Skip to content

Prestasi di Kekekalan

Seorang pedagang yang ulet akan tetap melayani pelanggan yang datang walau jam buka toko sudah hampir selesai. Tidak jarang, apabila toko telanjur tutup, maka pelanggan dapat dilayani di rumah. Pertanyaan bagi setiap kita, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama untuk Tuhan? Kita harus memiliki gairah atau ambisi untuk menjadi perwira tinggi Kerajaan Surga. Sehingga pada waktu nanti di pengadilan Tuhan, ketika nama kita dipanggil, Tuhan akan memberikan ‘reward’ atau kehormatan kepada kita sebagai orang ‘yang terkemuka.’ Dalam hal ini, kita bukan gila hormat, atau gila pangkat, tetapi kita mau menjadi kesukaan Bapa. Karena Bapa akan sangat bangga kalau kita—anak-anak-Nya—berprestasi. Berprestasi di dalam kekekalan. Jika kita sungguh-sungguh berambisi berprestasi dalam kekekalan, maka kita pasti sungguh-sungguh menjaga kekudusan hidup. Lalu, apa pun yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan, kita lakukan. Kita tidak akan pernah menyesal melakukan hal ini.

Sebab, ketika orang di ujung maut dan tahu bahwa yang dibutuhkan hanya Tuhan, dia akan menyesal kenapa tidak mencari Tuhan sungguh-sungguh. Ironis, banyak orang menganggap Tuhan itu murahan. Maka mereka sembarangan mengucapkan kalimat, kata, atau menuliskan sesuatu di media sosial, sembarangan bertindak, tidak punya nurani. Mari, kita berambisi menjadi orang terkemuka di dalam Kerajaan Surga. Sehingga kita sudah bisa membayangkan dan menghayati sejak sekarang, karena memang ini bukan fantasi. Kemuliaan bersama Tuhan itu nyata dan pasti. Di mana ada kemeriahan pesta Anak Domba Allah, yaitu perjumpaan Yesus dengan orang percaya yang setia di dalam Kerajaan Bapa di surga. 

Betapa hal itu tidak terbayangkan keindahannya. Keagungan pejabat tinggi dan keagungan bangsawan dunia hari ini, tidak ada artinya. Namun, orang-orang sederhana yang mungkin tidak dikenal oleh manusia lain, tidak terhormat dan tidak berharga di mata manusia, ternyata menjadi orang-orang terhormat dan terkemuka di Kerajaan Surga. Sesuatu yang pasti, bukan spekulasi, pasti; adanya kehidupan yang akan datang, adanya Kerajaan Surga. Karenanya, pertama, kita harus benar-benar menjaga kehidupan. Dan yang kedua, kita harus sungguh-sungguh hidup dalam pengorbanan bagi Tuhan. Ingat, “Karena hanya orang yang menderita bersama Tuhan Yesus yang dimuliakan” (Rm. 8:17).

Mungkin saat ini kita melayani Tuhan karena masih ikut-ikutan, terbawa. Dan kita belum memiliki kemurnian hati, karena belum dewasa atau belum matang. Karakter atau sifat lama juga belum hilang. Bisa juga karena bapaknya pendeta, anaknya ikut melayani, terbawa. Bahkan jadi pengganti bapaknya sebagai gembala. Tapi belum tentu dia melayani dengan sungguh-sungguh. Di Kerajaan Surga nanti, orang seperti ini tidak akan menjadi yang terkemuka. Kalau keadaan kita hari ini masih seperti itu, mari kita berubah. Sekarang kita harus belajar untuk tidak punya naluri manusia lama lagi.

Naluri kita harus naluri rohani. Kita harus berambisi. Jadi kalau kita sekarang berada di tengah-tengah keluarga, dan ditindas, dihina, diinjak-injak, nama kita rusak di tengah keluarga besar, hal itu sebenarnya bisa menjadi bahan bakar untuk terbang tinggi. Jangan membalas, tunggu sampai kita semua menghadap pengadilan Tuhan. Tapi kalau sekarang kita adalah orang terhormat, disanjung, diagungkan, terkemuka di mata manusia, mungkin kita malah akan melempem. Lalu mengapa kita tidak berambisi menjadi orang terkemuka di Kerajaan Surga? 

Jadi bersyukur kalau saat ini kita teraniaya, tertindas, miskin, tidak punya apa-apa, tidak terhormat, tidak dikenal siapa-siapa, asalkan kita hidup dalam kekudusan, kesucian maka pasti ada tempat di mana kita mengabdi kepada Tuhan, dan kita diangkat Tuhan di situ. Tidak mungkin tidak ada kesempatan melayani Tuhan. Tidak mungkin tidak punya kesempatan memikul salib, tidak mungkin! Orang yang sudah hidup nyaman, bisa tidak memikul salib. Kelihatannya pikul banyak beban, tetapi beban itu dipikulnya karena ia mau punya prestise, nama besar. 

Namun, kalau kita tulus mau memenangkan jiwa-jiwa, pasti Tuhan membaca hati kita. Jadi, kalau kita hidup kudus, kita pasti punya tempat dalam pelayanan. Namun, orang yang punya tempat dalam pelayanan, belum tentu punya hati yang benar. Kita mau menjadi orang-orang istimewa di mata Allah. Maka, jangan kita terjebak mencari pujian, sanjungan manusia. Kita harus betul-betul jujur dengan diri sendiri, supaya ketika kita nanti di pengadilan Tuhan, kita punya nilai. Hidup kita itu singkat. Betapa kita ingin agar hidup ini benar-benar kita pakai untuk mengabdi kepada Tuhan, sebanyak-banyaknya yang kita bisa lakukan.

Jika kita sungguh-sungguh berambisi berprestasi dalam kekekalan, maka kita pasti sungguh-sungguh menjaga kekudusan hidup.