Orang yang benar-benar menetapkan hati mengasihi Tuhan akan menjadi seperti Tuhan; berkeadaan mulia, kudus, berhati tulus, berbelaskasihan, dan memiliki sifat-sifat Tuhan yang dia cintai. Ingat, hal ini adalah pilihan, bukan anugerah. Sebab, semua orang diberi Tuhan kesempatan untuk itu. Masalahnya, apakah seseorang memilih dan menggunakan kesempatan itu dengan baik? Ini benar-benar membahagiakan kita, bahwa tidak ada orang atau siapa pun yang dapat melarang kita mengasihi Tuhan. Memang ada gangguan-gangguan yang kuasa kegelapan lakukan agar kita tidak mengasihi Tuhan, tetapi dia tidak bisa membatalkan, atau mencabut tekad kita yang teguh untuk mengasihi Allah. Kita yang harus membuat cinta kita kepada Tuhan itu membara, menyala.
Sementara kita berkeadaan belum mulia, sementara sifat-sifat manusia lama kita masih melekat di dalam diri ini, mungkin saja kita masih bisa melakukan banyak dosa dan kesalahan, tetapi kita menetapkan hati mengasihi Tuhan, di situ Tuhan akan menggarap hidup kita. Sungguh benar seperti yang dikatakan di dalam Roma 8:28, “Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.” Kebaikan yang dimaksud dapat kita lihat di ayat 29, yaitu “serupa dengan Yesus.” Itulah sebabnya Tuhan menaruh perasaan di dalam diri kita. Kita segambar dengan Allah, artinya kita bisa memiliki pikiran dan perasaan Tuhan. Kalau kita mau serius dan bertekad kuat, maka tidak ada hal apa pun yang bisa menghalangi kita untuk memikirkan Allah dan mencari pengenalan akan Allah.
Iblis bisa saja menggoda agar kita teralihkan dan fokus kepada yang lain. Namun, kalau kita memang mau fokus kepada Tuhan, Iblis tidak bisa menghalangi kita. Tidak ada yang bisa menghalangi dan melarang kita untuk mencari Tuhan, memikirkan tentang Tuhan, mengenal Tuhan dan mengasihi Dia. Jangan sampai hati kita telanjur direbut oleh dunia. Sebab, Iblis memang berusaha merebut hati kita dengan mempertontonkan atau menunjukkan keindahan dunia. Faktanya, banyak orang yang terpikat, tertarik, lalu menikmati dunia ini sehingga selera jiwanya menjadi sesat, selera jiwanya menjadi rusak, sehingga hatinya terfokus kepada dunia.
Ingat, firman Tuhan mengatakan keinginan dunia ini membinasakan; “Dunia dengan segala keinginannya akan binasa, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah hidup selama-lamanya” (1Yoh. 2:17). Hidup kekal, menjadi mulia, karena kita memiliki sifat-sifat Allah. Jadi, kepada siapa hati seseorang tertaruh, dia akan berkualitas seperti objek yang kepadanya ia menaruh hatinya. Di dalam Lukas 4:5-8, Tuhan Yesus dibawa ke tempat tinggi dan kepada-Nya ditunjukkan keindahan dunia, kemuliaan dunia (the glory of the world), dan Iblis menawarkan keindahan dunia kepada Yesus dan memberikannya, asal Yesus mau menyembah kepada Iblis.
Namun, Yesus berkata, “Engkau harus menyembah Tuhan, Allah-Mu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.” Menyembah artinya memberi nilai tinggi atau proskuneo. Kepada objek apa kita memberi nilai tinggi, di situlah kita menyembah. Apa yang kita sembah, pasti itulah yang kita cintai. Hal-hal yang kita cintai, itulah yang akan memberi sifat-sifat dan keberadaan. Jadi, kalau seseorang mencintai dunia, maka sifat-sifat dunia akan diserapnya. Mengerikan! Jika seorang mencintai dunia, maka kualitas hidupnya seperti dunia.
Maka, kalau orang sungguh mencintai Tuhan, ia akan menjadi mulia seperti Allah mulia. Ia menjadi kudus, menjadi tulus, dan memiliki sifat-sifat Allah yang agung itu. Jadi, bagaimana nasib atau keadaan kekal seseorang, ditentukan oleh diri orang itu sendiri. Makanya Allah memberi perasaan dan pikiran. Dari pikiran dan perasaan inilah manusia bisa memiliki kehendak bebas. Dia dapat mempertimbangkan, mengambil keputusan dan memilih. Bukan Allah yang memilih, bukan Allah yang menetapkan, melainkan manusia itu sendiri.
Dulu kita sering berkata, “Gerakkan hatiku mencintai-Mu, Tuhan.” Kalau Tuhan yang menggerakkan seseorang bisa mencintai Dia dan yang lain Tuhan tidak menggerakkan, berarti Tuhan menetapkan seseorang bisa masuk surga dan yang lain tidak pernah masuk surga, karena tidak digerakkan untuk mencintai Tuhan. Maka, orang yang hatinya tidak digerakkan Allah untuk mencintai Allah, tentu tidak bisa dikatakan bersalah karena Allah tidak menjamah dan menggarap dirinya. Sebaliknya, orang yang disentuh Allah untuk bisa mencintai Allah, tidak layak mendapatkan upah karena Allah yang mengerjakan bukan dirinya sendiri. Yang benar adalah manusia harus memilih dan menetapkan siapa yang dicintainya. Inilah yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita.
Orang yang benar-benar menetapkan hati mengasihi Tuhan akan menjadi seperti Tuhan; berkeadaan mulia, kudus, berhati tulus, berbelaskasihan, dan memiliki sifat-sifat Tuhan yang dia cintai. Inilah rahasia kehidupan.