Skip to content

Selera Rohani

Perjumpaan dengan Tuhan yang benar, perjumpaan dengan Allah yang benar, pasti akan membangkitkan selera rohani di dalam dirinya. Selera rohani di sini maksudnya dia bisa mengerti perasaan Allah; apa yang menyenangkan hati Tuhan, apa yang tidak. Banyak orang memiliki pengalaman keberagamaan, pengalaman liturgi, tetapi tidak memiliki pengalaman berjalan dengan Tuhan. Tidak ada perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Jadi, tidak heran banyak orang Kristen yang tidak mengerti selera Tuhan; tidak mengerti pikiran dan perasaan Allah. Jadi kalau seseorang mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara benar, cirinya adalah dia mengerti selera Tuhan; “baik kamu makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” 

Kalaupun pacaran, pacaran pun untuk Tuhan; menikah, menikah pun untuk Tuhan; punya anak, punya anak pun untuk Tuhan; tidak pacaran, tidak menikah, tidak punya anak pun juga untuk Tuhan. Mestinya standar hidup kita itu seperti ini. Dari anak-anak Sekolah Minggu, mestinya kita mengajarkan kebenaran ini. Kepada remaja dan pemuda, mestinya kita mengajarkan hal ini. Dan jika kebenaran ini diperoleh seseorang, maka hidup orang itu akan menjadi team work. Suami istri itu team work; tim yang bekerja bersama untuk pekerjaan Allah. Itu idealnya. Di dalam hidup ini, ada dua pilihan besar yang menentukan kebahagiaan. Pilihan yang pertama, memilih kekasih abadi. Pilihan kedua yang terbesar adalah memilih jodoh. 

70 tahun umur hidup kita di bumi ini, sebenarnya hanya untuk menemukan kekasih abadi. Kalau seorang pria atau seorang wanita serius dalam membangun rumah tangga, ia akan mengevaluasi, mengoreksi hubungan dengan pasangannya; hal-hal apakah yang membuat hubungan dengan pasangannya tidak harmoni? Kalau pasangan bertumbuh dewasa, maka mereka akan memiliki hubungan yang matang. Demikian pula kalau kita serius mau menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, dimana Yesus menjadi Mempelai Pria dan kita menjadi mempelai wanita. Kita serius mengoreksi, mengevaluasi hubungan kita dengan Tuhan. 

Kalau hubungan suami istri manusia, keduanya harus bertumbuh bersama. Kalau yang pria dewasa, wanita tidak dewasa, ada kesenjangan; dan sebaliknya. Maka sulit membangun hubungan harmoni yang matang atau dewasa. Namun kalau hubungan kita dengan Tuhan, Tuhan sempurna. Dia setia. Tidak diragukan. Yang menjadi masalah pasti di pihak kita, bukan di pihak Tuhan. Jadi kalau kita mengoreksi, mengevaluasi hubungan kita dengan Tuhan, yang kita evaluasi diri kita, bukan Tuhan. Karenanya, kita harus bertumbuh. Semakin kita bertumbuh dewasa, maka hubungan kita dengan Tuhan makin dewasa, makin matang. 

Dalam hubungan suami istri untuk mencapai hubungan yang ideal, tentu seseorang berusaha mengerti pasangannya, dan menyesuaikan diri. Demikian pula hubungan kita dengan Tuhan. Jangan menuntut Tuhan berbuat baik. Dia sudah sangat baik. Jangan menuntut Tuhan berbuat tidak salah. Dia tidak pernah bersalah. Pasti yang tidak baik dan yang bersalah itu pihak kita, bukan pihak Tuhan. Yang kita harus lakukan adalah kita bertumbuh untuk memahami, mengenal Allah. Bertumbuh dan memahami Allah. Bukan hanya secara teologis, bukan hanya secara pengajaran, melainkan setiap individu harus benar-benar berusaha untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan, sehingga bisa menemukan hubungan yang benar-benar eksklusif antara diri kita masing-masing dengan Tuhan. Eksklusivitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun. 

Kalau menggunakan kata “tipe” atau “versi,” tidak ada satupun manusia yang memiliki versi sama dalam berelasi dengan Tuhan. Karena setiap individu itu khusus, unik. Betapa menakjubkan Allah yang Maha Hadir, berurusan dengan setiap individu. Dan setiap individu bisa membangun eksklusivitas hubungan dengan Tuhan. Ironis, sedikit sekali yang benar-benar memperkarakan bagaimana menjumpai Tuhan, bagaimana memiliki perjumpaan dengan Tuhan, sentuhan dengan Tuhan secara personal. Personal relationship. Sampai menemukan satu versi, satu bentuk hubungan yang khas, yang khusus, yang dimiliki orang tersebut, yang tidak dimiliki oleh siapa pun. Hubungan yang matang, yang dewasa, yang ideal, yang bisa dicapai setiap individu dengan Tuhan. Allah itu hidup. 

Kalau di Perjanjian Lama, kita membaca umat Israel memiliki hubungan dengan Yahweh itu secara komunitas atau massal. Memang ada tokoh-tokoh Alkitab yang memiliki personal relationship yang bagus, yang indah, yang khas. Dan mereka adalah orang-orang istimewa dimana hidup mereka juga menjadi contoh untuk kita. Tetapi, tidak banyak. Itulah agama, yang memiliki ciri salah satunya dominasi tokoh. Di Perjanjian Baru, kita menyembah Allah dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Jadi, media sebenarnya bukan ritual atau liturgi atau seremonial yang untuk itu orang mengemas liturgi sebagus-bagusnya, melainkan perjumpaan pribadi dengan Tuhan. 

Perjumpaan dengan Allah yang benar, pasti akan membangkitkan selera rohani di dalam dirinya.