Orang bijak, orang cerdas, siapapun dia; baik orang yang beragama maupun tidak, orang yang percaya Tuhan Allah maupun ateis, kalau ia mengerti bagaimana memanfaatkan kesempatan, maka ia adalah orang yang beruntung. Kesempatan itu adalah harta, atau sebagai tangga untuk meraih harta, kekayaan, kemuliaan. Tentu harta, kekayaan, kemuliaan yang sesuai dengan konsep setiap orang. Tetapi bagaimanapun, orang yang bisa menggunakan kesempatan adalah orang yang beruntung. Orang yang kaya; bisa kaya akan hikmat, pengetahuan, juga bisa kekayaan materi.
Dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen; kekayaan dunia, kehormatan manusia atau kemuliaan duniawi bukanlah tujuan. Tujuan kita yang benar haruslah hanya Tuhan dan Kerajaan-Nya. Untuk bisa mencapainya, hidup kita tentu harus diubah. Hidup kita harus diubah menjadi manusia sesuai dengan kehendak Allah. Manusia sesuai dengan kehendak Allah, standarnya adalah Tuhan Yesus. Sebagaimana yang tertulis dalam Roma 8:29, “Supaya Yesus, Anak-Nya, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Yesus sudah memulai perjuangan untuk menjadi manusia yang segambar, serupa dengan Allah Bapa. Adam pertama gagal, tetapi Adam terakhir—Yesus—berhasil menjadi manusia yang segambar dan serupa dengan Allah Bapa. Dialah model manusia yang Allah kehendaki. Bagi orang percaya, tujuan hidupnya haruslah Tuhan dan Kerajaan-Nya. Maka, kita harus mencapai kehidupan yang segambar dan serupa dengan Allah. Yesus menjadi yang sulung, Dia telah memulai dan berhasil. Allah memakai setiap kejadian dalam hidup untuk membentuk atau mendewasakan, supaya kita menjadi serupa dengan Yesus.
Tidak ada kejadian yang tidak memiliki manfaat di dalam hidup kita, terkait dengan proses agar kita menjadi serupa dengan Yesus. Tidak ada peristiwa hidup, baik yang kita dengar, kita lihat, apalagi yang kita alami yang tidak bermakna. Semuanya bisa menjadi sarana Tuhan untuk mengubah kita. Masalahnya, apakah hal-hal atau kejadian-kejadian tersebut, baik yang kita lihat, kita dengar, apalagi yang dialami, diterima sebagai kesempatan untuk berubah? Faktanya, banyak orang Kristen yang menganggap sepele atau remeh kejadian-kejadian yang dialami. Kita pun cenderung demikian. Saat melihat sesuatu, mendengar sesuatu tanpa mau berusaha untuk menemukan pelajaran apa yang bisa atau harus kita peroleh, dari apa yang kita dengar dan yang kita lihat.
Banyak kesempatan berharga yang berlalu sia-sia. Apa yang kita dengar, kita lihat, kita renungkan, jika dikaitkan dengan hal-hal rohani, pasti ada pelajaran rohaninya karena ada nasihat atau arahan Tuhan, artinya ada mentoring Tuhan. Apalagi dari yang kita alami. Itu pasti lebih kuat mengubah kita, baik itu hal-hal kecil, hal-hal sederhana, sampai kepada hal-hal yang besar. Kejadian atau peristiwa yang bisa menyita pikiran, perasaan, atau yang dianggap sebagai hal yang besar, pasti dampaknya juga besar.
Kesalahan banyak orang dan kesalahan banyak dari kita juga, adalah ketika berada di dalam suatu masalah, kita hanyut dan tenggelam dalam masalah tersebut. Apakah itu sesuatu yang merugikan atau yang menguntungkan; apakah itu sesuatu yang membuat kita berduka atau sukacita? Kalau hal itu membuat kita dukacita, kita merasa dirugikan, dan sering kita hanyut di dalam perasaan dukacita. Biasanya bagi orang Kristen, saat berurusan dengan Tuhan hanya karena mau menyelesaikan masalah, tetapi tidak mempersoalkan apa nasihat Tuhan, mentoring Tuhan, dan arahan Tuhan melalui persoalan tersebut. Kita menjadi lupa, apalagi kalau hal itu melukai atau menyakiti kita.
Hal-hal besar seperti dikhianati pasangan hidup, dapat membuat mereka yang mengalaminya menjadi tenggelam di dalam masalah-masalah itu. Seharusnya setiap individu menemukan apa arahan Tuhan melalui persoalan. Tepatnya, bagian apa dalam hidup kita yang mau diubah Tuhan? Kalau masalah itu berat sekali, sebenarnya dampaknya juga akan menjadi jauh lebih besar. Maksudnya, dampak positifnya. Tetapi itu hanya jika kita menyadari bahwa peristiwa-peristiwa itu mengandung, memuat nasihat dan arahan Tuhan karena Tuhan sedang memproses kita.
Tetapi banyak orang yang tidak mau menangkap pesan Tuhan, hikmah atau pelajaran rohani di balik persoalan yang dialaminya. Apalagi kalau persoalan itu berat. Rasanya hidupnya ini malang, langit hidupnya rubuh. Maka, biasanya kalau orang berurusan dengan Tuhan, mereka hanya ingin supaya masalahnya cepat selesai. Padahal kalau dia mencari Tuhan dan memberi diri diubahkan Tuhan terus untuk menjadi manusia sesuai dengan rencana Allah, manusia yang berkenan kepada Bapa, yang serupa dengan Yesus, Tuhan pasti membelanya. Tuhan pasti membuka jalan dan menyelesaikan masalahnya. Tuhan pasti menolong. Sekarang tinggal kita, apakah kita percaya bahwa masalah-masalah yang kita alami tersebut mengandung pelajaran penting yang dapat mengubah kita menjadi manusia yang berkodrat ilahi?
Tidak ada kejadian yang tidak memiliki manfaat di dalam hidup kita, terkait dengan proses menjadi serupa dengan Yesus.