Skip to content

Sensitif terhadap Dosa

Kalau kita tidak siap meninggal dunia berarti kita belum merespons realitas pengadilan Tuhan dengan benar. Maka berbeda dengan orang yang berjaga-jaga, serius memperhatikan neraca hidupnya setiap hari, ia pasti siap dan bersukacita karena ia telah menabur. Tentu kita tidak ingin mati muda lalu meninggal dalam waktu singkat, karena kita mau bekerja dan berbuah sebanyak-banyaknya untuk pekerjaan Tuhan. Tetapi kalaupun kita harus meninggal dan menghadap takhta pengadilan Tuhan, kita telah menabur dengan kehidupan yang menyenangkan Tuhan setiap hari. Kalau kita berbuat dosa, kita minta ampun, kita memperbarui diri. Kita harus serius memperhatikan neraca hidup kita setiap hari. Sebelum neraca akhir hidup kita dibuka, kita sudah harus membereskan hidup kita dari satu neraca ke neraca berikutnya. 

Dan kalau kita melihat neraca hidup kita buruk, segera kita perbaiki. Dan itu harus menjadi kegiatan hidup tetap, kegiatan rutin, sehingga tidak ada dosa yang terlewatkan yang masih melekat di dalam diri kita. Supaya kalau kita menghadap takhta pengadilan Tuhan, kita siap, dan kita telah menabur pelayanan; yaitu menolong sesama, memperhatikan orang miskin, menyelamatkan orang-orang yang di dalam kesulitan dan membawanya ke Kerajaan Surga. Dan mestinya apa pun masalah yang kita hadapi—kesulitan, pergumulan, persoalan dan segala kebutuhannya—tidak mengganggu usaha kita untuk melihat neraca hidup kita setiap hari. Masalah rumah tangga, masalah ekonomi, masalah apa pun, mestinya tidak merusak perhatian kita untuk memperhatikan keadaan neraca hidup kita di hadapan Tuhan. 

Namun, kalau kita sudah menganggap hal ada di pengadilan Tuhan itu perkara sepele, maka kita akan mengorbankan itu untuk perkara-perkara fana; ibarat Esau yang menukar hak kesulungannya dengan semangkok makanan. Bayangkan perasaan Tuhan, betapa gelisah-Nya Ia memperhatikan kita. Tuhan Yesus sudah mati di kayu salib menebus dosa kita. Kita ditebus, dan itu bukan hanya supaya kita bebas dari dosa-dosa yang sudah kita lakukan, tetapi juga supaya kita benar-benar berkeadaan menjadi orang-orang yang berkenan kepada-Nya. Seperti penjara, kita dulu di dalam penjara. Tuhan Yesus membongkar pintu penjara. Kita bukan hanya menerima anugerah pintu penjara terbuka, tetapi kita juga harus melangkah keluar dari penjara itu. Tuhan bukan hanya menyediakan pengampunan dosa atas semua perbuatan dosa kita, melainkan Tuhan juga membebaskan diri kita dari kodrat dosa supaya kita berkenan. 

Kita harus serius memeriksa hidup kita, supaya jangan ada niat, kodrat dosa yang tersisa di dalam diri kita. Sebab, ternyata dosa yang mendatangkan maut itu adalah kodrat dosa yang tidak diselesaikan. Kalau dosa-dosa yang kita lakukan, diampuni Tuhan dengan darah Yesus yang menghapus, tetapi kodrat dosa kita harus dihapus dengan firman. Yohanes 17:17 mengatakan, “Kuduskan mereka dalam kebenaran. Firman-Mu adalah kebenaran.” Bagaimana sifat dosa kita diganti dengan sifat Allah. Kita harus membawa keadaan kita itu di hadapan Tuhan, karena di Kerajaan Surga tidak ada lagi pemberontak. Tidak ada lagi orang-orang yang berbuat apa yang tidak sesuai kehendak Allah. 

Juga setiap potensi dosa yang ada dalam diri kita, harus diganti oleh sifat-sifat Allah. Jadi, kita kenali diri kita dengan benar. Kita bawa neraca batin kita di hadapan Tuhan. Maka, setiap hari kita harus punya waktu bertemu Tuhan, sebab tidak mungkin Tuhan tidak berbicara. Kekudusan Tuhan akan membuat kita sensitif terhadap dosa. Yang akhirnya kita menjadi anti dosa. Kalau kita rajin setiap hari ada di hadapan Tuhan, kita baru merasakan resistensi itu. Bukan tidak mau berbuat dosa, melainkan tidak bisa berbuat dosa. Dan kita mengenali diri kita. Kalau masih ada dosa, kita tahu. Ada umpan-umpan yang dibiarkan Tuhan untuk bisa kita nikmati. 

Kita harus menjadi kurban yang disembelih di atas mezbah. Sehingga jangan sampai kita merobek kekudusan. Yang harus kita robek adalah dosa. Kapan kita merobek dosa? Waktu kita punya kesempatan berbuat dosa, kita menolak. Nanti ada kesempatan yang lebih besar, kita robek lagi. Kita akan punya kesempatan. Tuhan membiarkan kita diumpani dosa. Kita harus menolak. Memang sakit ketika kita merobek dosa. Sebaliknya, kalau kita berbuat dosa, kita merobek kesucian. 

Jadi bersyukur sebelum kita menutup mata, kita sudah merobek kodrat dosa kita berkeping-keping sampai tidak bisa menyatu lagi. Ingat kalimat ini: Tuhan memberi keadaan, atau mengizinkan keadaan untuk kita berbuat dosa. Kita harus menangkap proses ini. Sebab dosa, dalam arti kodrat, tidak bisa dirobek tanpa penyangkalan diri. Kalau kita punya kelemahan berjudi, kita punya kesempatan nanti. Kalau kita berkata “tidak,” kita merobek dosa itu. Namun, kalau kita berjudi, kita merobek kesucian. 

Kekudusan Tuhan akan membuat kita sensitif terhadap dosa.