Skip to content

Proyeksi Kekekalan

Sekarang yang harus kita pelajari adalah bagaimana cara kita mencari Tuhan. Pertama, kita harus sungguh-sungguh setiap hari menyediakan waktu untuk berjumpa dengan Tuhan dalam jam doa, dalam saat teduh. Betul-betul kita memang menyediakan waktu untuk bertemu Tuhan. Kita punya waktu bertemu dengan orangtua, punya waktu bertemu dengan pasangan hidup, punya waktu bertemu dengan anak-anak, dengan keluarga, ada waktu untuk jalan-jalan dengan keluarga. Pada waktu kita datang ke hadirat Allah, itu harus kita anggap sebagai prime time kita, lebih dari semua waktu yang kita gunakan. Di sini akan tampak keseriusan kita memercayai Allah yang tidak kelihatan; memercayai Allah yang tidak tampak. Bisa berminggu-minggu kita seakan-akan berbicara ke udara kosong. Tetapi kita harus setia dan tekun dalam mencari wajah Tuhan, sampai kita menemukan-Nya. Ada pengalaman-pengalaman yang luar biasa yang nanti kita akan alami di situ. Banyak ayat yang mengajarkan kita untuk selalu mencari Tuhan, misalnya Mazmur 27:8; 105:4; Yesaya 55:6; Amsal 5:6, 14.

Jangan hanya bicara, “Ya, kita harus berdoa,” tapi tidak memiliki doa yang benar. Kita harus berani menyediakan waktu kita untuk itu. Tekun, duduk diam. Maka, jangan ada satu hari berlalu tanpa berjumpa dengan Tuhan. Kalau kita tidak memulai sekarang, kita tidak akan pernah memiliki jam pertemuan dengan Tuhan. Di ujung maut, ketika seseorang mau melepas nyawa, tangannya menggapai-gapai mencari pegangan. Ia ingin meyakini keselamatan dan Tuhan yang ada di sampingnya, tapi tidak mampu. Mengapa tidak mampu? Karena tidak biasa menjumpai Tuhan. Atau, pada waktu dalam bahaya atau pada waktu di dalam bahaya, ia pun tidak mampu menjumpai Tuhan.

Yang kedua, kita harus menemukan kebenaran melalui Alkitab. Kemudian kita perkaya dengan membaca buku-buku rohani, dan mendengarkan khotbah pendeta atau hamba Tuhan. Hal-hal ini dapat membuka pengertian kita untuk mengenal Allah secara kognitif. Tentu untuk menentukan buku mana yang harus kita baca dan pendeta mana yang kita dengarkan, Tuhan akan mengarahkan kita. Kalau kita bisa baca koran setiap hari, kenapa tidak bisa baca Alkitab dan buku rohani? Kalau kita bisa nonton infotainment, film, dan berita, mengapa tidak mendengarkan khotbah? Ini menjadi ciri dari seseorang yang memang tidak serius mau mengenal Allah.

Yang ketiga, kita harus memperhatikan setiap kejadian yang kita alami, karena itu merupakan cara Allah mendewasakan. Dalam konteks ini, dewasa itu sama dengan suci. Makin dewasa, makin suci. Suci itu bukan hanya berarti bersih, melainkan juga memiliki pikiran dan perasaan yang tajam, sehingga semua kehendak yang dilahirkan dari pikiran dan perasaan tersebut selalu sesuai dengan kehendak Allah. Jadi, pendewasaan kita itu sama dengan proses untuk hidup makin kudus. Setiap peristiwa memuat nasihat dan berkat Tuhan. Ini tergantung bagaimana kita merespons terhadap kejadian dan peristiwa yang kita alami. Kalau respons kita salah, kita bisa tambah rusak. Kalau respons kita baik, ini tambah baik. Dan untuk ini, kita pakai satu jurus, yaitu domba kelu dibawa ke pembantaian; diam, mengalah. Mengalah itu akan mengarakter diri menjadi lemah lembut seperti Yesus.

Memaknai suatu kejadian sebagai kehadiran Allah atau tindakan Allah, bukan saja pada waktu mengalami kesembuhan secara ajaib atau mengalami mukjizat kesembuhan, atau hal-hal spektakuler. Kita harus memaknai kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan sebagai bentuk atau cara Allah menyatakan kehadiran-Nya. Dia adalah Allah sebagai Bapa yang mendidik kita. Luar biasa. Maka, kalau kita sungguh-sungguh mencari Tuhan, kita harus memperhatikan dengan saksama setiap peristiwa hidup sebagai cara Allah untuk membuat kita lebih dikuduskan, lebih dewasa. Melalui berbagai kesulitan-kesulitan hidup dan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan, atau bahkan sangat tidak menyenangkan. Keadaan yang menyakitkan, bahkan sangat menyakitkan. Jadi jangan berpikir bahwa respons atau reaksi terhadap suatu keadaan itu hasilnya bisa nol. Kalau tidak rugi, ya untung; kalau tidak gelap, ya terang.

Proyeksi Tuhan bagi kita adalah kekekalan. Tuhan mau kita memiliki kesucian. Tanpa kesucian, seseorang tidak dapat melihat Allah, artinya tidak dapat bersekutu dengan Dia. Makanya, Tuhan akan memberi kita keadaan untuk mendewasakan kita supaya kita bisa bersekutu. Seiring perjalanan waktu, kedewasaan kita harus bertambah, kesucian kita harus bertambah, tidak boleh meleset-meleset. Sebab, setiap kali meleset, itu mengganggu perasaan Allah. Bisa melukai hati Tuhan kita. Jadi, kehadiran Allah yang membawa berkat jasmani—kesembuhan, berbagai mukjizat untuk pemenuhan kebutuhan jasmani—itu tidak berdampak panjang dalam hidup. Namun, kehadiran Allah melalui pembentukan-Nya—yaitu penggarapan atas kita dengan menggunakan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan—itu kekal, karena membawa kita kepada kemuliaan.

Proyeksi Tuhan bagi kita adalah kekekalan.