Pada awal pengiringan, murid-murid Yesus tidak mengerti apa maksud keselamatan yang Tuhan Yesus kerjakan, yang karenanya Ia datang ke dunia. Sama dengan kebanyakan orang-orang Yahudi. Mereka membutuhkan seorang pembebas dengan kekuatan supranatural dari Allah, yang dapat membebaskan mereka dari penjajahan bangsa asing dan memberikan mereka kemakmuran. Itulah sebabnya murid-murid mau meninggalkan pekerjaan mereka, meninggalkan profesi mereka, meninggalkan keluarga mereka, demi harapan hari esok. Tuhan Yesus mengerti motivasi di dalam hati murid-murid itu yang tidak berbeda dengan kebanyakan orang-orang Yahudi. Tetapi Tuhan Yesus tidak bisa menjelaskan dalam waktu singkat, tidak bisa mengubah pikiran mereka yang salah dalam sekejap. Tuhan Yesus dengan sabar menyampaikan kebenaran demi kebenaran. Itupun belum cukup. Setelah kebangkitan-Nya, murid-murid pun masih bertanya yang juga merupakan tuntutan, “Kapan Tuhan memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis. 1:4-6). Ketika Roh Kudus dicurahkan, pengertian mereka menjadi lengkap. Roh Kudus menuntun mereka kepada seluruh kebenaran.
Di dalam 1 Petrus 1:13, Petrus menulis, “Letakkanlah seluruh pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan.” Selanjutnya dalam 1 Petrus 1:3-4 Petrus mengingatkan bahwa kita memiliki harta—bukan di bumi—yang tersimpan di surga. Jadi ada sebuah revolusi atau perubahan pengertian, sehingga cara mereka memandang hidup atau dimensi pandang mereka berubah. Kalau kita membaca Matius 16:21-23, Petruslah yang menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem, Petruslah yang menegur Yesus menggunakan nama Allah supaya Yesus tidak ke Yerusalem. Maksudnya agar jangan mati, sebab mereka mengharapkan Yesus menjadi seorang yang nanti akan berkuasa secara lahiriah. Dan tentu saja Petrus dan murid-murid yang lain, yang selama itu dekat dengan Tuhan, pasti akan mendapat bagian. Coba bayangkan kalau kita adalah murid-murid Yesus pada waktu itu. Mungkin kita sama seperti murid-murid itu yang ikut Yesus demi harapan hari esok di bumi ini. Padahal, Tuhan Yesus menyediakan hari esok di belakang langit biru. Revolusi pengertian yang dimiliki oleh para murid, kiranya juga menjadi revolusi pengertian kita.
Dalam Matius 6:21 Tuhan Yesus sudah mengatakan, “di mana ada hartamu, di situ hatimu berada;” “Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi.” Tapi murid-murid-Nya masih belum mengerti. Mereka masih berkelahi satu dengan yang lain, dan memperebutkan siapa yang akan terkemuka di dalam Kerajaan Yesus. Namun pada akhirnya, mereka mengalami revolusi pengertian. Pernahkah kita mengalami revolusi ini? Kita sudah hidup dengan pengertian yang salah selama bertahun-tahun dimana kita belum memindahkan hati kita secara utuh. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kita mulai memahami bahwa di dalam Kerajaan Surga nanti ada pemerintahan, ada masyarakat, ada orang-orang yang akan memerintah bersama-sama dengan Tuhan Yesus, yang akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Surga itu bukan upah atau pahala kita. Surga itu hidup kita, negeri kita, tanah air kita, rumah kita. Upah atau pahala itu adalah jabatan atau kedudukan atau strata yang diberikan kepada kita masing-masing nanti.
Persoalan-persoalan yang sangat berat yang kita hadapi dan kekecewaan-kekecewaan, membuat kita mengerti bahwa kekristenan yang sejati pasti bukan seperti yang dikenakan oleh banyak orang Kristen hari ini. Paulus mengatakan dalam Kolose 3:1-4 agar kita memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi; yang sama dengan “di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.” Seharusnya, kita sudah tidak memikirkan lagi hal-hal yang menurut pertimbangan umum—yang juga dulu menjadi pertimbangan kita—yaitu sesuatu yang membahagiakan atau memberi nilai diri. Itulah sebabnya di Matius 16:21-23, ketika Petrus menghalangi Yesus ke Yerusalem, Yesus menghardik: “Enyah, Iblis! “Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Semua pemikiran yang menghalangi kita menjadi anak-anak Allah yang hatinya dipindahkan di Kerajaan Surga, pasti berasal dari Iblis.
Banyak orang baik—pendeta, aktivis, orang percaya—namun banyak yang belum memindahkan hatinya. Dimana dalam diri orang-orang ini, masih ada unsur-unsur pikiran yang bukan dari Allah yang memang tidak disinyalir jahat, tapi dapat menghalangi revolusi pengertian sehingga dia tidak bisa memindahkan hatinya secara penuh di surga. Memang harus diakui, betapa sulitnya memindahkan hati ini. Namun, revolusi atau pembaharuan pikiran kita harus berjalan terus. Kalau sampai kita bisa memindahkan hati kita di dalam Kerajaan Surga, kita baru bisa mencintai Tuhan lebih utuh. Mari kita belajar memikirkan apa yang Allah kehendaki untuk kita pikirkan. Sebab “setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku.” Mumpung kita masih memiliki kesempatan untuk mengalami revolusi pengertian.
Revolusi pengertian dimulai dengan memikirkan apa yang Allah kehendaki untuk kita pikirkan.