Keselamatan dalam Yesus Kristus bukan hanya menghindarkan kita dari api kekal, bukan hanya menyelamatkan jiwa kita dari api kekal, tetapi juga menyelamatkan karakter kita. Justru karakter yang diselamatkan, karakter yang diubah, inilah yang membuat seseorang layak masuk Kerajaan Surga. Bersyukur kita masih menyadari hal ini. Mata pengertian kita dibuka melihat realitas ini. Maka, yang sekarang kita lakukan adalah bagaimana kita bebenah diri untuk tidak ikut tercemari oleh cara berpikir, gaya hidup, filosofi dunia yang egois (mau menang sendiri), hanya memperhatikan kepentingan sendiri, dan tidak memiliki belas kasihan.
Jangan ikut terpapar oleh virus dunia yang membinasakan. Kita harus membawa diri kepada Tuhan yang bisa menyelamatkan kita. Bukan hanya membawa diri menjadi orang Kristen dan pergi ke gereja saja. Banyak orang Kristen pergi ke gereja, tetapi tetap terpapar oleh virus dunia dan menjadi anak-anak dunia yang sebenarnya tidak layak masuk Rumah Bapa. Firman Tuhan mengatakan di Roma 12:2, “Janganlah serupa dengan dunia ini.” Artinya kita jangan terpapar oleh virus cara berpikir, prinsip, filosofi hidup manusia di sekitar kita yang egois, berpusat pada diri sendiri, tidak mau mengalah, tidak melihat kepentingan orang lain, tetapi hanya melihat kepentingan diri sendiri.
Kita harus melarikan diri dari keadaan ini. Sekarang yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita tidak bergaul dengan orang yang bisa menularkan gairah, filosofi, dan prinsip-prinsip hidup yang tidak sesuai dengan kekudusan Allah. Kita punya banyak teman, kolega bisnis; tentu boleh bertemu sesekali atau tetap berinteraksi dalam berbagai kepentingan untuk bisnis atau kerja. Tetapi kalau bersahabat menyatu hati, jangan! Kita akan terpapar. Hindari pergaulan-pergaulan yang merusak.
Kumpul-kumpul dengan orang yang tidak takut Tuhan, yang pikirannya materialistis, membuat kita juga materialistis, termasuk reuni-reuni, harus dijauhi! Kita harus menjauhi dunia. Tontonan juga dijauhi! Tidak usah nonton yang tidak perlu. Kasus A, kasus B, merusak, men-distract pikiran kita. Tidak usah, tidak perlu. Ingat, menjauhi dunia bukan berarti secara fisik kita tidak bergaul sama sekali dengan masyarakat. Bukan berarti kita mau menyepi ke tempat sepi, di mana tidak ada manusia. Bukan begitu. Tetapi jangan tenggelam dan jangan terwarnai, terpapar, tertular cara berpikir dunia yang makin rusak. Sementara itu, kita harus mengisi waktu bertemu Tuhan.
Jadi, ada masa pemisahan. Seperti padi yang dipanen, lalu harus diolah agar memisahkan padi dari kulitnya. Gandum juga begitu, dipisahkan. Kalau dulu ada masa penuaian, sekarang masa penampian. Ditampi, digoyang. Kulit sekamnya ditiup. Kalau ibu-ibu mau membuat berasnya bersih, sudah beli beras saja, masih ditampi, diangkat. Apalagi yang masih ditutup sama kulitnya. Kulitnya, gabah, yang digebuk, ditumbuk, terus diayak, ditampi, terus diangkat. Ditiup kulitnya, padinya jatuh, kulitnya keluar. Ini sudah masa penampian. Yang jahat, akan tambah jahat; yang kudus, tambah kudus. Jadi dunia kita ke depan, tidak bisa orang bersikap netral. Dia harus menentukan sikap. Dia harus bertindak, apakah dia menjadi anak Allah yang baik atau tidak sama sekali. Tidak bisa setengah baik.
Keadaan dunia akan mengondisi manusia tidak bisa netral, tidak bisa suam-suam. Mau panas, panas sekalian; mau dingin, dingin sekalian. Kita yang sekarang harus mempersiapkan diri, mempersiapkan anak-anak kita dan orang-orang yang kita kasihi, agar suatu hari nanti kita semua diperkenan masuk Kerajaan Surga. Allah menghendaki kita dapat melarikan diri dari dunia. Di masa penampian ini, kita harus sungguh-sungguh meninggalkan pergaulan yang buruk, tontonan yang buruk, dan segala pengaruh dunia. Supaya kita benar-benar dikhususkan menjadi orang-orang saleh Tuhan. Ini pilihan. Kita harus mengambil keputusan atau pilihan. Kita tidak bisa berkata, “Mengalir saja.” Kita harus mengambil keputusan: menjadi orang saleh Tuhan atau orang salah.
Kuasa kegelapan itu banyak mengguncang. Banyak orang Kristen yang terfokus pada guncangan-guncangan yang terjadi dalam hidupnya, sehingga tidak memberikan fokus, perhatian kepada Tuhan. Iblis mendesain keadaan, dan Allah mengizinkan kejadian-kejadian yang terjadi untuk menguji kita. Tetapi, Iblis mau kita jatuh. Kalau Allah, menjadikan ini ujian untuk naik kelas, untuk bergerak atau moving to the next level; naik level. Seperti yang dialami Ayub. Iblis bermaksud mau menjatuhkan, merusak hidup Ayub; sedangkan Allah menguji.
Kondisi dunia yang jahat ini menjadi ujian. Kita bisa berkata, “Demi surga, saya lebih baik tinggal di tengah hutan, tidak bergaul dengan masyarakat.” Tidak bisa! Justru kita tidak akan pernah bertumbuh. Ketika kita hidup di tengah-tengah masyarakat dengan segala pengaruhnya dengan berbagai pencobaan, jika kita tetap berprinsip pada kesucian, maka kita akan bertumbuh terus di dalam kesucian.
Kita harus mengambil keputusan: menjadi orang saleh Tuhan atau orang salah.