Cerita tentang ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita, tentu tidak asing lagi. Ketika ketidakadilan seakan-akan memperoleh kemenangan, dan orang baik tertindas, serta kehilangan hak-haknya secara proporsional, kita bermaksud hendak menegakkan keadilan, tetapi kita tidak berdaya sama sekali. Kita hanya bisa menjadi marah, dan tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Inilah dunia; di manapun, dunia dipenuhi orang-orang jahat yang melakukan berbagai ketidakadilan. Ketika ketidakadilan seakan-akan memperoleh kemenangan, sesungguhnya inilah saat dimana kejahatan manusia sedang dimatangkan. Kejahatan sedang “disempurnakan,” agar para pelaku ketidakadilan semakin pantas mendapatkan hukuman. Sebaliknya, kita harus memasuki proses dimatangkannya kesucian kita. Keadaan dunia yang jahat dan tidak adil ini menginspirasi kita agar kita tidak ikut terjerembab ke dalam lubang yang sama. Harus selalu kita ingat bahwa pengadilan Tuhan akan digelar, dan pasti berlangsung dengan adil.
Sebagai orang yang ber-Tuhan, kita harus dapat membuktikan bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang benar. Untuk itu, kelakukan kitalah yang membuktikannya. Sebab, pembelaan kita bagi Tuhan bukanlah dengan tindakan kekerasan yang menggunakan kekuatan fisik, melainkan dengan perilaku yang agung seperti perilaku Tuhan Yesus yang kita sembah. Salah satu tokoh iman Perjanjian Lama yang bisa kita teladani adalah Yusuf. Arti nama ‘Yusuf’ adalah to save, savior; menyelamatkan. Terkait dengan nama Yosua, Yasa. Oleh karena Yusuf lahir dari istri yang paling dicintainya, Rahel, maka Yusuf pun menjadi anak kesayangan Yakub. Yusuf diperlakukan sangat baik oleh ayahnya, lebih dari anak-anaknya yang lain.
Sejak muda, Yusuf sudah dipilih Allah. Allah merancang Yusuf sebagai penyelamat, sesuai dengan arti namanya. Rencana Allah yang besar diberitahukan kepada Yusuf melalui mimpi (Kej. 37:5-11). Mimpi yang diceritakan kepada saudara-saudaranya membuat mereka marah dan iri kepada Yusuf, sehingga Yusuf diperlakukan sewenang-wenang, nyaris dibunuh, dan kemudian dijual sebagai budak di Mesir. Masa depan Yusuf suram, gelap tertutup awan. Tapi Yusuf mengerti bahwa Allah membangun harapan dalam ketiadaan harapan. Yusuf menjadi budak di rumah Potifar. Yusuf dirancang untuk menjadi seorang besar, tetapi ia harus masuk dalam penderitaan. Tuhan terlebih dahulu membuat Yusuf seakan-akan tidak punya masa depan. Untuk menggenapi rencana Allah dalam hidup seseorang, harus ada proses. Kejadian 39:1-20 mencatat proses pembentukan Allah terhadap Yusuf.
Allah pun memiliki rencana bagi setiap individu. Namun demikian, tanggung jawab dan respons individu agar tergenapinya rencana Allah itu berperan sangat penting, karena manusia bukan robot yang di remote control. Manusia diberi kehendak bebas. Maka, apakah seseorang memenuhi rencana Allah atau tidak, tergantung dirinya. Kalau kita lihat di ujung akhir zaman ini, kita harus berjuang untuk kehidupan yang benar-benar berkenan kepada Allah, dan kita harus benar-benar menggenapi rencana Allah. Maka, kita mempersiapkan diri untuk menyongsong kedatangan Tuhan, untuk menghadapi kenyataan kita menghadap takhta pengadilan Allah. Persiapan diri itu tidak akan membuat kita rugi, karena persiapan kita tidak akan pernah hilang, persiapan kita menjadi harta abadi.
Ketika Yusuf digoda oleh istri Potifar, dengan berani ia menolak ajakan berbuat dosa dengan mengatakan: “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” Lihat bagaimana Iblis mau menyimpangkan fokus Yusuf yang mau menjadi alat dalam tangan Tuhan. Posisi Yusuf makin gelap ketika ia difitnah oleh istri Potifar. Yusuf dimasukkan ke dalam penjara. Pada akhirnya hidupnya, Yusuf menjadi raja di Mesir. Dari perjalanan hidupnya, kita dapat satu pelajaran penting, yaitu ketika kita hidup dalam kesucian dan ketaatan kepada Tuhan—walau masa depan kita seperti makin suram, makin redup, makin gelap—Tuhan pasti akan mewujudkan rencana-Nya dalam hidup kita. Masalahnya, kita sering tidak sabar dan mencari jalan sendiri. Jangan sampai rencana Tuhan dalam hidup kita tidak tergenapi karena kelalaian kita.
Indahnya Tuhan, luar biasanya Tuhan, sabarnya Tuhan. Walaupun kita sering gagal, Ia tetap menuntun kita. Maka, kalau hari ini kita masih diberi kesempatan, jangan sia-siakan. Hari ini bertobatlah, jangan berbuat dosa lagi. Kita harus tegas terhadap dosa. Mari kita mengakhiri sisa hidup kita dengan sebaik mungkin dan sebenar mungkin. Jangan sombong, semua kita juga bisa jatuh. Tapi, kita bisa memilih untuk taat dan mengasihi Tuhan. Kita harus mencontoh Yusuf yang fokus untuk menggenapi rencana Allah, walaupun dari ke hari mendengar bujukan dosa. Jadi, orang Kristen yang benar pasti digarap Tuhan. Bisa sampai lelah, capai, bahkan putus asa. Tapi, Tuhan mengatakan bahwa dalam hal kita menanggung pencobaan, kita belum sampai mencucurkan darah. Kesempatan ini luar biasa. Selagi kita masih memiliki nadi yang berdenyut dan jantung yang berdetak, kita memiliki kesempatan untuk proses menjadi orang besar di mata Tuhan.
Jangan sampai rencana Tuhan dalam hidup kita tidak tergenapi karena kelalaian kita.