Yang luar biasa dalam hidup umat percaya adalah kita bisa menjadi bait Allah, di mana Roh Allah diam di dalam diri kita. Di dalam kehadiran-Nya, Allah pasti berbicara. Kalau umat Perjanjian Lama, bait Allahnya adalah gedung, kemah suci. Di Silo, misalnya. Tetapi bagi orang percaya, tubuhnyalah bait Allah. Setiap orang bisa berperkara, bisa berurusan, bisa berinteraksi dengan Allah. Allah berkenan hadir di dalam hidup kita dan menyatakan kehendak-Nya; apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Maka, menjadi umat pilihan Allah itu luar biasa. Karena kepada setiap individu, Allah mau berurusan.
Sehingga kita bisa mengerti apa yang Tuhan kehendaki dalam media persoalan dan pergumulan hidup yang kita alami, di mana ada momentum di situ. Hal itu bisa menyangkut peristiwa-peristiwa yang melibatkan orang lain, maupun pergumulan batin, perasaan kita yang kita sendiri menggumulinya. Maka, berbahagialah kita yang mendengarkan firman Tuhan dan melakukannya. Bagi kita, itu bukan firman dalam arti hukum, melainkan firman dalam arti suara Allah yang sangat spesifik, sangat khusus, yang bisa didengar setiap orang. Oleh sebab itu, yang bisa menilai seberapa kayanya masing-masing individu di hadapan Allah, hanya Tuhan, karena hanya Tuhan yang tahu.
Jadi kalau kita membuka mata pada pagi hari, kita diberi waktu hari itu, artinya kita harus bersyukur karena Allah mau hadir dalam hidup kita. Allah mau berurusan dengan kita. Di situlah kesempatan bagi kita untuk mengumpulkan harta di surga. Jadi bukan panjangnya hidup—sebab setiap kita punya panjang waktu yang sama—melainkan dalamnya hidup. Bagaimana kita memaknai waktu kita dalam setiap hari, yang kita diberikan 24 jam, yaitu dengan melakukan kehendak Bapa. Jadi begitu kita melek mata di pagi hari, dari menit pertama, menit kedua, menit ketiga, dan seterusnya, kita diperhadapkan pada momentum-momentum, peristiwa demi peristiwa dan pilihan untuk melakukan kehendak Allah atau tidak.
Jadi kalau kita bisa bangun pagi dan berdoa, mempersiapkan hari itu, betapa berartinya doa pagi itu. Namun bagi sebagian orang, Allah itu seperti mati, seperti tidak ada. Tetapi bagi kita, Dia hidup. Jadi ketika kita serius untuk memperkarakan “hal ini berkenan di hadapan Tuhan atau tidak,” kita akan makin bisa merasakan hadirnya Tuhan dalam hidup kita. Ketika kita membuat waktu kita bernilai karena melakukan kehendak Allah, maka hidup kita menjadi bernilai.
Orang yang menemukan Tuhan akan ditandai dengan memiliki sifat Tuhan. Orang yang memiliki sifat Tuhan, pasti memancarkan kemuliaan Tuhan. Pertanyaannya, seberapa kita sudah memancarkan kemuliaan Tuhan? Karena sering kita meleset. Tetapi tentu kita tidak mau meleset lagi. Apalagi sebagai hamba Tuhan, kehadirannya di mimbar itu harus kehadiran Allah. Hal itu bisa terwujud, kalau kehidupannya terlatih melakukan kehendak Tuhan dari hari ke hari, dari jam ke jam, dari menit ke menit. Dari 100 kesempatan yang Tuhan berikan di dalam waktu, dalam perjalanan waktu itu, seberapa kita melakukan kehendak Allah?
Maka perhatikan bagaimana kita berkebiasaan. Janganlah seperti orang bebal yang tidak mau ditegur, tidak mau menyadari salahnya, yang tidak mau berubah; bebal. Jadilah seperti orang arif yang mendengar firman dan melakukan. Kita mau semakin buka telinga, agar semakin sering mendengar suara Tuhan. Hal itu tidak boleh spekulasi, tetapi harus dilatih setiap hari. Pergunakanlah waktu yang ada, artinya bagaimana membuat waktu kita bernilai dengan melakukan kehendak Allah. Dalam hal ini, kita yang harus mengusahakan, bukan Tuhan. Karena Tuhan pasti sudah menyediakan suara-Nya. Tetapi apakah kita mau membuka telinga kita untuk mendengar suara Tuhan? Orang yang sungguh-sungguh saja, tidak mudah mendengar suara-Nya, apalagi yang tidak serius.
Kita ada di bumi yang seperti debu, jika dibanding jagat raya yang tidak terbatas. Dan kita adalah debu dalam debu. Allah semesta alam itu Maha Tinggi, Maha Suci. Jadi, jangan anggap remeh Tuhan. Kalau kita sungguh-sungguh pun, Tuhan kadang-kadang seperti tidak menanggapi. Tetapi kita tidak boleh tersinggung. Dia Maha Tinggi, Dia Maha Besar. Siapa kita? Tetapi kita tahu bahwa Tuhan menguji seberapa kita setia mencari Dia. Seberapa kita nekat menantikan Tuhan dalam hidup ini. Carilah Dia sampai tidak ada waktu yang kita miliki tanpa Tuhan hadir dalam hidup kita. Mumpung masih ada kesempatan. Jadi bukan masalah sukar atau ringan masalah kita, kritis atau krisis atau tidak, tetapi apakah di dalam setiap momentum itu kita melakukan kehendak Allah. Percayalah bahwa Allah hidup, artinya Ia hadir di hidup kita.
Ketika kita serius untuk memperkarakan “hal ini berkenan
di hadapan Tuhan atau tidak,” maka kita akan semakin bisa
merasakan hadirnya Tuhan dalam hidup kita.