Skip to content

Respons

Mengamati kisah mengenai Lot, yaitu mengenai dua utusan Allah di mana kedua utusan ini sudah mendesak Lot untuk segera meninggalkan rumah. Namun, kalau kita teliti, kedua utusan ini tidak memaksa, pada mulanya, tetapi ketika keadaan mendesak, maka kedua utusan itu memaksa Lot untuk segera meninggalkan Sodom. Akhirnya, memang Lot dengan dua anak gadisnya dan istrinya meninggalkan Sodom Gomora. Tetapi kita mengetahui kisah Lot ini, bagaimana istri Lot akhirnya menjadi tiang garam. Seandainya Lot sejak semalam ketika diberitahu—kedua tamu itu masuk rumah Lot ketika hari sudah menjelang malam—Lot sudah pergi dari rumah itu, maka tidak akan pernah terjadi bencana atas keluarga Lot; istrinya menjadi tiang garam dan terjadi hubungan yang tidak patut antara Lot dan dua anak gadisnya. 

Ini kisah di Alkitab yang benar-benar sangat tragis. Lot memang bukan orang jahat. Di antara orang-orang di kota Sodom Gomora, Lot orang baik. Dapat dibuktikan dengan dua utusan yang datang ke tempat mereka, tidak ada seorang pun yang memedulikan, tetapi Lot tunduk. Dikatakan di dalam Alkitab, bahwa Lot sujud dan mengajak kedua tamu tersebut masuk ke dalam rumahnya. Dalam hal ini, Lot juga mempertaruhkan nyawanya. Namun, sikap lambat, tidak respons cepat terhadap ajakan atau panggilan Tuhan itu, harus Lot bayar dengan harga yang mahal. Hal ini harus kita perhatikan dengan sangat serius. 

Kita sudah tahu bahwa kita hidup di perjalanan waktu. Kita juga sudah tahu bahwa kematian adalah satu hal yang pasti akan terjadi dan bisa datang setiap saat. Ingat, hal kematian tidak bisa diprediksi. Kita juga tahu bahwa setelah kematian, setiap kita harus menghadap takhta pengadilan Allah, seluruh isi kehidupan kita akan dibuka dan kita diadili (2 Kor. 5:9-10). Bahkan, satu kata yang kita ucapkan, harus kita pertanggungjawabkan. Jadi, tidak ada sesuatu yang gratis dalam hidup ini. Kita harus mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan, baik atau jahat. Namun, seberapa banyak di antara kita yang betul-betul memperhatikan fakta itu, betul-betul responsif dan reaktif? 

Respons kita sangat menunjukkan atau membuktikan seberapa kita menghormati Tuhan. Hal ini sama dengan seberapa kita memercayai perkataan-Nya. Kalau kita tidak memercayai perkataan Tuhan, itu sama saja dengan tidak menghormati Tuhan. Sikap menunda, tidak responsif, tidak reaktif terhadap firman Tuhan, terhadap kehendak Tuhan yang harus kita lakukan, sebenarnya merupakan sikap tidak atau kurang menghormati Allah. Padahal, kita mau supaya dikembalikan ke rancangan Allah semula, menjadi manusia sesuai kehendak Allah, diperkenan menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Di mana keagungan dan kemuliaannya tidak dapat kita bayangkan saat ini. Namun, juga kita tidak akan bisa membayangkan betapa ngerinya kekekalan seseorang yang terpisah dari hadirat Allah selamanya.

Ingat, waktu ini akan berjalan terus dan suatu kali akan berhenti. Kita tidak akan bisa menambah sehasta saja waktu umur hidup kita. Itu kengeriannya luar biasa, saat kita tidak bisa menambah sehasta saja umur hidup kita. Hal itu mengerikan sekali. Namun, masalahnya, kepada siapa kita percaya? Jaminannya apa kalau Tuhan itu benar? Kalau kita sungguh-sungguh mau responsif kepada firman Tuhan, maka kelakuan kita pasti akan berubah, ditandai dengan ikatan kita kepada hal-hal dunia semakin jauh. Yesus mengajar kita harus sempurna seperti Bapa. Sebenarnya surga itu buahnya, bukan dalam arti tujuan secara fisik. Tujuan kita itu pada mulanya adalah hidup kita diubah. Dengan hidup kita diubah, maka kita layak untuk bersama Tuhan. Masalahnya, mengubah hidup ini memang tidak mudah. Yesus berkata, “Kalau kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, kamu tidak masuk surga,” (Matius 18:3). 

Bertobat, artinya berbalik (Ibr. shub; Yun. Metanoia), artinya perubahan pikiran. Maka, kata “anak” di dalam teks itu adalah paidion, artinya anak usia 7-14 tahun, usia yang efektif untuk dididik. Jadi ada satu periode, satu masa ketika seseorang itu bisa dididik. Walau kita sudah tua dan sudah melewati proses dididik Tuhan, tetapi kita dapat tetap mudah dibentuk, asal kita mau serius dan berkomitmen untuk mengubah hidup kita. Namun, seseorang yang belum tua, masih umur 30-40 tahun, tetapi dasar bandelnya dari sejak remaja, maka bisa saja sudah tidak bisa diperbaiki. Kita mesti mengoreksi diri dan jujur, apakah ada perubahan signifikan, perubahan yang nyata di dalam hidup kita. Kalau tidak, kita harus menggeliat. Setiap hari kita harus memeriksa hal-hal apakah yang tidak patut yang masih kita lakukan, untuk kita akui kesalahannya dan kita ubah. Kalau Tuhan menegur kita atas kesalahan yang kita lakukan, maka kita harus responsif.

Respons kita sangat menunjukkan atau membuktikan seberapa kita menghormati Tuhan.