Skip to content

Percaya yang Benar

Banyak orang Kristen berpikir, kalau mereka menyatakan bahwa dirinya mengaku percaya kepada Allah, maka Allah berkewajiban untuk memeliharanya dan melakukan segala sesuatu yang menjadi permintaannya. Banyak orang Kristen yang menyatakan percaya kepada Allah agar keinginannya dituruti dan doanya dikabulkan. Ini adalah usaha “menyandera” Allah dengan pengakuan percaya kepada-Nya. Hendaknya kita tidak berpikir, bahwa kalau kita memercayai kekuatan Allah dan kebaikan-Nya, maka Allah akan memenuhi segala kebutuhan kita. Allah dibuat tidak dapat menahan kuasa-Nya untuk dilepaskan, guna memenuhi kebutuhan kita. Dalam hal ini, seakan-akan percaya seseorang dapat mengatur Allah.

Banyak orang Kristen berpikir bahwa dengan kepercayaan tersebut, mukjizat bisa terjadi. Itulah sebabnya, sering diajarkan dan dianjurkan untuk menguatkan percaya atau berani percaya terhadap Tuhan, demi apa yang mereka inginkan dapat terwujud. Banyak ajaran yang mengesankan bahwa yang dibutuhkan oleh Tuhan adalah sikap percaya umat terhadap kuasa dan kebaikan Tuhan. Mereka mengira, Allah menuntut umat untuk memercayai kuasa dan kebaikan Allah. Kalau umat sudah berani percaya atas kuasa dan kebaikan Allah, maka pasti Allah akan menuruti apa yang diinginkan oleh umat tersebut. Dengan kepercayaan tersebut, umat seakan-akan bisa menawan Allah sehingga Allah tidak berdaya menolak permintaan dan keinginan umat. Dengan pemahaman tersebut, seakan-akan Allah tidak memiliki kepribadian dan integritas. Sikap yang salah ini sebenarnya merupakan bentuk pelecehan terhadap Allah. Namun ironisnya, justru umat merasa sedang memuliakan Allah. Percayanya kepada Allah, mereka pandang sebagai sesuatu yang bisa menyukakan hati-Nya. 

Percaya kepada Bapa haruslah percaya tanpa syarat, artinya percaya bukan karena mau memperoleh sesuatu melainkan mau mempersembahkan sesuatu kepada Allah. Kepercayaan tak bersyarat artinya tetap teguh percaya dalam keadaan bagaimanapun, seperti pengalaman Yesus di kayu salib (Flp. 2:5-7). Walaupun dirasakan oleh Tuhan Yesus bahwa Bapa meninggalkan diri-Nya, Ia tetap menaruh percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus tidak mencurigai Allah Bapa. Ia tetap menaruh percaya dengan menaruh hormat kepada Bapa. Ketaatan kepada Bapa sangat bertalian dengan kepercayaan kepada Pribadi Bapa. Orang yang tidak memercayai pribadi Bapa, tidak akan dapat menaati-Nya dengan sikap hati yang benar. Jadi, kalau orang percaya kepada Allah hanya karena mau mengalami mukjizat, maka ia tidak memiliki ketaatan yang benar kepada Bapa dan tidak menaruh hormat secara patut kepada Allah. 

Kepercayaan yang benar adalah kepercayaan bukan hanya pada kuasa Allah, melainkan pada pribadi-Nya, yaitu kebijaksanaan Tuhan. Dalam Alkitab, dapat diperoleh pelajaran rohani, yaitu jika kita memercayai pribadi Bapa, itu berarti kita tidak boleh mengharapkan Allah bertindak menolong kita sesuai dengan cara dan waktu yang kita mau. Selama ini, kalau seseorang menaruh percaya kepada Tuhan, biasanya ia selalu berharap doanya dijawab, pertolongan Tuhan datang sesuai dengan selera dan jadwalnya. Percaya kepada pribadi-Nya berarti apa pun yang dilakukan, diterima dan diyakini sebagai yang terbaik. Apa pun yang terjadi, kita tetap memercayai pribadi Tuhan dan tidak menaruh perasaan curiga sama sekali, bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan orang percaya, mendatangkan kebaikan. Kalau mengerti dan menghayati kebenaran ini dengan benar, hidup ini dapat dijalani dengan lebih sukacita. Menatap ke depan, kita yakin bahwa Tuhan menyediakan apa yang baik bagi anak-anak-anak-Nya sampai di langit baru dan bumi yang baru pada masa yang akan datang. 

Kepercayaan kepada Allah Bapa tidak mudah dimiliki, sebab Allah Bapa tidak kelihatan. Sementara, berbagai masalah hidup tampak di depan mata. Namun, di sini kita justru menemukan sikap yang benar untuk memercayai Allah yang tidak kelihatan. Kalau Allah membawa kita kepada keadaan yang sulit, membahayakan dan mengancam, berarti Allah sedang mengajar kita mengembangkan sikap percaya yang benar tersebut. Memercayai Allah setiap saat adalah sikap yang melekat di dalam diri orang yang berlatih terus untuk memercayai Allah dengan benar. Dampak kehidupan seperti ini adalah hati yang takut akan Allah yang menghindarkan seseorang berbuat dosa. Dengan demikian, kepercayaan kepada pribadi Allah bertalian dengan kesucian hidup. 

Anak-anak Allah yang benar adalah orang-orang yang menaruh percaya kepada pribadi Bapa. Bapa tidak menginginkan anak-anak-Nya memercayai Dia secara benar, setelah berada di Rumah-Nya, yaitu ketika mereka menyaksikan kemuliaan Allah tiada tara nanti di balik kematian. Bapa menghendaki orang percaya memercayai-Nya secara benar sejak sekarang, selagi masih hidup di dunia, yaitu ketika Bapa dan Tuhan Yesus Kristus tidak kelihatan, dan sering bersikap seakan-akan tidak ada. Di saat itulah orang percaya sudah menaruh percaya yang tulus kepada-Nya tanpa perasaan curiga sama sekali. Inilah sikap memuliakan Allah yang pantas, bukan hanya dengan kata-kata dan nyanyian.