Sebelum bertobat, pada dasarnya kita adalah manusia yang tidak ber-Tuhan. Manusia yang sesat yang memilih jalan sendiri. Walaupun kita dinilai baik dan bermoral di mata manusia, tetapi kita tidak menemukan siapa diri kita di hadapan Sang Khalik. Sebagai akibatnya, kita tidak menemukan tempat kita secara benar di hadapan Tuhan dan tidak menempatkan Tuhan di tempat yang benar dalam hidup ini. Setelah mengenal Tuhan, kita harus terus menerus belajar mengenal kebenaran-Nya, agar dapat menempatkan diri dengan benar di hadapan-Nya dan menempatkan Tuhan di tempat yang benar dalam hidup ini. Maka diperlukan adanya perubahan—atau yang kita kenal dengan istilah transformasi—dalam hidup kita.
Transformasi adalah perubahan pola berpikir yang mengakibatkan perubahan arah hidup. Perubahan ini menyangkut seluruh filosofinya, ini berarti juga perubahan sikap hati dan seluruh gaya hidup; yang sejajar dengan pertobatan. Transformasi yang terjadi dalam diri seseorang akan membuka pikiran dan kesadarannya, sehingga dapat menghayati dari mana ia datang dan ke mana ia pergi (Yoh. 3:8-11). Bagi orang percaya, transformasi akan menyadarkan bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini. Transformasi akan berlangsung secara terus menerus atau berkesinambungan, bukan sebuah momentum atau peristiwa yang terjadi dalam sekejap. Hal ini terjadi karena hasil kerja keras orang percaya dalam memberitakan Injil dengan mengajarkan kebenaran murni seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Tidak dapat dibantah bahwa pikiran seseorang sangat berperan dalam kehidupan. Pikiranlah yang menciptakan atau menetapkan standar hidup, dan seseorang akan terus bergerak sepanjang waktu untuk mencapai standar hidup tersebut.
Pada umumnya manusia ingin mencapai apa yang juga dicapai oleh manusia di sekitarnya. Tetapi bagi orang percaya, Firman Tuhan berkata, “Janganlah kamu serupa dengan dunia ini.” Pikiran bisa menjadi tempat di mana Iblis dapat memiliki akses atau jalan untuk menguasai kehidupan seseorang dan melaksanakan kehendaknya. Bila hal ini terjadi, maka kehendak Allah dan rencana-Nya dijauhkan dari kehidupan orang tersebut. Itulah sebabnya Paulus menasihati orang percaya agar tidak memberi “kesempatan” kepada Iblis (Ef. 4:27); artinya agar tidak mengisi pikiran dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran Tuhan. Tuhan Yesus menebus manusia supaya menjadi umat pilihan-Nya yang meninggalkan cara hidup yang diwarisi dari nenek moyang (1Ptr. 1:18-19); yaitu cara hidup yang tidak sesuai dengan cara hidup bangsawan surgawi.
Dalam transformasi terdapat sarana yang mengubah hidup seseorang. Sarana tersebut adalah Firman Tuhan; logos maupun rhema. Firman Tuhan adalah sarana transformasi yang tidak dapat digantikan dengan apa pun. Proses ini berlangsung karena pekerjaan Roh Kudus yang mengilhami orang percaya agar dapat mengerti Firman Tuhan. Untuk itu, orang percaya harus juga berusaha menggali dan menemukan Firman Tuhan yang benar dengan hati yang haus dan lapar. Dalam tulisannya, Petrus menegaskan agar orang percaya “menyiapkan akal budi” (1Ptr. 1:13). Menyiapkan berasal dari kata gird up (Yun. anazonnumi; ἀναζώννυμι), artinya bersiap-siap untuk bertindak atau menggunakan akal budi dengan saksama. Tentu ada relasi antara menyiapkan akal budi dalam 1 Petrus 1:13 dengan cara hidup nenek moyang yang harus ditinggalkan di ayat 18.
Dari hal ini dapatlah diperoleh kesimpulan bahwa langkah meninggalkan cara hidup yang diwarisi dari nenek moyang adalah menggunakan pikiran untuk mengenali kebenaran. Dengan mengenali kebenaran inilah seseorang dapat meninggalkan cara hidup orang yang tidak mengenal Tuhan. Dalam dialog antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi, Ia berkata: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh. 8:31-32). Jalan memperoleh kemerdekaan adalah tetap dalam Firman, sehingga benar-benar menjadi murid Tuhan, mengerti kebenaran dan kebenaran itulah yang memerdekakan. Kemerdekaan di sini maksudnya adalah terlepas dari cara hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, yang diwarisi dari nenek moyang.
Ada beberapa pokok pikiran yang harus diperhatikan. Pertama, kuasa ilahi menganugerahkan kuasa untuk hidup saleh. Hendaknya kuasa Tuhan bukan hanya dikaitkan dengan mukjizat dalam pelayanan. Dalam ayat ini, maksud kuasa ilahi yang Tuhan berikan adalah untuk hidup yang saleh, yaitu mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Kedua, kuasa ilahi tersebut tersalur melalui pengenalan akan Tuhan. Perhatikan kalimat “oleh pengenalan kita akan Dia” (Yun. dia tes epignoseos tou kaleo antos hemas). Pengenalan akan Tuhan terletak pada pikiran yang telah diperbarui atau ditransformasi. Dengan demikian jelaslah bahwa pengenalan akan Tuhan—yaitu pikiran yang dipenuhi dengan kebenaran—akan menentukan kualitas hidup manusia.
Transformasi adalah perubahan pola berpikir yang mengakibatkan perubahan arah hidup.