Skip to content

Perspektif Kekekalan

Dalam kenyataan hidup, kita sering mengalami persoalan-persoalan yang mencemaskan, seperti yang dialami banyak orang juga. Ketika kita dalam persoalan-persoalan yang mencemaskan hendaknya kita tidak mencurigai Allah. Mencurigai Allah maksudnya adalah berpikir bahwa Allah tidak memedulikan keadaan kita. Kecurigaan seperti itu memang tidak diucapkan, bahkan kadang tidak disadari, tetapi kalau seseorang menjadi takut cemas dan mulai mempersalahkan orang lain berarti itu sikap mencurigai Allah. Sikap mencurigai Allah nyata ketika seseorang bersungut-sungut atas keadaan yang dialaminya. Sampai pada taraf tertentu dalam kehidupan orang-orang yang tidak takut akan Allah, mereka menjadi marah terhadap Allah dan mempersalahkan Allah. Sebagai bentuk “unjuk perasaan” mereka tidak mau pergi ke gereja lagi, bahkan ada yang sampai berpindah agama.

Kita harus berani memercayai Allah bukan saja bahwa Dia adalah Allah yang baik, juga bukan saja memercayai bahwa Allah adalah Allah sangat berkuasa, tetapi juga memercayai bahwa Allah adalah Pribadi yang Maha Bijaksana dan Maha Cerdas. Allah tidak akan mengizinkan suatu keadaan kita alami tanpa ada maksud maksud kekal-Nya melalui persoalan-persoalan tersebut. Ketika kita menghadapi persoalan-persoalan yang mencemaskan, pertama, kita harus tenang atau meneduhkan perasaan kita. Allah adalah Allah yang mengendalikan segala sesuatu. Segala sesuatu sesuatu yang terjadi dalam hidup kita berada di dalam kontrol dan monitor Allah dengan sempurna. Itu berarti tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan di dalam hidup ini. Dengan meyakini bahwa Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Cerdas mengizinkan sesuatu terjadi dalam hidup kita demi maksud-maksud kekal-Nya, maka kita dapat menyerahkan kan hidup kita sepenuhnya di dalam tangan Allah tanpa perasaan curiga.

Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, di dalamnya termasuk segala persoalan hidup yang kita hadapi, bukan berarti membuat kita menjadi pasif dan tidak bertanggung jawab. Kita harus tahu mana bagian kita yang harus kita penuhi atau harus kita tunaikan dan bagian Allah yang memang hanya Allah saja yang bisa mengerjakannya karena hal tersebut di luar kemampuan kita. Kalau kita sudah memenuhi bagian kita, kita menunggu dengan percaya waktu dan jadwal Allah bertindak. Dalam hal ini kita tidak boleh mengatur Allah, seakan-akan kita lebih bijaksana dan lebih cerdas dibanding Allah. Dalam hal ini kita belajar menanti dengan tenang pertolongan dari Allah. Allah memiliki jadwal yang tepat. Allah tidak pernah terburu-buru, tetapi Ia juga tidak pernah terlambat. Waktu Tuhan adalah waktu yang terbaik untuk berkat kekekalan bagi kita.

Dalam menanti pertolongan dari Allah hendaknya kita tidak membuat skenario hasil akhir dari pergumulan kita. Kita percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti mendatangkan kebaikan bagi kita untuk maksud-maksud kekal Allah. Rencana Allah sering di luar kemampuan kita mengerti, dan pikiran-pikiran Allah itu jauh melampaui pikiran kita yang sangat terbatas. Apa pun hasil akhir atau keadaan yang akan terjadi di dalam hidup kita, harus kita percayai sebagai keputusan Allah yang terbaik. Dalam hal ini kita belajar mengatakan kepada Tuhan: “Tuhan aku serahkan hidupku kepada-Mu, kalau pun aku harus hancur, aku bersedia hancur di tangan-Mu.” Dari pihak kita, kita harus benar-benar berjuang untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan tanggung jawab dengan memaksimalkan semua potensi, setelah itu kita berserah kepada Tuhan mengenai hasil akhir atau keadaan kita nanti.

Kita harus belajar memandang segala peristiwa hidup dan kejadian-kejadian dengan mata kekekalan, artinya dengan perspektif atau sudut pandang kekekalan. Jika kita memandang sesuatu dari perspektif atau sudut pandang dunia fana, maka kita tidak akan bisa mengerti maksud-maksud besar Allah untuk kekekalan kita. Lagi pula semua masalah terasa menjadi besar dan mencemaskan. Tidak jarang kita berpikir bahwa kejadian-kejadian yang menurut kita tidak menguntungkan dan mencelakai kita, ternyata di balik semua kejadian tesebut   Allah merancang sesuatu   yang memiliki kekekalan yang tidak ternilai harganya. Oleh sebab itu kita harus memilki wawasan kekekalan dengan benar (Kol. 3:1-3).

Tidak sedikit gereja dan para pelayannya dalam merespons masalah-masalah yang dihadapi jemaat mengesankan bahwa masalah-masalah yang dihadapi jemaat  itu sebagai musibah atau malapetaka dan harus disingkirkan oleh kuasa Allah demi kenyamanan hidup jemaat sekarang  di bumi ini. Tidak heran kalau gereja menjadi semacam biro bantuan jasa doa untuk penyelesaian masalah-masalah fana dunia. Tanpa disadari hal ini membodohi jemaat sehingga mereka tidak memikirkan perkara-perkara kekekalan. Jemaat menjadi tidak dewasa, rentan dan manja, sehingga tidak bertumbuh secara dewasa rohani. Ironisnya, orang-orang di luar Kristen bisa menjadi lebih tabah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang sama seperti yang dihadapi oleh orang-orang Kristen. Oleh sebab itu, sebagai orang percaya kita harus bertumbuh dewasa secara mental terlebih dahulu, barulah bertumbuh secara rohani, yaitu menjadi serupa dengaan Yesus.