Banyak orang Kristen berpikir kalau mereka menyatakan bahwa dirinya mengaku percaya kepada Allah, maka Allah “berkewajiban” untuk menjawab permintaan dan bahkan mengabulkan. Banyak orang Kristen yang menyatakan percaya kepada Allah agar keinginannya dituruti, doanya dikabulkan, seakan-akan pernyataan percayanya kepada Allah adalah alat untuk menyandera Allah. Hendaknya kita tidak berpikir kalau kita memercayai kekuatan Allah dan memercayai kebaikan-Nya, maka Allah akan secara otomatis memenuhi kebutuhan kita sesuai dengan selera dan versi kita. Jadi, kalau kita sudah berkata, “Aku percaya kepada-Mu,” seakan-akan Allah dibuat tidak dapat menahan diri sehingga harus melepaskan kuasa, berkat untuk memenuhi apa pun yang kita pandang kebutuhan.
Dalam hal ini, seakan-akan Allah bisa diatur oleh percaya kita. Tidak sedikit orang Kristen berpikir bahwa dengan kepercayaannya tersebut, mukjizat bisa mudah terjadi. Itulah sebabnya, sering diajarkan atau dianjurkan untuk berani percaya, agar keinginan umat terwujud. Banyak ajaran yang mengesankan bahwa yang dibutuhkan oleh Tuhan adalah sikap percaya umat terhadap kuasa dan kebaikan Allah. Banyak orang mengira Allah menuntut umat untuk percaya kuasa dan kebaikan-Nya. Jika umat sudah memercayai kuasa dan kebaikan Allah, maka Allah menuruti apa yang diingini oleh umat tersebut dan memenuhi apa yang dibutuhkan umat tersebut sesuai dengan selera dan versinya. Seakan-akan dengan percaya tersebut, Allah bisa ditawan atau disandera.
Dengan pemahaman ini, seakan-akan Allah tidak memiliki kepribadian dan integritas. Hal ini bisa dimengerti, kalau dilakukan oleh orang-orang Kristen yang masih baru. Seperti anak-anak yang masih kecil, kalau menuntut sesuatu kepada orangtua, seakan-akan orangtua yang berutang kepada anak. Anak-anak tidak pernah mempertimbangkan, apakah yang dia minta itu benar-benar berguna, benar-benar baik untuk dirinya, bukan sekadar senang. Apalagi orang-orang Kristen baru tersebut berasal dari agama lain, yang memang ilah, allah, dewanya bisa dimanipulasi. Tetapi bagi kita—yang sudah semestinya menjadi orang Kristen yang akil baligh; sudah menjadi dewasa—sikap tersebut adalah sebuah pelecehan; sikap tidak hormat. Tetapi justru, orang-orang Kristen merasa itu adalah cara memuliakan Allah. Allah senang dipercayai kuasa dan kebaikan-Nya itu. Allah membutuhkan kepercayaan itu dari umat, dan Allah bisa terbujuk untuk mendengar doa, menjawab doa, mengabulkan doa, menyatakan kemuliaan-Nya.
Percaya kepada Allah haruslah percaya tanpa syarat, artinya percaya bukan karena mau memeroleh sesuatu, melainkan percaya karena kita mau mempersembahkan sesuatu. Kepercayaan yang tak bersyarat, artinya tetap teguh percaya walau keadaan bagaimanapun. Ini sejalan dengan makna percaya itu sendiri, yakni menyerahkan diri kepada objek yang dipercayai. Ketika seseorang memercayai Allah, maka ia menyerahkan dirinya kepada Allah. Baik itu cita-cita, pikiran, perasaan, keinginan, dan segala yang dimiliki, semuanya diserahkan kepada Allah. Penyerahan segala sesuatu tersebutlah yang akan menunjukkan apakah percaya seseorang benar-benar berkualitas atau tidak. Ketika seseorang tidak bersedia menyerahkan segala sesuatu yang ada padanya kepada Allah, sebenarnya ia sedang mencurigai Allah. Ia curiga bahwa Allah ingin mengambil kesenangannya atau miliknya. Padahal, perihal menaruh percaya kepada Allah dengan menyerahkan segala sesuatu adalah wujud mengolah batin yang kita lakukan sebagai persiapan berjumpa dengan Allah. Allah mau orang-orang yang nanti masuk surga adalah mereka yang sudah menaruh percaya kepada Allah tanpa syarat.
Seperti pengalaman Tuhan Yesus di kayu salib. Walaupun Tuhan Yesus merasa Bapa meninggalkan diri-Nya, Ia tetap menaruh percaya supaya tugas penyelamatan yang diemban-Nya itu dapat ditunaikan dengan baik. Ia tetap menaruh percaya kepada Bapa; Ia tidak mencurigai Allah, Bapa-Nya. Ia tetap menaruh percaya dengan hormat. Ini ketaatan kepada Bapa, bertalian dengan kepercayaan kepada Pribadi-Nya. Kepercayaan Tuhan Yesus ini menjadi contoh bagi kita untuk menaruh percaya dengan kualitas yang sama kepada Bapa. Dengan menaruh percaya ini, tidak heran jika kita dibawa kepada situasi-situasi yang kita tidak suka. Keadaan dimana seakan-akan Allah tidak ada. Kita diperlakukan tidak adil, difitnah, disingkirkan, tetapi di situ Allah mau menemukan anak-anak-Nya yang menaruh percaya kepada-Nya dengan benar. Dalam keadaan yang menyakitkan tersebut, Allah mematangkan kualitas percaya kita kepada-Nya.
Allah mau orang-orang yang nanti masuk surga adalah mereka yang sudah menaruh percaya kepada Allah tanpa syarat.