Salib yang dipikul oleh Tuhan Yesus adalah penderitaan demi keselamatan orang lain. Salib kita masing-masing juga kita pikul demi keselamatan sesama kita. Semua orang percaya harus memiliki salibnya sendiri. Tentu saja sebelum kita memikul salib, kita sendiri telah mengalami keselamatan. Sebenarnya, kalau seseorang benar-benar mengalami keselamatan, ia pasti akan mengusahakan agar orang lain juga mengalami keselamatan. Orang yang sudah mengalami keselamatan akan mengisi hidupnya dengan selain terus berusaha mengerjakan keselamatannya—yaitu bagaimana menjadi anak Allah yang berkenan di hadapan Allah Bapa—juga mengusahakan orang lain mengalami keselamatan. Untuk melakukan ini, semua milik dipertaruhkan atau dikorbankan, baik tenaga, waktu, pikiran, harta, dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan sebagai pengabdian kepada Tuhan. Pengorbanan segenap hidup yang dipersembahkan oleh anak-anak Allah yang baik, akan sampai pada taraf “menyakitkan.” Inilah prajurit yang baik, yang rela menderita demi tugas yang disandangnya. Penderitaan inilah yang dimaksud dengan salib kita masing-masing.
Kalau tidak ada salib Kristus, tidak akan pernah ada salib-salib lainnya. Hendaknya kita tidak memandang salib sebagai suatu beban, tetapi kesempatan untuk memperoleh harta abadi yang tiada tara. Dengan salib kita masing-masing, Bapa juga menyediakan masa depan yang penuh harapan. Tanpa salib, seseorang tidak akan dapat kesempatan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Inilah yang menjadi sumber kebahagiaan dalam diri orang percaya, yaitu mereka yang mengalami aniaya karena Kristus. Penderitaan mendatangkan kemuliaan. Inilah sesungguhnya bagian dari perlombaan yang diwajibkan (Ibr. 12:1-2). Perlombaan yang diwajibkan bagi orang percaya, sesungguhnya adalah pergumulan untuk menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan-Nya.
Dalam salib, ada perjuangan untuk disahkan sebagai anak-anak Allah yang berkenan kepada-Nya. Untuk dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus sebagai anak-anak Allah, kita harus menderita bersama-sama dengan Kristus. Menderita bersama-sama dengan Kristus berarti menderita bagi kepentingan Kerajaan Allah, dan menderita sama seperti Dia telah menderita. Dalam hal ini, ciri seorang yang sah sebagai anak-anak Allah yang berkenan adalah memikul salib, yaitu penderitaan demi kepentingan Kerajaan Surga. Ketika Bapa berkata bahwa Tuhan Yesus adalah Anak yang berkenan, Tuhan Yesus belum menjadi pemenang, artinya belum terbukti taat sampai mati di kayu salib. Ia memang berkenan atau menyenangkan hati Bapa karena rela meninggalkan kemuliaan, tetapi Ia belum sampai pada kesempurnaan dalam menunaikan tugas Bapa. Demi tugas dari Bapa, Ia menganggap kemuliaan yang dimiliki-Nya tidak berharga, dibandingkan dengan ketaatan-Nya kepada Bapa di surga. Puncak perjuangan-Nya adalah ketika Ia disiksa, dihina, dan dipermalukan di depan umum, tetapi Ia tetap tekun menanggung bantahan atau perlawanan atau pemberontakan manusia.
Perlombaan untuk menjadi anak Allah yang sah dan berkenan kepada-Nya, harus kita terima dengan segenap hati. Kita harus memandang Tuhan Yesus, artinya meneladani ketekunan-Nya agar kita dapat menjadi pemenang, sama seperti Dia menang. Dialah satu-satunya model Anak Allah yang harus kita teladani secara wajib. “Diwajibkan” berarti tidak bisa tidak, kita harus mengikutinya. Untuk menjadikan ini wajib bagi kita, kita tidak boleh menjadikan sesuatu yang lain sebagai wajib. Dengan demikian, hanya satu yang mutlak harus kita capai, yaitu menjadi anak-anak Allah yang berkenan di hadapan Bapa.
Kalau seseorang tidak merespons proyek keselamatan dari Bapa, yaitu tidak menerima didikan-Nya, maka anugerah yang disediakan Allah baginya akan terbuang sia-sia. Dalam hal ini, adalah kesempatan bagi kita jika kita menerima didikan dari Bapa, agar kita dapat menjadi anak Allah yang sah berkenan di hadapan-Nya. Tidak banyak orang yang memiliki kesempatan yang luar biasa ini. Oleh sebab itu, kita harus memberi penghargaan yang setinggi-tinggi-Nya, dan merespons dengan benar didikan Allah Bapa. Dalam hal ini, menjadi umat pilihan berarti harus mempertaruhkan sehenap hidup bagi Tuhan. Kita tidak bisa membantah penentuan Tuhan ini.
Kita harus mengucap syukur atas kehormatan untuk menjadi anak-anak Allah yang sah dan yang berkenan kepada-Nya. Hanya umat pilihan yang memeroleh kesempatan mengikuti perlombaan ini. Pemilihan sebagai orang-orang yang direncanakan menjadi anak-anak Allah adalah pilihan berdasarkan kedaulatan-Nya. Hal ini sama dengan pilihan Allah atas bangsa Israel. Mereka dipilih bukan berdasarkan perbuatan, melainkan berdasarkan kasih karunia. Tetapi kalau bangsa itu tidak dengar-dengaran, Allah pun menghajar mereka dan mencampakkan mereka. Harus diingat, bahwa tidak semua orang yang keluar dari Mesir berhasil bisa masuk tanah Kanaan. Hal ini sama dengan bahwa tidak semua orang yang terpilih sebagai umat pilihan di zaman Perjanjian Baru, pasti menjadi anak-anak Allah yang sah dan menyukakan hati Allah Bapa. Banyak orang yang terpilih, tetapi tidak semuanya. Keberkenanan di hadapan Tuhan itu harus diperjuangkan sebagai sikap menghargai anugerah dan kasih karunia yang Tuhan Yesus perjuangkan di kayu salib.