Saudaraku,
Kalau seseorang hanya cakap mengendalikan lidah, maka ia menjadi licik dan munafik. Orang yang tidak banyak bicara belum tentu memiliki ucapan yang bijaksana, tetapi memang lebih sedikit membawa dampak negatif daripada orang yang tidak bijaksana tetapi banyak bicara. Akhirnya, bagaimanapun suatu saat akan nampak apakah hati seseorang lurus atau bengkok. Tuhan Yesus berkata, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan (Mat. 23:25). Hal ini juga bisa menunjuk fenomena dimana bagian dalam hidup manusia tidak digarap, tetapi bagian luarnya (lidah) digerakkan manis.
Untuk menjadi bijaksana seseorang harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Hal inilah yang sulit. Tetapi kalau diupayakan dengan sungguh-sungguh, pasti bisa. Upaya yang harus dilakukan adalah selalu berusaha mengalami pembaharuan pikiran melalui firman-Nya setiap hari. Target yang harus dicapai untuk memiliki kebijaksanaan adalah seperti Tuhan Yesus atau sempurna seperti Bapa. Dengan kebijaksanaan ini seseorang akan dengan sendirinya bisa menempatkan kata dan sikap yang memberkati orang lain. Dalam hal ini dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras serta waktu yang cukup untuk memiliki hati yang bijaksana.
Dengan kebijaksanaan, maka ia tidak akan mengucapkan kata-kata yang tidak perlu untuk diucapkan. Kalau ia mengucapkan perkataan, maka perkataannya akan memberkati orang yang mendengarnya. Orang bijaksana tidak diharapkan diam saja, sebab perkataannya akan memberkati orang lain. Di ayat yang lain Tuhan Yesus berkata bahwa bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang (Mat. 15:11). Pernyataan ini sering digunakan untuk membela argumentasi bahwa apa saja yang dimakan halal. Padahal dalam konteks Yahudi ada banyak jenis makanan yang dilarang untuk dikonsumsi dan mereka sangat ketat melakukannya. Tuhan Yesus pun menjunjung tinggi dan menghargainya agar Tuhan Yesus tidak menjadi batu sandungan.
Jadi konteks ayat tersebut bukan soal jenis makanan, melainkan mengenai adat istiadat harus mencuci tangan sebelum makan (Mat. 15:1-2). Mencuci tangan pun sebenarnya juga bukan sesuatu yang salah, sebab mencuci tangan sebelum makan sangat higienis. Tentu Tuhan Yesus tidak melarangnya. Tetapi Tuhan menentang adat istiadat tersebut bila dijadikan standar kesucian hidup, seakan-akan adat istiadat sejajar dengan firman Allah. Pada kesempatan itu Tuhan Yesus menunjukkan ada hal lain yang lebih besar, yaitu apa yang keluar dari mulut. Keluar dari mulut ini bukan muntahan dari perut, melainkan perkataan yang keluar dari perbendaharaan hatinya.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya (Luk. 6:45), dan apa yang keluar dari mulutnya menajiskan orang (Mat. 5:11). Kata menajiskan dalam teks aslinya adalah kionoo (κοινόω) yang bisa berarti to make common, to make unclean, desecrate (membuat umum; menajiskan, membuat tidak suci, menodai, polusi). Perkataan yang sia-sia tidak akan membuat dampak yang baik secara luar biasa, tetapi hanya bernilai biasa-biasa saja (to make common).
Padahal betapa hebat kuasa perkataan itu kalau ditempatkan pada tempat yang tepat dengan isi yang berkualitas. Tentu untuk memiliki isi yang berkualitas seseorang harus memiliki kebjaksanaan yang tinggi. Perkataan yang sia-sia akan menajiskan atau membuat kotor (polusi) suatu persahabatan atau hubungan dengan sesama. Perkataan yang tidak bijaksana membuat orang lain sakit hati, kecewa, marah dan merencanakan sesuatu yang jahat. Hal inilah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan menajiskan. Fakta yang bisa terjadi karena sakit hati seseorang memutuskan persahabatan, menyimpan dendam sampai membunuh. Jadi, betapa berbahaya perkataan, namun juga betapa mulianya perkataan jika digunakan dengan bijaksana. Allah memberikan mulut untuk bisa menyampaikan pesan-pesan Tuhan atau hikmat Allah. Oleh sebab itu mulut yang sama tidak boleh untuk memuji Tuhan, tetapi juga untuk mengutuk orang.
Teriring salam dan doa,
Assct. Prof. Dr. Erastus Sabdono
Perkataan yang sia-sia akan menajiskan atau membuat polusi suatu persahabatan atau hubungan dengan sesama.