Skip to content

Pertaruhan

Mengikut Tuhan bukan hal yang mudah atau gratis, karena mengikut Tuhan berarti kita memberikan pertaruhan. Memang keselamatan dimulai dari karya Yesus di kayu salib dan itu adalah pemberian cuma-cuma. Namun, setelah kita mendengar Injil dan kita memutuskan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan ikut Tuhan, pertaruhannya adalah segenap hidup kita. Hal ini mutlak atau absolut. Maka, kita harus menanggalkan diri kita atau sama dengan menyangkal diri atau mengosongkan diri, supaya kita bisa mengenakan hidup-Nya, yaitu pikiran dan perasaan Tuhan Yesus Kristus ketika menjadi manusia, yang itu adalah kepenuhan Allah, di mana Firman memenuhi Yesus; apa yang Dia lakukan, apa yang Yesus lakukan, ucapkan, semua merupakan peragaan Firman itu. 

Demikian pula kita. Kalau Alkitab berkata bahwa kita menjadi surat yang terbuka, itu bukan menunjuk surat kita sendiri atau surat siapa-siapa, melainkan surat Tuhan. Maka, kalau kita menjadi surat Tuhan, berarti kita hidup hanya untuk melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki. Kita hanya mau—dan mestinya—menyelenggarakan hidup-Nya Tuhan. Kesucian Allah yang tidak dapat dilihat oleh mata dan tidak dikenali manusia pada umumnya, itu yang kita peragakan. Itulah sebabnya Yesus disebut sebagai “Saksi yang setia,” sebab Yesus membuktikan atau menunjukkan siapa Allah yang benar. Allah yang benar adalah Allah Israel, Elohim Yahweh (Why. 1:5; 2:13; 3:14). Yesus menjadi Saksi yang setia bagi Allah Bapa, dan kita menjadi saksi yang setia untuk Tuhan Yesus.

Di dalam Wahyu 1:5 tertulis, “Dan dari Yesus Kristus Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja di bumi. Bagi Dia yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya.” Jadi di dalam Alkitab, kita menemukan pernyataan bahwa Yesus adalah Saksi yang setia. Juga di dalam Wahyu 3:14, kita disebut oleh Yesus sebagai saksi yang setia; artinya kita memperagakan kehidupan Bapa; kekudusan, kesucian, keagungan dan kemuliaan-Nya. Kalau bangsa Israel menjadi saksi untuk membuktikan atau menunjukkan siapa Allah yang benar, maka sebagai orang percaya, kita menunjukkan dan membuktikan bagaimana Allah yang benar itu. 

Yang pertama diperagakan oleh Yesus Kristus sebagai Saksi yang setia, lalu kita yang harus menjadi saksi yang setia. Itulah pertaruhannya. Jadi, kalau Yang Mulia Tuhan kita Yesus Kristus berkata dalam Matius 16:24, “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.’” Menyangkal diri bukan hanya menolak tindakan yang bertentangan dengan hukum. Menyangkal diri artinya benar-benar mengosongkan diri. Cara berpikir dan filosofi dunia, harus kita buang dan kita mengenakan cara hidup dan cara berpikir Tuhan. Sehingga kita juga mengalami kepenuhan Allah, seperti Yesus juga mengalami kepenuhan Allah. 

Kita harus sangat berambisi untuk dipenuhi oleh Allah, sehingga sebutan Bait Roh Kudus di dalam hidup kita itu bukan omong kosong, melainkan nyata. Firman Tuhan mengatakan, “Kamu bait Roh Kudus. Roh Allah yang diam di dalam kamu” (1Kor. 6:19).  Roh Allah diam dalam diri kita, bukan untuk kita dukakan, melainkan kita mau menyukakan hati Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Jangan mendukakan Roh Allah.” Di ayat lain dikatakan, “Jangan memadamkan Roh Allah.” Dan yang terakhir, “Jangan sampai menghujat Roh Kudus.”  

Menghujat Roh Kudus artinya tidak lagi bisa menerima karya Roh Kudus karena pikirannya dipenuhi oleh konsep-konsep yang bukan dari Allah. Ini bukan hanya untuk orang-orang di luar Kristen, tetapi juga yang di dalam gereja, termasuk para teolog yang merasa diri hebat dan cakap, merasa dirinya tahu. Kita bisa membedakan apakah seorang hamba Tuhan benar-benar dipenuhi konsep yang benar, kebenaran yang murni dari Allah atau tidak adalah dari perbuatannya; “Dari buahnya kamu mengenal dia.” Dari perkataan seseorang, nampak kualitasnya. Mari kita memeriksa diri kita sendiri. Sehingga kita benar-benar bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.”  

Untuk itu kita harus serius berurusan dengan Allah. Menjadikan Tuhan satu-satunya tujuan hidup kita dan sungguh-sungguh berjalan menuju Kanaan surgawi. Maka, mari kita bebenah terus untuk melepaskan dan menanggalkan semua dosa, semua kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki dan ikatan percintaan dunia. Roh Kudus pasti akan menolong kita untuk itu. Namun ingat, pertaruhannya adalah segenap hidup; “Orang yang rela kehilangan hidup akan memperoleh hidup.” Di mana hidup-Nya Tuhan dikenakan di dalam hidup kita. Kalimat-kalimat ini memang terdengar abstrak, tetapi tidak menjadi abstrak kalau kita melakukan dan mengalaminya. 

Mengikut Tuhan berarti memberikan pertaruhan; dan pertaruhannya adalah segenap hidup.