Dalam perjalanan hidup ini, pada akhirnya kita akan sampai pada satu pengalaman yang hebat dan luar biasa dengan Tuhan, di mana kita berhadapan dengan Tuhan sebagai person to person, man to man. Allah adalah Pribadi yang hidup, Dia bukan manusia. Masalahnya, bagaimana Allah yang kita percayai sebagai Pribadi yang menciptakan langit dan bumi menjadi nyata di dalam hidup kita, bukan menjadi fantasi di dalam pikiran; tetapi menjadi pengalaman nyata yang bersentuhan dengan batin atau dengan perasaan kita? Banyak orang bersentuhan dengan Allah dalam pikirannya dan fantasinya semata-mata.
Namun sesungguhnya, mereka belum berurusan dengan Tuhan dan belum mengalami Tuhan. Pribadi ke pribadi sebagaimana kita berinteraksi dengan manusia di sekitar kita—dengan orang tua, pasangan hidup, saudara, anak, atau teman—begitulah seharusnya kita bisa berinteraksi dengan Allah; person to person. Dan inilah yang harus benar-benar kita capai dalam perjalanan hidup ini. Banyak orang tidak sampai pada level ini; level person to person. Apalagi di dunia kita yang fasik, dunia yang semakin tidak memercayai keberadaan Allah. Allah dianggap tidak ada atau tidak perlu ada. Dan pengaruh dunia seperti ini kuat, jahat, mencengkeram banyak orang dan juga bisa mempengaruhi kita. Tetapi kita harus berani memilih Tuhan.
Kalau kita memilih Tuhan, berarti kita memberi waktu, ruangan, kesempatan, dan usaha yang sungguh-sungguh untuk berurusan atau berinteraksi dengan Dia. Bagi banyak orang, bangun pagi lalu berdoa mungkin dipandang konyol (walau tidak terucap, hanya dalam hati). Mereka memandang ekstrem, berlebihan, tidak proporsional. Mereka mungkin berkata, “Biasa-biasa sajalah berurusan dengan Tuhan, jangan sampai begitu amat.” Mereka telah disesatkan oleh dunia. Padahal apa yang kita lakukan itu semata-mata karena kita mau mencari wajah Tuhan. Kita rindu untuk mengalami Tuhan yang hidup. Di tengah-tengah pikiran manusia yang liar mengembara, tetapi pikiran kita tertuju kepada Tuhan. Namun kita tetap bekerja, mencari nafkah, belajar dan mengurus rumah tangga dengan baik. Kita tidak mau membuat pikiran kita liar mengembara dengan segala nafsu, keinginan dan ambisinya.
Prinsip “Asal ada makanan dan pakaian, cukup” harus menjadi prinsip hidup kita, di mana lebih dari makan dan pakai, semua kita persembahkan untuk Tuhan. Namun ingat, kalau kita persembahkan ‘semua‘ untuk Tuhan bukan berarti kita memberikan apa pun ke gereja; kita persembahkan hidup kita untuk Tuhan artinya kita harus membalas kebaikan orang tua, hidup mandiri tidak menjadi beban bagi orang lain, menolong keluarga besar, menjadi berkat bagi masyarakat sekitar, tentu akhirnya kita juga mendukung pekerjaan Tuhan di gereja.
Pikiran kita tidak boleh mengembara dengan segala keinginannya. Karena kalau pikiran dibuat mengembara liar tak terbatas, akhirnya membuat kita makin jauh dari Kerajaan Surga dan mendekat ke api kekal. Pikiran kita harus kita tujukan kepada Tuhan. Sebab Tuhan satu-satunya tujuan hidup kita, satu-satunya alasan kita hidup. Kita bertujuan hidup berkenan di hadapan Allah, melakukan kehendak Tuhan, benar-benar kita mau menjadi anak kesukaan Tuhan. Dan perilaku hidup kita setiap hari menjadi simfoni yang indah didengar, menjadi keindahan di hadapan Allah yang hidup. Dan itu kita lakukan sebagai usaha kita untuk terus bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, bertumbuh di dalam pengalaman berinteraksi dengan Allah sampai kita mengalami yang namanya person to person. Dia hidup, Dia nyata.
Jika kita sampai level Itu, dengan sendirinya kita takut akan Allah, kita gentar kepada Tuhan sebagaimana seharusnya. Dan kalau kita gentar akan Allah, maka kita tidak akan berbuat dosa. Kita hidup suci bukan karena kita mau dilihat orang, bukan sekadar supaya kita tidak malu, melainkan menjadi kebutuhan. Sebab kalau kita berhadapan dengan Tuhan (person to person) Allah yang kudus, pasti itu menggetarkan kita. Dan itu akan membuat kita menjadi takut akan Dia dan kita memiliki kebutuhan yang kuat untuk hidup tidak bercacat tidak bercela. Kita tidak bisa hidup tanpa kesucian, kita tidak akan betah hidup dalam dosa atau melakukan kesalahan.
Kalau kita sampai pada level person to person kita baru bisa mengalami cinta yang benar yang meliputi dan melimpahi kita. Bukan hanya fantasi, “Aku cinta pada-Mu, Tuhan.” Jiwa kita benar-benar dipenuhi dengan kecintaan akan Allah, kecintaan akan Tuhan. Dan jika itu terjadi, dunia menjadi pudar di hadapan kita. Keindahan dunia menjadi bayang-bayang, menjadi kabur di dalam kemuliaan Tuhan. Inilah keindahan hidup di dalam Tuhan. Kita harus mengalami level person to person sehingga kita bisa memiliki hati yang menghormati Dia secara patut. Kehormatan kita kepada Tuhan inilah yang membuat kita terhormat. Hanya orang yang menghormati Allah yang akan menjadi orang terhormat di mata Tuhan dan terhormat di kekekalan. Orang yang tidak menghormati Tuhan itu orang yang menghinakan dirinya dan menjadi orang yang celaka di api kekal.
Kita harus mengalami level person to person sehingga kita bisa memiliki hati yang menghormati Dia secara patut