Kita harus selalu menyadari dan mempertimbangkan adanya potensi dosa yang belum selesai di dalam diri kita. Belum selesai, karena belum ada impuls atau rangsang. Tuhan mau menyelesaikan keburukan kita, keruhnya bejana hati kita dengan membuat banyak hal. Karena Tuhan mau kita mulia. Jadi jangan kita berpikir waktu di dunia tidak mulia, nanti mati lalu ada proses dibersihkan, lalu masuk. Kalau seseorang tidak mulia sejak hidup di bumi, dia tidak bisa berkeadaan mulia di hadapan Allah. Sebab keadaan seseorang di hadapan Allah, itu hasil akhir dari apa yang diperjuangkan sejak di bumi. Jadi kalau kita tidak berkeadaan mulia sejak di bumi, kita tidak akan menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Di sini keselamatan bukan hanya keyakinan, tetapi realitas yang dihadapi.
Kita tidak perlu pamer bahwa kita sudah mulia, nyatanya kita memang belum sempurna. Dasar karakter kita buruk, tapi kita mau berubah terus; dan ini harus menjadi agenda kita satu-satunya dalam hidup. Seseorang bisa tidak menikah, bisa tidak memiliki kekayaan, tapi jangan sampai ia tidak memiliki kemuliaan. Kita harus memeriksa diri, apakah kita sudah berkeadaan mulia. Kita itu sering tanpa sadar berusaha untuk menampilkan bahwa kita ini seseorang; dan itu sangat merusak. Lebih baik kita diam. Sebaliknya, biarlah kita memeriksa diri, apakah masih ada potensi dosa di dalam diri kita. Sebab orang-orang yang nanti masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah adalah mereka yang tidak berpotensi sama sekali berbuat sesuatu yang bertentangan dengan pikiran dan perasaan Bapa. Tidak berpotensi sama sekali; powerless.
Kadang-kadang kita memang diam, tapi ada ganjalan di hati. Hal ini tetap tidak boleh. Maka, kita mau belajar terus, mau terus diubah. Jika kita berjuang sungguh-sungguh di sini, kita bisa merasakan kerinduan pulang ke surga. Kita merasa lelah, bukan karena masalah hidup, melainkan lelah dalam menanggulangi daging dan manusia lama kita. Perasaan tersebut muncul bersamaan dengan proses yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Kita mendapat begitu banyak tekanan, tapi kita terus berjuang untuk tidak bersalah. Kadang-kadang ketika masalah itu datang, kita masih limbung, reaksi kita masih salah. Tapi seiring waktu, kita mulai tenang. Tuhan menolong kita untuk merubah natur atau kodrat dalam diri kita.
Kalau kita jujur melihat diri kita sekarang ini, apakah kita sudah layak untuk menginjak surga? Sejujurnya, kita harus akui kalau kita belum mulia. Tapi jangan hanya sampai pada pengakuan “aku belum mulia.” Tanggulangi apa yang membuat kita tidak mulia di mata Allah. Apakah itu candaan yang tidak patut, pikiran yang tidak bersih, ucapan yang tidak tulus, dan lainnya. Di situ kita benar-benar harus belajar. Maka Tuhan akan menolong dan membentuk kita. Bapa akan mewarnai kita. Inilah cara kita meraih kemuliaan. Natur kita diubah melalui pergumulan hidup. Dengan proses ini, maka di surga nanti tidak akan pernah terjadi pemberontakan seperti yang pernah terjadi pada zaman Iblis waktu masih di surga. Karena orang yang masuk surga sudah melalui seleksi; yaitu selama umur hidupnya di bumi ini. Jadi, sudah tidak berpotensi untuk berbuat dosa karena sudah diubah naturnya melalui proses panjang kehidupan.
Mari kita periksa diri kita masing-masing. Apakah kita sudah lebih mulia dari kemarin, dan kita berharap besok kita lebih mulia dari hari ini. Makanya di 1 Petrus 1:17 firman Tuhan mengatakan, “kalau kamu memanggil Allah itu Bapa, hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia,” memang, selama kamu menumpang di dunia, kamu hidup dalam ketakutan. Tapi bukan takut karena kita mau dihukum, melainkan karena kita tidak ingin melukai hati Bapa. Seperti seorang anak yang tidak naik kelas, yang membuat dukacita orangtua bukan hanya tidak naik kelasnya, tapi potensi rendah yang dimiliki anak itu. Mau jadi apa nanti? Jadi, kalau kita berbuat salah bukan hanya kesalahan itu yang mendukakan Allah, tetapi potensi dosa yang masih ada pada kita. Sekarang, setelah kita menyadari ini, kita kalau mengasihi Tuhan, kita harus mematikannya dan berkata, “Aku bersedia, Tuhan.”
Orang-orang yang nanti masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah
adalah mereka yang tidak berpotensi sama sekali—powerless—berbuat sesuatu yang bertentangan dengan pikiran dan perasaan Bapa.