengan anak-anak Allah yang berkeadaan sama dengan Dia, yang layak mendampingi Dia. Tentu saja yang berkeadaan serupa dengan Dia. Ini perjumpaan di pesta perkawinan Anak Domba. Kalau disebutkan “mempelai” itu bukan berarti mempelai dalam arti harfiah. “Aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci.” Pengertian kita, “perawan” itu wanita yang tidak pernah melakukan hubungan seks. Tetapi “perawan” yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang tidak ternodai oleh percintaan dunia, dan tidak ternodai lagi oleh dosa.
Kita tidak mungkin dijadikan perawan, kalau ukuran perawan itu artinya tidak pernah melakukan dosa. Kita semua orang berdosa. “Perawan” di sini artinya tidak ternodai. Kita memang pernah ternodai oleh dosa dan percintaan dunia, tetapi lewat proses perubahan itu, kita tidak ternodai lagi. Kita harus terus didapati Tuhan tak bercacat, tak bercela. Dan itu kesetiaan sejati.
Jangan setengah-setengah untuk hidup kudus.